Tautan-tautan Akses

Kelompok Penyanyi Perempuan di Kongo Fokus pada Isu Emansipasi


Perempuan Kongo membawa barang-barang mereka saat berjalan ke pasar di desa Kaniki-Kapangu dekat Mwene Ditu di Provinsi Kasai Oriental di Republik Demokratik Kongo, 15 Maret 2018. (Foto: Reuters)
Perempuan Kongo membawa barang-barang mereka saat berjalan ke pasar di desa Kaniki-Kapangu dekat Mwene Ditu di Provinsi Kasai Oriental di Republik Demokratik Kongo, 15 Maret 2018. (Foto: Reuters)

Satu kelompok perempuan yang membuat musik dengan peralatan rumah tangga, berupaya memberdayakan perempuan lain di Republik Demokratik Kongo. “Les Mamans du Congo” menggunakan alu dan lesung raksasa untuk mengiringi suara drum, derap kaki dan lirik-lirik yang memberi semangat.

Drumb, panci, penggorengan, alu dan lesung raksasa ini – bersama dengan derapan kaki dan tepuk tangan – membuat alunan orkestra bagi “Les Mamans du Congo,” satu kelompok perempuan yang beranggotakan lima orang dari Brazzaville di Republik Demokratik Kongo. Kelompok yang didirikan oleh penyanyi, Gladys Samba, dua tahun lalu itu bertujuan untuk memberdayakan dan mendidik perempuan di daerah setempat.

Dikenal sebagai “Mom Glad,” Samba mengatakan tradisi mengatur kemerdekaan perempuan dan penting untuk meletakkan posisi perempuan setara dengan laki-laki.

“Gagasan membentuk kelompok Les Mamans du Congo datang lewat semua yang saya lakukan sehari-hari. Faktanya ini adalah kehidupan sehari-hari, apa yang memang kami lakukan setiap hari. Karena seorang ibu Afrika, khususnya dari Kongo, terpaksa bekerja setiap pagi: mencuci piring, mencuci pakaian, mencuci semuanya," kata Samba.

"Untuk melupakan penderitaan ini, kami terbiasa bernyanyi. Kami biasanya menyanyikan lagu-lagu gereja ketika sedang bekerja. Nah berdasarkan gagsan itu saya membuat pertunjukkan yang mencerminkan citra perempuan Afrika, perempuan Kongo. Itulah sebabnya Anda melihat dan mendengar begitu banyak peralatan dapur dalam musik kami," lanjutnya.

Perempuan mencuci tangan di Goma, Republik Demokratik Kongo, 31 Juli 2019. (Foto: AFP)
Perempuan mencuci tangan di Goma, Republik Demokratik Kongo, 31 Juli 2019. (Foto: AFP)

Dengan campuran alunan rap dan musik tradisional Lari, perempuan-perempuan ini menyanyikan lagu-lagu yang memberi semangat, yang menyorot sejarah warga mereka dan memudahkan perempuan-perempuan setempat memahami lagu dan pesan yang terkandung di dalam liriknya, yaitu tentang emasipasi.

Emira Faye Madieta. yang merupakan seorang mahasiswa, mengatakan ia memutuskan menjadi bagian dari “Les Mamans du Congo” setelah mendengar lagu-lagu mereka.

“Pertama, musiknya sangat menyentuh saya. Saya terasa seperti di surga ketika mendengar musik Les Mamans du Congo. Mereka menunjukkan kepada kami hal yang tidak pernah kami bayangkan. Berkas Les Mamans du Congo kami belajar bagaimana masyarakat kami bekerja," kata Emira.

Perubahan elemen dalam masyarakat Kongo merupakan salah satu hal yang mendorong pembentukan kelompok ini. Faustin Keoua Leturmy yang menjadi manajer kelompok ini mengatakan.

“Kesulitannya sangat besar karena ada tradisi bahwa yang utama dan yang terpenting adalah perempuan berada di rumah, dan sebagai ibu rumah tangga terkadang sangat sulit untuk membagi waktu antara bekerja sebagai musisi dan bekerja di rumah," kata Faustin.

"Selain itu dalam perjalanan kelompok ini, kiami menghadapi beberapa kerumitan lain dengan perempuan-perempuan yang menerima ancaman setelah pertunjukan. Mereka tidak lagi kembali karena suami mereka memaksa untuk membuat pilihan, di rumah atau bermusik," tambahnya.

Band ini melesat dan meraih keberhasilan di Kongo, juga dengan tur di negara-negara Afrika dan Eropa; tetapi pandemi membuat mereka harus menangguhkan pertunjukkan live tahun ini. Hal ini tidak menyurutkan semangat mereka. Pandemi Covid-19 membuat mereka lebih intensif berlatih bersama.

“Saya kira krisis kesehatan ini memukul para seniman. Kami jadi tidak bisa melangsungkan pertunjukkan lagi. Tapi kami bisa berlatih. Kami jadi punya waktu untuk memperbaiki kekurangan dan menambah detil pada musik kami. Jadi ini menarik. Berada di rumah, berlatih dan mencari inspirasi baru," kata Samba.

Selain mengirim pesan lewat musik, Les Mamans du Congo membuat asosiasi yang disebut Les Femmes au Foyer, yang menjadi wahana di mana para sukarelawan mengajar ibu-ibu muda agar memiliki kemandirian secara finansial, mengajarkan tentang keluarga berencana dan layanan kesehatan, dan banyak lainnya.

Pada masa pandemi ini anggota-anggota kelompok band ini juga ikut mendistribusikan makanan dan pasokan bagi yang membutuhkan.

Tombo Alida, yang baru melahirkan bayinya beberapa minggu lalu, mengatakan asosiasi itu memberinya manfaat sangat besar.

“Asosiasi ini melakukan banyak hal untuk saya. Sebelumnya saya bahkan tidak bisa membeli barang kebutuhan pokok, lalu saya mendapat nasehat dari mereka. Saya belajar mengatur rumah saya, membeli kebutuhan yang paling penting, mendidik dan mengawasi anak-anak," kata Tombo.

Les Mamans du Congo dijadwalkan untuk meluncurkan single pertama mereka akhir November ini ketika secara perlahan-lahan mereka kembali ke kehidupan normal, dan mungkin akan membuat mereka bisa melangsungkan pertunjukan live lagi. [em/jm]

XS
SM
MD
LG