Tautan-tautan Akses

Kelompok Separatis Yaman Selatan Batalkan Rencana Deklarasi Pemerintahan Sendiri


Tentara kelompok separatis di Aden, Yaman selatan yang didukung oleh Uni Emirat Arab (foto: dok).
Tentara kelompok separatis di Aden, Yaman selatan yang didukung oleh Uni Emirat Arab (foto: dok).

Analis dan pengamat Yaman Helen Lackner mengatakan kelompok separatis di wilayah selatan kemungkinan akan membatalkan ancaman untuk membuka kembali sebuah front berbahaya dalam perang saudara yang telah berlangsung lima tahun di negara miskin itu. Ancaman tersebut dikecam oleh pendukung finansial mereka, Uni Emirat Arab, dan diperkirakan akan gagal akibat kurangnya dukungan.

Uni Emirat Arab mengumumkan 25 April 2020 tidak mendukung keputusan Dewan Transisi Selatan (Southern Transitional Council) atau STC tentang pendirian pemerintahan sendiri di sejumlah wilayah yang dikuasainya di Yaman. Menteri Luar Negeri Emirat Arab untuk Urusan Luar Negeri Anwar Gargash juga mengatakan, UEA mendesak pelaksanaan penuh perjanjian damai yang disepakati pihak selatan tahun lalu, yang dikenal sebagai Perjanjian Riyadh.

UEA secara finansial mendukung kelompok separatis STC dan menjadi pemain kunci dalam koalisi pimpinan Saudi, yang memerangi gerakan Houthi dukungan Iran di Yaman. Pakar Yaman asal Inggris Helen Lackner mengungkapkan UEA kemungkinan menahan dana untuk kelompok separatis selatan, yang menguasai Aden.

“Apakah UEA tetap terus bayar? Keluhan utama STC adalah alasan untuk mengumumkan rencana pernyataan kemerdekaan, karena orang-orang mereka tidak mendapat bayaran. Sejumlah petugas keamanan dan militer yang tidak dibayar kemungkinan besar berpindah haluan. Saya pikir alasan STC membuat keputusan itu dan mengumumkannya adalah untuk memperbaiki citra karena mereka sangat menderita akibat kelambanan dalam menangani masalah banjir dan virus corona.”

Sejak pertengahan April 2020, lebih dari 100.000 warga Yaman, khususnya di Aden, Lahij, Abyan, dan ibukota, Sana'a mengalami hujan lebat dan banjir bandang. Hal itu mencemari pasokan air, putusnya listrik, jalan-jalan rusak dan tiadanya layanan dasar bagi masyarakat.

Menurut Organisasi Dana Anak Internasional UNICEF, lebih dari 110.000 penderita diduga terkena kolera yang dicatat sejak Januari lalu. Hingga saat ini, Yaman melaporkan 21 kasus COVID-19 termasuk tiga kematian.

Lise Grande, Koordinator Kemanusiaan AS untuk Yaman mengemukakan keprihatinannya terhadap pandemi di sana, dengan mengutip "tingkat kekebalan umum yang rendah, tingkat kerentanan akut yang tinggi, dan rapuhnya sistem layanan kesehatan."

Lackner juga menyatakan STC salah perhitungan ketika mengumumkan berdirinya pemerintahan sendiri.

“Mereka terkejut dengan tanggapan negatif yang muncul, tidak hanya di dunia internasional. Semua pihak sejak lama mengatakan: Kami ingin Yaman bersatu, kami tidak ingin perpecahan. Masa depan itu harus didiskusikan dalam kerangka internasional. PBB dan Uni Eropa menyatakan hal yang sama. Tapi saya pikir, mereka mengharapkan respons yang berbeda. Yang terjadi malah semua pemerintahan wilayah lainnya segera menolaknya.”

Lackner berpendapat STC terancam dengan terputusnya dukungan militer antara Aden dan beberapa daerah pedalaman kecil yang mereka kendalikan. Hal itu juga dapat menjadi pertimbangan untuk mundur dari pernyataan kemerdekaan. [mg/ii]

XS
SM
MD
LG