Tautan-tautan Akses

Ketegangan Turki-AS Meningkat karena Sengketa soal Telepon Presiden


Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan (kiri) berjabat tangan dengan Presiden AS Donald Trump usai konferensi pers bersama di Gedung Putih, 16 Mei tahun lalu (foto: dok).
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan (kiri) berjabat tangan dengan Presiden AS Donald Trump usai konferensi pers bersama di Gedung Putih, 16 Mei tahun lalu (foto: dok).

Hubungan Amerika-Turki menghadapi kembali mengalami pukulan dengan Turki membantah versi percakapan telepon antara Presiden AS dan Turki, yang ditujukan untuk meredakan ketegangan terkait intervensi pasukan Turki di Suriah.

Turki menolak laporan Amerika mengenai apa yang dikatakan Presiden Amerika Donald Trump kepada Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, dan menyangkal ada telepon dari Trump untuk meredakan operasi militer terhadap milisi Kurdi Suriah YPG di daerah kantong Afrin, Suriah.

Gedung Putih melaporkan Trump mengatakan operasi Turki itu "berisiko merugikan tujuan-tujuan bersama kita di Suriah," dan "mendesak Turki untuk menurunkan ketegangan, membatasi tindakan militernya, dan menghindari korban sipil dan peningkatan pengungsi."

Perselisihan mengenai isi percakapan telepon itu memperparah kurangnya rasa kepercayaan antara kedua sekutu NATO.

Amerika mendukung milisi YPG dalam perang melawan ISIS. Turki menganggap YPG sebagai organisasi teroris yang terkait dengan pemberontakan Kurdi di Turki.

Hari Kamis (25/1), Perdana Menteri Turki Binali Yildirim melancarkan serangan verbal kepada Amerika.

Yildirim mengatakan, "Negara yang kita sebut sekutu NATO berkomplot dengan organisasi-organisasi teror."

Yildirim menyebutnya situasi yang sangat serius dan menyakitkan dan menuduh Amerika bekerja sama dengan organisasi teroris. Ia mengatakan Turki tidak akan pernah menerima hal ini.

Komentar terbaru perdana menteri itu memicu perkiraan bahwa Turki akan mewujudkan ancamannya untuk memperluas operasi melawan milisi Kurdi Suriah ke Manbij. Pasukan Amerika dikerahkan di kota Suriah itu bersama milisi YPG.

Kurangnya kepercayaan Ankara terhadap Amerika kini menjadi kendala utama untuk menyelesaikan krisis Suriah.

Hari Rabu, Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengesampingkan proposal yang menurutnya dibuat oleh Menlu Amerika, Rex Tillerson untuk menciptakan zona keamanan selebar 30 kilometer di Suriah untuk melindungi perbatasan selatan Turki. Cavusoglu mengatakan tidak akan bisa membuat kesepakatan sampai kepercayaan pulih.

Turki juga berselisih dengan Amerika mengenai sejumlah isu selain masalah Suriah.

Turki menyerukan ekstradisi Fethullah Gulen, ulama Turki yang tinggal di Amerika yang dituduh Turki terlibat dalam kudeta gagal tahun 2016. Ulama yang mengasingkan diri di negara bagian Pennsylvania itu membantah tuduhan tersebut.

Sementara itu, pihak berwenang Amerika dilaporkan sedang mempertimbangkan denda besar terhadap bank milik Turki, Halkbank terkait sanksi-sanksi yang dikenakan pada Iran, menyusul vonis di New York terhadap salah seorang dari pimpinan seniornya. Erdogan menuduh vonis terhadap pimpinan bank itu merupakan upaya terbaru FBI dan CIA untuk menggulingkannya. [my/ii]

Recommended

XS
SM
MD
LG