Kerabat dari tujuh mahasiswa Myanmar yang dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan tertutup di negara yang dikuasai militer itu pada Selasa (6/12) meminta bantuan global, sementara para kritikus mengecam putusan itu sebagai upaya baru junta untuk membasmi perbedaan pendapat.
Para mahasiswa, semuanya berusia di bawah 25 tahun, dijatuhi hukuman oleh pengadilan militer karena diduga terlibat dalam penembakan pada bulan April yang menewaskan seorang mantan perwira militer. Mereka termasuk di antara lebih dari 130 orang yang dijatuhi hukuman mati sejak militer merebut kekuasaan dalam kudeta tahun lalu, menurut PBB.
“Semua anggota keluarga berduka. Anak-anak kami memiliki masa depan yang luar biasa. Saya ingin meminta dunia untuk membantu kami,” kata seorang saudari dari salah satu mahasiswa, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya, melalui telepon.
Hukuman bulan lalu terhadap mahasiswa Universitas Dagon itu dijatuhkan setelah militer Myanmar dikecam secara global karena mengeksekusi empat aktivis demokrasi pada Juli yang dituduh membantu “aksi teror.” Eksekusi itu adalah yang pertama di negara itu dalam beberapa dekade.
Para aktivis HAM mengatakan junta sekarang secara teratur menggunakan hukuman mati sebagai “alat politik,” dan menyerukan moratorium hukuman mati dengan tujuan dan menghapusnya sama sekali.
Tidak jelas kapan para mahasiswa tersebut akan dieksekusi. [lt/uh]
Forum