BEIJING —
Optimisme dalam kalangan pengusaha-pengusaha Barat tentang potensi meraup keuntungan di China berada pada tingkat terendah yang belum pernah terjadi sejak China membuka diri bagi pasar luar negeri. Ini menurut Kamar Dagang Uni Eropa, yang mensurvei lebih dari 500 anggotanya. Adam Dunnett adalah Sekretaris Jenderal Dewan Uni Eropa.
"Hasil survei tahun ini cukup mengejutkan karena ada indikasi jelas bahwa kinerja keuangan perusahaan-perusahan di sini tidak sekuat seperti sebelumnya," papar Dunnett.
Survei, yang dilakukan bulan Maret, menunjukkan 64 persen responden melaporkan keuntungan tahun 2012, turun dari 73 persen pada tahun sebelumnya. Hanya 29 persen responden berpandangan positif tentang keuntungan pada masa depan. Angka itu juga turun dari 34 persen pada tahun sebelumnya. Laporan Uni Eropa itu mengutip akses pasar, biaya tenaga kerja dan hambatan regulasi sebagai rintangan bagi pertumbuhan bisnis di China.
Mark Secchia, pengusaha Amerika pemilik perusahaan jasa pengiriman makanan di China, mengatakan tantangan terbesar adalah meningkatnya persaingan. Ia mendirikan perusahaan itu tahun 1999 dan telah berkembang ke empat kota di China.
Secchia mengatakan, "Pada satu sisi bisnis semakin mudah. Tapi sisi lain menurut saya menjadi lebih sulit. Maksud saya, ketika saya memulai bisnis ini, apapun bisa dilakukan. Benar, dulu sulit memulai bisni, tapi itu juga hambatan yang merintangi orang-orang lain untuk masuk. Karena kini apa-apa semakin mudah, maka sekarang sulit memulai bisnis di China karena begitu banyak orang yang melakukannya dan sangat mudah dilakukan."
Kekhawatiran tentang pertumbuhan ekonomi China juga menjadi perhatian para investor Barat. Pertumbuhan ekonomi negara itu 7,8 persen tahun 2012 – tingkat paling lambat dalam 13 tahun – dan perkembangan lemah 7,7 persen dalam tiga bulan pertama tahun 2013.
Bulan April lalu, Kamar Dagang Amerika merilis sebuah White Paper atau Acuan Bisnis tentang China yang menyoroti banyak tantangan yang dihadapi pemilik-pemilik perusahaan Amerika di China. Namun, Greg Gilligan, ketua Kamar Dagang Amerika tetap optimis.
Meskipun perkembangan ekonomi melemah dan hambatan lain yang dikutip oleh survei Uni Eropa, China masih menjadi salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia.
"Hasil survei tahun ini cukup mengejutkan karena ada indikasi jelas bahwa kinerja keuangan perusahaan-perusahan di sini tidak sekuat seperti sebelumnya," papar Dunnett.
Survei, yang dilakukan bulan Maret, menunjukkan 64 persen responden melaporkan keuntungan tahun 2012, turun dari 73 persen pada tahun sebelumnya. Hanya 29 persen responden berpandangan positif tentang keuntungan pada masa depan. Angka itu juga turun dari 34 persen pada tahun sebelumnya. Laporan Uni Eropa itu mengutip akses pasar, biaya tenaga kerja dan hambatan regulasi sebagai rintangan bagi pertumbuhan bisnis di China.
Mark Secchia, pengusaha Amerika pemilik perusahaan jasa pengiriman makanan di China, mengatakan tantangan terbesar adalah meningkatnya persaingan. Ia mendirikan perusahaan itu tahun 1999 dan telah berkembang ke empat kota di China.
Secchia mengatakan, "Pada satu sisi bisnis semakin mudah. Tapi sisi lain menurut saya menjadi lebih sulit. Maksud saya, ketika saya memulai bisnis ini, apapun bisa dilakukan. Benar, dulu sulit memulai bisni, tapi itu juga hambatan yang merintangi orang-orang lain untuk masuk. Karena kini apa-apa semakin mudah, maka sekarang sulit memulai bisnis di China karena begitu banyak orang yang melakukannya dan sangat mudah dilakukan."
Kekhawatiran tentang pertumbuhan ekonomi China juga menjadi perhatian para investor Barat. Pertumbuhan ekonomi negara itu 7,8 persen tahun 2012 – tingkat paling lambat dalam 13 tahun – dan perkembangan lemah 7,7 persen dalam tiga bulan pertama tahun 2013.
Bulan April lalu, Kamar Dagang Amerika merilis sebuah White Paper atau Acuan Bisnis tentang China yang menyoroti banyak tantangan yang dihadapi pemilik-pemilik perusahaan Amerika di China. Namun, Greg Gilligan, ketua Kamar Dagang Amerika tetap optimis.
Meskipun perkembangan ekonomi melemah dan hambatan lain yang dikutip oleh survei Uni Eropa, China masih menjadi salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia.