Tautan-tautan Akses

Keluarga Menunggu Kepastian Nasib ABK Hilang di Mauritius


Helikopter menjatuhkan kontainer berisi peralatan pompa minyak ke dek FV Lu Rong Yuan Yu, kapal penangkap ikan berbendera China yang kandas, di Pointe-aux Sables, Port-Louis, Mauritius, Selasa 9 Maret 2021. (Beekash Roopun/L'express Maurice via AP/ilustrasi)
Helikopter menjatuhkan kontainer berisi peralatan pompa minyak ke dek FV Lu Rong Yuan Yu, kapal penangkap ikan berbendera China yang kandas, di Pointe-aux Sables, Port-Louis, Mauritius, Selasa 9 Maret 2021. (Beekash Roopun/L'express Maurice via AP/ilustrasi)

Tujuh Anak Buah Kapal (ABK) asal Indonesia hilang di Mauritius setahun lalu, diduga terkait konflik dengan ABK asal Vietnam. Seluruh keluarga menunggu kepastian dan berharap mereka pulang, dalam kondisi apapun.

Sepekan yang lalu, Brigitta Telik semestinya merayakan ulang tahun ke-25 anak keduanya, Klaudius Ukat. Namun, pada tahun ini hanya kesedihan yang hadir di rumah mereka di Belu, Nusa Tenggara Timur. Klaudius adalah satu dari tujuh ABK asal Indonesia, yang dinyatakan hilang sejak 26 Februari 2021 di Mauritius, negara kecil di timur Magadaskar, Afrika.

Brigitta Telik dan suaminya, Markus Ukat memegang foto anak mereka Klaudius Ukat. (Foto: Courtesy/Keluarga Brigitta Telik)
Brigitta Telik dan suaminya, Markus Ukat memegang foto anak mereka Klaudius Ukat. (Foto: Courtesy/Keluarga Brigitta Telik)

“Waktu terakhir hanya cerita-cerita sekilas, dia cerita, ‘Mama besok teman saya mau pulang.’ Dia bilang, besok mau antar teman ke bandara. Waktu itu saya bilang, ‘Kau titip lah oleh-oleh,’ tetapi dia bilang tidak bisa karena pandemi, tidak bisa bawa apa-apa,” kenang Brigitta tentang perbincangan terakhir mereka.

Perbincangan itu terjadi 26 Februari 2021 pukul 21.00 WITA, atau pukul 17.00 waktu Mauritius. Setelah mengobrol cukup lama, di akhir perbincangan Klaudius sempat bercerita akan menemui temannya, sesama ABK asal Indonesia. Obrolan di hari Jumat itu adalah yang terakhir, sebab beberapa jam setelah itu Klaudius dan enam ABK lain diduga terlibat insiden dengan ABK asal Vietnam. Hari Sabtu, Minggu dan Senin setelah telepon terakhir itu, Brigitta berkali-kali mencoba menelepon Klaudius, tetapi tak pernah tersambung.

Klaudius Ukat, ABK Indonesia asal Belu, NTT yang hilang di Mauritius. (Foto: Courtesy/Keluarga Brigitta Telik)
Klaudius Ukat, ABK Indonesia asal Belu, NTT yang hilang di Mauritius. (Foto: Courtesy/Keluarga Brigitta Telik)

Tujuh ABK itu tak pernah kembali ke darat, dan kemudian dinyatakan hilang. Kementerian Luar Negeri Indonesia sendiri baru menerima kabar hilangnya mereka pada 3 Maret 2021.

“Harapan kami yang terbesar, pulangnya anak-anak kami saja. Itu harapan utama, walaupun seperti apa yang penting pulangkan mereka,” kata Brigitta.

Klaudius telah tiga tahun menjadi ABK. Dua tahun pertama dia habiskan dengan menjadi ABK di Amerika Serikat. Pada 2019, dia sempat pulang sebelum kemudian berlayar lagi dengan kapan ikan berbendera Taiwan, di Mauritius hingga dinyatakan hilang.

