Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengklaim situasi pandemi di Indonesia cukup terkendali. Hal ini katanya terlihat dari dampak kebijakan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat yang menurunkan mobilitas dan aktivitas masyarakat sampai 15 persen dalam kurun waktu 3-10 Juli. Menurutnya, apabila penurunan mobilitas terus berlanjut hingga 50 persen dan masyarakat disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan maka perebakan wabah virus corona dapat terus ditekan.
“Jadi kami berharap minggu depan, mungkin kalau semua berjalan dengan lancar, semua disiplin akan mulai flatting atau mulai merata kemudian kita harapkan nanti cenderung akan terkendali,” ungkap Luhut dalam telekonferensi pers usai Rapat Terbatas dengan Presiden Jokowi, di Jakarta, Senin (12/7).
Pemerintah, ujarnya, terus berupaya menyelesaikan permasalahan di tengah penyebaran varian delta di antaranya dengan mengkonversi berbagai tempat menjadi isolasi terpusat bagi pasien dengan gejala ringan dan orang tanpa gejala (OTG), serta mengkonversi beberapa tempat seperti Asrama Haji di Pondok Gede, Jakarta menjadi rumah sakit darurat COVID-19 untuk pasien gejala sedang. Selain itu, pada Rabu (14/7), pihaknya akan mulai membagikan 300 ribu paket obat kepada pasien OTG dan gejala ringan.
“Untuk OTG 10 persen, paket untuk demam dan anosmia 60 persen dan paket untuk demam dan batuk 30 persen. Jadi paket obat ini akan menjangkau hampir 210 ribu yang kasus aktif yang kita berikan dan akan berlangsung selama beberapa bulan ke depan. Ini akan dibagikan bersama-sama dengan elemen masyarakat lain. Prosedurnya sudah disusun sehingga itu bisa jalan,” jelasnya.
Terkait ketersediaan oksigen, pihaknya akan mengimpor 40 ribu ton oksigen cair (liquid), mengingat tren kenaikan kasus yang masih terjadi di beberapa negara seperti Inggris dan Amerika Serikat. Selain itu, pemerintah juga akan mengimpor konsentrator oksigen sebanyak 50 ribu tabung untuk merawat pasien COVID-19 dengan gejala ringan.
Pihaknya akan terus mengirimkan vaksin COVID-19 terutama ke daerah-daerah marjinal di Tanah Air seiring dengan terus berdatangannya stok vaksin ke Indonesia. Pada bulan ini saja, katanya, akan tersedia vaksin sebanyak 45 juta dosis.
“Jadi saya pikir dengan pelaksanaan vaksinasi, PPKM darurat secara bersamaan kemudian obat, oksigen, kemudian juga tempat tidur, saya melihat dalam empat sampai lima hari ke depan situasinya akan membaik. Jadi kalau ada yang berbicara bahwa tidak terkendali keadaannya, sangat terkendali. Jadi yang bicara tidak terkendali itu bisa datang ke saya, nanti saja tunjukkin ke muka nya bahwa kita terkendali. Bahwa kita punya masalah saya sampaikan yes kita punya masalah dan ini masalah kita perbaikin dengan tertib,” tegasnya.
Kebutuhan Jumlah Tenaga kesehatan
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan seiring dengan lonjakan kasus positif corona yang cukup signifikan maka penambahan tenaga kesehatan sangat dibutuhkan, apalagi semakin banyak dokter dan perawat yang harus isolasi mandiri akibat terpapar virus ini.
Setidaknya, jelas Budi dibutuhkan 16 ribu sampai 20 ribu perawat untuk diperbantukan dalam penanganan pandemi COVID-19 di Indonesia. Maka dari itu, pihaknya akan berusaha agar para tenaga kesehatan yang baru lulus ini untuk segera bekerja.
“Atas instruksi presiden kami akan bicara dengan mendikbud bagaimana bisa menggerakkan perawat ini lebih cepat masuk ke praktek. Kemudian mengenai dokter, kita juga melihat ada gap sekitar 3.000 dokter yang harus dipenuhi dengan penambahan kasus ini. Kita juga melihat bahwa dokter-dokter yang akan selesai di tahun ini ada 3.900, jadi kita juga sudah mempersiapkan dokter-dokter yang baru lulus tersebut,” ungkap Budi.
Budi pun menekankan bahwa para tenaga kesehatan ini akan segera mendapatkan suntikan dosis ketiga vaksin COVID-19 dengan menggunakan vaksin Moderna untuk lebih memproteksi dari paparan virus yang sangat tinggi dalam bertugas.
Sistem Kesehatan Sudah Kolaps
Ahli Epidemiologi dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman menilai sistem kesehatan di Indonesia memang sudah kolaps seiring dengan banyak pasien COVID-19 yang tidak tertolong karena sulit mendapatkan perawatan di rumah sakit.
“Namanya kolaps itu sederhana kalau pasien, apabila di suatu wilayah tidak bisa ke rumah sakit untuk mendapatkan pelayanan yang dia diperlukan itu kolaps. Bahkan antri atau ditutup itu kan jelas kolaps,” ujarnya kepada VOA.
Maka dari itu, katanya, menambah sarana dan prasarana seperti meningkatkan ketersediaan tempat tidur, menambah jumlah tenaga medis, menambah ketersediaan obat dan lain lain bukan strategi yang efektif untuk mengendalikan pandemi. Kuncinya, ujar Dicky, adalah penguatan di sisi hulu yakni dengan mencegah terjadinya lonjakan kasus infeksi sehingga tidak membebani fasilitas kesehatan yang ada.
“Caranya adalah pemerintah perluas “3T”. PPKM Darurat kan harus (testing) 500 ribu minimal, itu harus dilakukan di semua daerah di Jawa dan Luar Jawa. Kemudian vaksinasi. Lalu pembatasannya benar-benar dilakukan dari pintu masuk di kota-kota bahkan sampai komunitas terkecil itu yang disebut pembatasan yang efektif dan ini memerlukan peran semua pihak, apalagi kalau 85 persen kasus banyak ditemukan di rumah-rumah ya akan perlu peran civil society, peran masyarakat, kader karena tenaga kesehatan sudah kelimpungan banyak yang sakit, meninggal,” pungkasnya. [gi/ab]