Bagi siswi kelas 4 sekolah dasar, Leah Rainey, sekolah dimulai dengan apa yang disebut oleh gurunya sebagai pengecekan perasaan.
Suara riang yang menyapa dan mengatakan ‘senang bertemu denganmu dan bagaimana perasaanmu saat ini?’ muncul dari komputer laptopnya. Leah lalu diminta untuk meng-klik emoji yang sesuai dengan pikirannya, baik itu senang, sedih, khawatir, marah, frustrasi, tenang, konyol, atau lelah.
Tergantung jawabannya, Leah yang berusia 9 tahun dianjurkan untuk mengatasi suasana hatinya dan diminta untuk menjawab beberapa pertanyaan lagi, seperti apakah sudah sarapan? Apakah kamu terluka atau sakit? Apakah semuanya baik-baik saja di rumah? Apakah ada yang berlaku tidak baik terhadap kamu di sekolah? Hari ini, Leah memilih konyol, namun ia merasa sedih karena harus belajar jarak jauh.
Di Sekolah Dasar Lakewood, seluruh 420 muridnya akan memulai hari-hari mereka dengan cara yang sama tahun ini. Sekolah yang berlokasi di pelosok negara bagian Kentucky ini adalah satu dari ribuan sekolah di seluruh AS yang menggunakan teknologi ini untuk mengecek perasaan dari para siswanya dan memperingatkan para guru jika ada yang mengalami kesulitan.
Dalam beberapa hal, kembalinya murid-murid ke sekolah pada musim gugur ini akan memulihkan tingkat kenormalan sebelum pandemi, dimana sebagian besar distrik sekolah telah mencabut mandat masker, serta membatalkan persyaratan vaksin COVID-19, aturan jaga jarak dan karantina.
Namun, banyak dampak pandemi yang bertahan dan menjadi kenyataan yang meresahkan bagi sekolah. Di antaranya, efek bahaya dari isolasi dan pembelajaran jarak jauh, terhadap kesejahteraan emosional anak-anak.
Kesehatan mental siswa mencapai tingkat krisis tahun lalu. Kini, sekolah-sekolah di AS menggelar berbagai cara baru yang kreatif untuk mengatasinya dengan memanfaatkan dana pandemi dari pemerintah federal, termasuk mempekerjakan lebih banyak ahli kesehatan mental dan memperluas kurikulum yang memprioritaskan kesehatan jiwa.
Di sekolah seperti Lakewood, para pendidik mengatakan, membantu siswa dalam mengelola emosi dan stres akan bermanfaat bagi mereka di kelas dan sepanjang hidup mereka.
Sekolah Cecilia telah menggunakan dana pemerintah federal untuk membuat pojokan istirahat atau "Take-a-Break" di setiap kelas. Para siswa dapat menggunakan berbagai peralatan untuk mengendalikan suasana hati mereka, seperti bola stres yang empuk, dan cincin akupunktur, kata konselor sekolah, Shelly Kerr.
Dia mengatakan, aplikasi online, Closegap, yang digunakan untuk memeriksa para siswa, membantu mengidentifikasi anak-anak yang pemalu dan pendiam, yang mungkin perlu berbicara dan jika tidak, akan luput dari perhatian.
"(Aplikasi) ini membantu Anda menjelaskan bagaimana perasaan Anda, tetapi hanya orang dewasa yang tahu. Jika guru mengetahui kalau Anda merasa tidak baik atau yang lainnya, mereka akan mendatangi dan berbicara dengan Anda, dan itu dapat membantu Anda memproses perasaan Anda," ujar siswi Leah Rainey.
Sekolah itu berencana untuk membangun "Ruang Pulihkan Suasana Hati" atau “Reset Room” musim gugur ini, sebagai bagian dari tren nasional yang muncul, yang telah mendorong banyak sekolah untuk membuat tempat perlindungan di kampus, di mana siswa dapat berkunjung untuk menenangkan diri dari tekanan dan berbicara dengan konselor di tempat.
Pandemi telah memperbesar kerapuhan kesehatan mental di kalangan anak muda Amerika, yang memang mengalami peningkatan depresi, kecemasan, dan pikiran untuk bunuh diri selama bertahun-tahun sebelum pandemi, kata para ahli.
Laporan yang dikeluarkan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit baru-baru ini menemukan 44% siswa sekolah menengah mengatakan bahwa mereka mengalami "perasaan sedih atau putus asa yang terus-menerus" selama pandemi, dimana anak perempuan dan remaja LGBTQ melaporkan tingkat kesehatan mental yang buruk dan upaya bunuh diri tertinggi.
Tammy Blakely, direktur layanan dukungan siswa distrik tersebut mengatakan bahwa ruang sejahtera yang disebut "Well Space" tersedia di 17 sekolah menengah pertama dan atas.
Di hari-hari terakhir liburan musim panas, Well Space di Irvine's University High School mendapatkan sentuhan akhir dari seorang seniman yang melukis mural matahari terbit raksasa di atas pegunungan.
Di tempat lain, tanaman sukulen dalam pot, permadani goni, patung seperti Buddha, dan kursi telur gantung menghadirkan nuansa yang tidak seperti di sekolah. Ketika sekolah dimulai ruangan ini menghadirkan seorang konselor yang bekerja penuh waktu.
Tujuannya adalah untuk menormalkan ide meminta bantuan dan memberi siswa tempat untuk me-‘reset’ atau membantu mengatur ulang kehidupannya.
"Ruangan ketenangan ini dapat membantu siswa menanamkan strategi manajemen stres yang sehat, sehingga mereka dapat pulih/mengatur ulang, dan kembali fokus," ujar Tammy Blakely.
Di seluruh penjuru negara bagian New Hampshire, lebih dari 1000 guru tahun ini telah mengikuti kursus pelatihan manajemen stres untuk membantu mereka mengatasi kelelahan dan menghadirkan teknik pemulihan stres ke kelas mereka. Mereka mengikuti pelatihan pernapasan dan gerakan postur tubuh.
Guru sekolah menengah Karen Bowden-Gurley melihat beberapa manfaat langsung saat bertepuk tangan dan menjentikkan jarinya secara bersamaan dengan pendidik lain selama pelatihan baru-baru ini di Concord.
"Anda dapat mengambil keterampilan ini dan strategi ini, meskipun mungkin terdengar konyol, pernapasan dan ritme tetap bisa sangat bermanfaat. Hal ini dapat melatih otak Anda untuk berpikir secara berbeda. Menurutnya, semua orang membutuhkan itu," pungkas Karen Bowden-Gurley. [di/ab]
Forum