Tautan-tautan Akses

Thailand Loloskan UU Keamanan Siber


Kelompok HAM dan pakar-pakar industri teknologi informasi atau IT Thailand menyerukan pada parlemen untuk mengubah Undang-Undang Cybersecurity. (Foto: ilustrasi).
Kelompok HAM dan pakar-pakar industri teknologi informasi atau IT Thailand menyerukan pada parlemen untuk mengubah Undang-Undang Cybersecurity. (Foto: ilustrasi).

Kelompok HAM dan pakar-pakar industri teknologi informasi atau IT Thailand menyerukan pada parlemen untuk mengubah Undang-Undang Keamanan Siber (Cybersecurity) yang kata mereka memberikan kekuasaan tidak terbatas kepada pemerintah untuk memantau jaringan internet. 

Rancangan Undang-undang itu diloloskan oleh parlemen tanpa oposisi bulan Februari ketika Thailand masih dibawah kekuasaan junta militer yang merebut kekuasaan tahun 2014. Rancangan UU itu diberlakukan mulai bulan Mei, setelah diadakan pemilihan umum yang hasilnya mengembalikan para pemimpin kudeta ke puncak kekuasaan.

Kendati Thailand telah kembali ke bawah pemerintahan sipil, para pembangkang yang tinggal di luar negeri terus menghilang karena diculik atau dipaksa kembali ke Thailand. Para anggota parlemen dari kelompok oposisi juga mendapat tekanan, dan para pengecam pemerintah yang paling vokal terkena aksi-aksi kekerasan yang dilakukan oleh orang-orang bersenjata.

Kata Emilie Pradichit, kepala kelompok HAM Manushya, UU Keamanan Siber itu adalah alat pemerintah untuk membungkam pembela HAM.

UU itu merumuskan ancaman siber dalam tiga kategori, ancaman yang tidak kritis, ancaman kritis dan adanya krisis. Pemerintah diberi kekuasaan untuk menghadapi ancaman krisis tanpa perlu minta izin pengadilan, dan orang-orang yang dituduh tidak punya hak untuk naik banding.

Kata para pengecam, UU itu tidak merumuskan dengan pasti apa yang dimaksud sebagai tingkat ancaman tertentu dan apa yang bisa dianggap sebagai ancaman bagi “keselamatan nasional,” sehingga membuka peluang untuk pelanggaran HAM.

Lima bulan yang lalu, Manushya mengadakan pertemuan dengan kelompok-kelompok HAM, pakar industri dan pakar siber untuk menyusun amandemen atas UU Siber itu.Diantara yang ikut dalam pembicaraan adalah Koalisi Internet Asia, yang mewakili Google, Facebook dan sejumlah pakar lainnya.

Laporan yang dikeluarkan kelompok itu hari Senin di Bangkok mengusulkan puluhan amandemen, termasuk keharusan mendapatkan perintah pengadilan untuk bertindak, walaupun dalam keadaan darurat. Para tertuduh juga harus mendapat hak untuk naik banding, dan dibentuknya badan pengawas kegiatan pemerintah. Juga disebutkan bahwa pemerintah harus bisa menunjukkan bukti-bukti adanya ancaman sebelum bertindak. [ii/em]

XS
SM
MD
LG