Tautan-tautan Akses

Kelompok HAM: Ratusan Ilmuwan Uighur Ditahan di China


Tangkapan layar laman akun Linkedin Tursunjan Nurmamat, pakar biologi molekular dari Wilayah Otonomi Xinjiang Uighur di barat daya China. Nurmamat menghilang di China pada 2021 saat dia bekerja sebagai editor sains.
Tangkapan layar laman akun Linkedin Tursunjan Nurmamat, pakar biologi molekular dari Wilayah Otonomi Xinjiang Uighur di barat daya China. Nurmamat menghilang di China pada 2021 saat dia bekerja sebagai editor sains.

China menjadi salah satu negara di mana banyak ilmuwan dan intelektual, khususnya dari Uighur, telah menghilang selama bertahun-tahun, menurut laporan terbaru dari Index on Censorship, organisasi yang mendukung kebebasan berekspresi global. Laporan tersebut menyoroti pembungkaman ilmuwan dan ilmu pengetahuan di seluruh dunia.

Dalam beberapa tahun terakhir, organisasi hak asasi manusia (HAM) Uyghur Hjelp mencatat lebih dari 200 kasus ilmuwan Uighur dan profesional sains lainnya yang dipenjara di China, menurut Abduweli Ayup, pendiri kelompok yang berbasis di Norwegia tersebut.

Salah satu yang paling dikenal adalah Tursunjan Nurmamat, yang menempuh pendidikan pascasarjana di Amerika Serikat. Nurmamat, berasal dari Daerah Otonomi Uighur Xinjiang di China barat laut. Ia mengambil spesialisasi ilmu biologi molekuler dan bekerja sebagai editor sains ketika ia menghilang pada 2021.

Selain itu, ia menerjemahkan buku-buku nonfiksi berbahasa Inggris tentang sains dan ilmuwan ke dalam bahasa Uighur. Ia menggunakan nama pena terkenal, Bilge, untuk terjemahannya yang dipublikasi. Kemudian hasil kerja itu dibagikan melalui akun media sosialnya di China.

Universitas Tongji di Shanghai, tempat di mana Nurmamat pernah bekerja, mengonfirmasi kepada wartawan Radio Free Asia pada Juli 2021 bahwa dia ditangkap dan diperiksa sejak April tahun itu.

Menanggapi permintaan VOA untuk informasi lebih lanjut, Liu Pengyu, juru bicara Kedutaan Besar China di Washington, mengatakan dalam pernyataan tertulis, “Saya tidak mengetahui kasus spesifik ini, jadi saya tidak memiliki informasi untuk dibagikan. China adalah negara yang berdasarkan hukum, dan saya yakin lembaga peradilan serta penegakan hukum menjalankan tugas mereka sesuai dengan hukum.”

Tepat sebelum penangkapannya oleh polisi Xinjiang, Nurmamat mengumumkan jabatan barunya sebagai editor sains di Cell Press, penerbit jurnal ilmiah yang berbasis di Cambridge, Massachusetts.

“Ketika saya terakhir kali berbicara dengannya sebelum dia menghilang secara paksa, dia mengatakan bahwa dia ‘terjebak dan tidak bisa pergi,’” kata seorang teman Uighur yang kini tinggal di Kanada.

Sejumlah aktivis Uighur di Vancouver, Kanada, berdemo untuk memprotes perlakuan China terhadap etnis Uighur, 8 Mei 2019. (Foto: Jason Redmond/AFP)
Sejumlah aktivis Uighur di Vancouver, Kanada, berdemo untuk memprotes perlakuan China terhadap etnis Uighur, 8 Mei 2019. (Foto: Jason Redmond/AFP)

Warga Uighur yang kini tinggal di Kanada, bersama beberapa Uighur lain yang diasingkan di AS dan mengenal Nurmamat sebelum ia menghilang, memberikan perincian tentang situasinya kepada VOA. Mereka mengungkapkan kekhawatiran mengenai kondisi Nurmamat di penahanan China dan meminta agar identitas mereka dirahasiakan untuk melindungi keselamatan keluarga mereka di Xinjiang.

