Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari Jumat (17/11) resmi mengeluarkan surat perintah penahanan terhadap Ketua DPR Setya Novanto (SN). Setya Novanto berstatus tersangka kasus korupsi Kartu Tanda Penduduk Elektronik atau e-KTP. Juru bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK Kuningan Jakarta Selatan mengatakan penahanan terhadap Setya Novanto didasarkan bukti yang cukup kuat. Penahanan itu lanjut Febri harus dibantarkan atau penundaan penahanan sementara lantaran Setnov harus menjalani perawatan medis pasca-kecelakaan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).
"KPK melakukan penahanan terhadap SN berdasarkan bukti yang cukup karena SN diduga keras secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi. Jadi penanganan perkara tetap dilanjutkan. Saat ini status dari tersangka SN adalah pembantaran penahanan dan dirawat di RSCM," ujar Febri.
Febri menjelaskan, penyidik KPK telah membuat berita acara lanjutan karena Setya Novanto dan kuasa hukum tidak bersedia menandatangani berita acara penahanan.
"Baik berita acara penahanan ataupun berita acara pembantaran penahanan tidak ditandatangani oleh pihak SN. Sehingga sesuai dengan aturan hukum yang berlaku kitab undang-undang hukum acara pidana dan hukum yang berlaku maka penyidik membuat berita acara lanjutan," tambahnya.
Febri melanjutkan, selama perawatan di rumah sakit, tersangka Setya Novanto akan mendapat penjagaan dari penyidik KPK dan Polri. Setya Novanto akan ditahan selama 20 hari kedepan terhitung mulai 17 November hingga 6 Desember di rutan KPK.
"Nah, selama proses pembantaran penahanan dilakukan tersebut, SN akan berada dalam proses perawatan RSCM dengan penjagaan KPK dan dukungan Polri," tukasnya.
Meski KPK telah mengeluarkan surat penahanan terhadap Setnov namun tim kuasa hukum tersangka Setya Novanto tetap mempertanyakan dasar hukum surat penahanan itu mengingat sosok berusia 62 tahun itu dalam kondisi sakit. Dalam kesempatan terpisah, kuasa hukum Setya Novanto, Fredrich Yunadi, mengatakan keberatan pihaknya terkait surat penahanan dari KPK juga dilatarbelakangi fakta bahwa penyidik belum melakukan pemeriksaan terhadap Setnov sebagai tersangka dugaan kasus korupsi e-KTP.
"Diperiksa saja enggak bisa, apalagi ditahan, jangan mempermainkan hukum. Yang jelas orang KPK sendiri itu tau kan (Setya Novanto) perlu dirawat. Yang jelas orang KPK juga tau bahwa ini ada penyakit yang perlu diobatin," imbuh Febri.
Pimpinan KPK sebelumnya telah menerbitkan surat perintah penangkapan pada Rabu (15/11) terhadap Novanto dalam kasus korupsi yang merugikan negara Rp 2,3 triliun ini. Namun ketika akan dijemput paksa, tim penyidik tidak mendapati Novanto di kediamannya Jalan Wijaya kebayoran Baru Jakarta Selatan. Pimpinan KPK kemudian memasukkan politisi senior itu dalam daftar pencarian orang (DPO/buron).
Ketua Umum Partai Golkar itupun muncul untuk pertama kalinya di stasiun televisi swasta Metro TV secara eksklusif melalui sambungan telepon. Dalam wawancara yang disebut secara eksklusif itu kurang lebih menyatakan bahwa Novanto akan mendatangi Gedung KPK pada Kamis (16/11) malam.
Namun, setelah proses wawancara eksklusif bersama wartawan media itu bernama Hilman Mattauch itu beredar informasi di kalangan wartawan tentang video mobil Fortuner berplat nomor B 1732 ZLO yang diduga membawa Setya Novanto mengalami kecelakaan.
Pihak kuasa hukum Novanto membenarkan Novanto mengalami kecelakaan dan diklaim menderita luka cukup parah. Novanto dilarikan ke RS Medika. Dalam mobil berwarna hitam itu, Novanto disupiri oleh Hilman dengan ditemani oleh seorang ajudan. Tetapi dalam insiden yang membuat ragu publik itu Hilman dan ajudannya tak mengalami luka yang serius.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo Jumat (17/11) meminta Ketua DPR Setya Novanto mengikuti proses hukum penyidikan kasus Kartu Tanda Penduduk lektronik (e-KTP).
"Ya, saya minta, saya minta pak Setya Novanto mengikuti proses hukum yang ada," tandas Jokowi. [aw/em]