Amerika Serikat (AS) pada akhir Februari lalu menyatakan akan mengundang pemimpin sepuluh negara anggota ASEAN untuk menghadiri konferensi tingkat tinggi (KTT) ASEAN-Amerika yang akan dilaksanakan di Ibu Kota Washington DC pada 28-29 Maret.
“Merupakan prioritas utama pemerintahan Biden-Harris untuk menjadi mitra yang kuat, dapat dipercaya dan untuk memperkuat ASEAN yang bersatu dan berdaya guna mengatasi tantangan zaman kita,” ujar juru bicara Gedung Putih Jen Psaki ketika mengumumkan hal itu 24 Februari lalu.
Namun karena tidak semua pemimpin ASEAN bisa menghadiri secara langsung pada tanggal yang ditetapkan itu, Perdana Menteri Kamboja Hun Sen yang merupakan Ketua ASEAN tahun ini meminta penjadwalan ulang KTT ASEAN-Amerika itu.
Dalam jumpa pers virtual pada Kamis (10/3), juru bicara Kementerian Luar Negerimengatakan persoalan waktu yang bisa disepakati kedua pihak masih terus dikoordinasikan.
Ia mengakui tidak mudah mencari kecocokan waktu di mana sepuluh kepala negara anggota ASEAN dan Presiden Amerika Joe Biden dapat berkumpul bersama dalam KTT ASEAN-Amerika. Karena itu, tanggal 28-29 Maret yang pernah dijajaki Amerika sebagai jadwal KTT tersebut belum bisa dipenuhi oleh semua kepala negara dan kepala pemerintahan anggota ASEAN.
"Indonesia sebagai koordinator kerjasama ASEAN-Amerika masih terus mengkonsultasikan alternatif tanggal yang cocok bagi semua pihak," kata Faizasyah.
Pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Padjadjaran Bandung, Teuku Rezasyah menjelaskan jika Perdana Menteri Kamboja Hun Sen mengatakan perlu penjadwalan ulang untuk KTT ASEAN-Amerika, maka negara anggota ASEAN lainnya harus menghargai, karena status Hun Sen sebagai Ketua ASEAN untuk tahun ini.
Menurutnya KTT ASEAN-Amerika sangat penting karena pertemuan itu dapat dipakai oleh para pemimpin dari kedua pihak untuk mengevaluasi beragam kerjasama ASEAN dengan Amerika yang sudah berjalan selama puluhan tahun. Oleh sebab itu, menurut Rezasyah semakin cepat KTT ASEAN-Amerika dilaksanakan itu lebih baik.
"Karena bagaimana pun, Amerika itu negara yang harus dihargai keberadaannya, kepemimpinan globalnya. Tentunya dengan adanya KTT (ASEAN-Amerika) itu memberikan ruang bagi Amerika Serikat untuk menjelaskan posisinya dengan situasi-situasi yang sedang berkembang saat ini," ujar Rezasyah, tanpa merinci situasi yang dimaksud.
Di sisi lain, ASEAN menurutnya juga membutuhkan Amerika untuk mempercepat pencapaian target Visi ASEAN 2025 karena pencapaian di masing-masing negara anggota ASEAN belum seragam. Pencapaian tujuan Masyarakat Ekonomi ASEAN ini belum sepenuhnya berjalan karena pandemi COVID-19. Dia mencontohkan pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang sangat membutuhkan dukungan teknologi informasi dari Amerika.
Rezasyah khawatir ASEAN akan sulit mencapai konsensus dengan Amerika terkait isu Laut China Selatan karena Laos, Myanmar, dan Kamboja memiliki kedekatan dengan China. Untuk itu perlu ada soliditas dari semua negara anggota ASEAN dalam menangani isu Laut China Selatan. ASEAN juga diharapkan bersikap lunak terhadap kehadiran Amerika di perairan internasional di kawasan Laut China Selatan.
Rezasyah menilai Laos dan Myanmar memiliki kecenderungan berkonsultasi lebih dulu dengan China sebelum membuat komitmen yang besar. [fw/em]