Harapan Keluarga ke Presiden

Keluarga Gabriel Ulu Tunabenani, meminta bantuan Presiden Jokowi terkait nasib anaknya. (Foto Gabriel Ulu)
Keluarga Gabriel Ulu Tunabenani, meminta bantuan Presiden Jokowi terkait nasib anaknya. (Foto Gabriel Ulu)

Kepedihan mendalam juga dirasakan oleh Gabriel Ulu Tunabenani, ayah dari Petrus Crisologus Tunabebani. Keduanya sempat berbagi kabar melalui telepon pada 26 Februari 2021 pukul 17.00 WITA, atau beberapa jam sebelum hilangnya Petrus.

“Kebetulan tanggal 28 Februari, dia sudah harus pulang ke Indonesia. Dia sudah selesai kontraknya. Ketika itu belum ada persoalan, malamnya baru kejadian. Kami bicara waktu Indonesia jam 5 sore, malamnya baru mereka berkelahi,” kata Gabriel Ulu.

Begitu pedih Gabriel Ulu mengenang anaknya yang seharusnya pulang dua hari dari kejadian. Enam tahun sudah Petrus menjadi ABK, dan bekerja di kapal di Amerika Serikat, Thailand dan Mauritius. Selama ini hampir tidak ada persoalan dengan pekerjaannya.

Gabriel Ulu mendengar pertama kali kabar hilangnya para ABK ini dari teman Petrus, yang juga bekerja di pelayaran. Namun, tidak ada pemberitahuan resmi dari pemerintah. Dia ketika itu mencari informasi sendiri, termasuk ke perusahaan pengiriman tenaga kerja tempat Petrus menerima pekerjaan. Gabriel Ulu juga melaporkan hilangnya Petrus ke polisi NTT, tetapi dijawab bahwa kasus tersebut tidak bisa ditangani polisi lokal.

Keluarga Menunggu Kepastian Nasib ABK Hilang di Mauritius
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:02:58 0:00

Harapannya kini tertuju ke Presiden Joko Widodo.

“Harapan kami ke Pak Presiden, kalau boleh dilakukan komunikasi langsung dengan pemerintah Mauritius. Biar kita bisa mengetahui pastinya seperti apa. karena pemerintah Mauritius sampai saat ini penyelidikan belum selesai. Sudah setahun belum selesai,” ujar Gabriel Ulu.

Evakuasi ABK World Dream dari KRI dr. Soeharso di perairan Kepulauan Seribu menuju Pulau Sebaru Kecil. (Foto: Dinas Penerangan AL RI)
Evakuasi ABK World Dream dari KRI dr. Soeharso di perairan Kepulauan Seribu menuju Pulau Sebaru Kecil. (Foto: Dinas Penerangan AL RI)

Perjalanan Kasus

Data yang diperoleh VOA menyebutkan pemerintah Mauritius mencatat telah terjadi keributan antara ABK asal Indonesia dan ABK dari Vietnam pada 26 Februari 2021. Dari tujuh ABK Indonesia itu, enam orang bekerja di kapal Wei Fa dan satu bekerja di De Hai 16, keduanya adalah kapal penangkap ikan berbendera Taiwan.

Sebuah kapal penangkap ikan Vietnam dan awaknya yang terdiri dari 15 orang. (Foto: Courtesy/Australian Department of Immigration and Border Protection)
Sebuah kapal penangkap ikan Vietnam dan awaknya yang terdiri dari 15 orang. (Foto: Courtesy/Australian Department of Immigration and Border Protection)

Perkelahian itu sendiri terjadi di kapal Wei Faa. Aparat keamanan setempat kemudian menarik kapal Wei Faa ke Port Luis, Mauritania. Ketika proses itu, tujuh ABK asal Indonesia sudah tidak ada di kapal. Aparat keamanan Mauritius kemudian menahan seluruh kru Wei Fa, termasuk kapten kapal yang merupakan warga negara Vietnam.

Karena ada indikasi kriminal dalam peristiwa ini, seluruh ABK Vietnam ditangkap dan diajukan ke proses hukum di Mauritania.

Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) terdekat berada di Ibu Kota Madagaskar, Antananarivo. KBRI Antananarivo menyatakan telah menyampaikan lima nota diplomatik kepada pemerintah Mauritius. Mereka juga menyelenggarakan pertemuan daring dan komunikasi secara reguler dengan instansi terkait di sana. Koordinasi juga dilakukan dengan pemerintah Taiwan untuk meminta pertanggungjawaban pemilik kapal. Dewan Pertanian dan Perikanan Taiwan (COA) sendiri sudah meminta pemilik kedua kapal memenuhi hak-hak para ABK dan menyampaikannya kepada keluarga di Indonesia.

Pada September 2021 Kepolisian Mauritius menerbitkan keterangan resmi yang menyatakan tujuh ABK Indonesia hilang sejak terakhir terlihat di kapal Wei Fa pada 26 Februari 2021. Sementara berkas penyelidikan polisi telah dilimpahkan ke Kantor Deputy Public Prosecutions (DPP) Mauritius untuk diproses lebih lanjut.

Selain Petrus dan Klaudius, ABK Indonesia yang dinyatakan hilang adalah Rudi Herdiana, Dadan, Galih Candra Kusuma, Muhamad Jafar dan Anton Pradana.

Advokasi Padma Indonesia

Kedua keluarga ini telah meminta bantuan advokasi dari Lembaga Hukum dan HAM Padma Indonesia. Mereka menginginkan kepastian nasib Petrus dan Klaudius. Menurut Direktur Padma Indonesia, Gabriel Goa, sebenarnya kunci informasi terkait hal itu ada di ABK asal Vietnam.

Gabriel Goa dari Padma Indonesia. (Foto: Dok Pribadi)
Gabriel Goa dari Padma Indonesia. (Foto: Dok Pribadi)

“Keluarga mereka sangat mengharapkan keberadaan ketujuh ABK asal Indonesia ini. Apakah mereka masih hidup atau sudah meninggal. Harapan mereka adalah masih ada titik terang, yaitu nahkoda kapal dan ABK asal Vietnam itu masih hidup dan ditahan oleh polisi di Mauritius, dengan demikian seharusnya kepastiannya itu tidak berlarut-larut,” ujar Gabriel kepada VOA.

Karena menyangkut hubungan internasional, Gabriel dan keluarga korban berharap langkah dari presiden.

“Kami mendesak kepada Presiden RI untuk segera berkoordinasi dengan Presiden Mauritius, meminta otorita kepolisian Mauritius segera memproses hukum dan mencari tahu, keberadaan saudara-saudara kami, melalui nahkoda kapal dan ABK yang saat ini ditahan dan diproses hukum di Mauritius,” lanjut Gabriel Goa.

FV Lu Rong Yuan Yu, kapal penangkap ikan berbendera China yang kandas di Pointe-aux Sables, Port-Louis, Mauritius, Senin, 8 Maret 2021. (Foto: via AP)
FV Lu Rong Yuan Yu, kapal penangkap ikan berbendera China yang kandas di Pointe-aux Sables, Port-Louis, Mauritius, Senin, 8 Maret 2021. (Foto: via AP)

Jika memang masih hidup, katanya, tentu keluarga menginginkan mereka kembali. Namun jika sudah dibunuh dan dibuang ke laut, lanjut Gabriel Goa, keluarga berharap ada hukuman berat bagi para pelaku, baik hukuman mati atau penjara seumur hidup.

“Ini sangat penting untuk memenuhi rasa keadilan dari tujuh ABK dan juga keluarga mereka yang hingga saat ini belum mengetahui keberadan mereka,” tandasnya.

Gabriel juga menyebut pihaknya tidak rela perlindungan kepada pekerja migran di luar negeri diabaikan. Khusus di sektor kemaritiman dan perikanan, hingga saat ini belum ada aturan turunan sebagai pedoman kebijakan. Karena itulah, Padma Indonesia juga mendesak kementerian terkait untuk segera menerbitkan dasar hukum yang diperlukan guna menjamin perlindungan pekerjan migran sektor kemaritiman dan kelautan di mancanegara. [ns/ah]

Recommended

XS
SM
MD
LG