Joseph Caputo, kepala media dan komunikasi di Cell Press, mengonfirmasi kepada VOA bahwa Nurmamat pernah bekerja sebentar di organisasi tersebut, tetapi tidak memberikan perincian lebih lanjut tentang situasinya saat ini.

"Tidak ada yang di luar pemerintah China yang mengetahui lokasi atau durasi hukumannya saat ini, seperti halnya banyak kasus lain yang melibatkan intelektual Uighur," kata Ayup dari Uighur Hjelp kepada VOA dalam wawancara via telepon.

Organisasi HAM Uighur melaporkan bahwa sejak 2017, China mengambil tindakan represif terhadap warga Uighur berbahasa Turki di Xinjiang. Pelanggaran HAM tersebut termasuk penahanan sewenang-wenang lebih dari 1 juta orang, kerja paksa, sterilisasi perempuan, dan penyiksaan.

Amerika Serikat (AS) dan beberapa parlemen Barat mengatakan perlakuan China terhadap Uighur tersebut dapat dianggap sebagai genosida. Kantor HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga menyatakan bahwa tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.

China membantah tuduhan tersebut, menyatakan bahwa kebijakan terkait Xinjiang diterapkan dalam konteks memerangi terorisme dan separatisme yang ekstrem. China juga menuduh kekuatan anti-China dari AS dan Barat menyebarkan disinformasi.

Tangkapan layar laman Cell Press berisi nama-nama editor yang memuat Tursunjan Nurmamat sebagai editor berbasis di Shanghai. Foto itu diunggah di blog WeChat milik Nurmamat di China, 10 April 2021.
Tangkapan layar laman Cell Press berisi nama-nama editor yang memuat Tursunjan Nurmamat sebagai editor berbasis di Shanghai. Foto itu diunggah di blog WeChat milik Nurmamat di China, 10 April 2021.

Sensor Sains Uighur

Ayup menilai kasus Nurmamat sebagai contoh penting dari penyensoran yang lebih luas yang mempengaruhi sains dan para ilmuwan Uighur.

“Pemerintah China telah menargetkan ilmuwan Uighur seperti [Nurmamat] yang telah belajar di luar negeri dan merasakan kebebasan demokratis,” kata Ayup kepada VOA. “Karyanya, termasuk terjemahan dan materi sains dalam bahasa Uighur, membuatnya menjadi sasaran.”

Ayup mencatat bahwa dengan menerjemahkan dan menulis secara luas dalam bahasa Uighur tentang sains, Nurmamat secara langsung menentang upaya China untuk menekan penggunaan bahasa Uighur dalam pendidikan.

Dalam dua dekade terakhir, warga Uighur melihat Beijing melakukan penghapusan bahasa Uighur dari kurikulum sains di sekolah-sekolah dan universitas di Xinjiang secara bertahap.

Ayup juga membandingkan kasus Nurmamat dengan kasus Tashpolat Tiyip, seorang oakar geografi Uighur terkemuka dan mantan presiden Universitas Xinjiang, di mana Nurmamat menyelesaikan gelar sarjana dan magisternya.

Tiyip menghilang pada 2017, empat tahun sebelum penangkapan Nurmamat, saat bepergian dari Beijing ke Berlin untuk sebuah konferensi ilmiah. Sejak saat itu, tidak ada informasi tentang keberadaannya atau tuduhan terhadapnya.

“Bahkan situs web Universitas Xinjiang menghapus catatan Tiyip dari daftar presiden bersejarah, meskipun masih mencantumkan mantan presiden yang melarikan diri ke Taiwan pada 1949,” kata Ayup. [ah/ft

Recommended

XS
SM
MD
LG