Selama hampir 40 tahun, mulai tahun 1930an, ketika para peneliti pemerintah dengan sengaja membiarkan ratusan laki-laki kulit hitam meninggal karena penyakit sifilis di Alabama supaya mereka dapat mempelajari penyakit itu, sebuah yayasan di New York menanggung biaya pemakaman mereka yang meninggal. Pembayaran itu sangat penting bagi para penyintas pada waktu dan tempat yang dikoyak oleh kemiskinan dan rasisme.
Meskipun terdengar altruistik, cek pembayaran yang paling banyak bernilai 100 dolar itu, bukan tindakan amal yang sederhana. Ini adalah bagian dari skema yang hampir tak terbayangkan.
Untuk mendapatkan uang itu, para janda atau orang-orang terkasih lainnya harus mengijinkan dokter mengiris tubuh orang-orang yang meninggal itu untuk diotopsi, yang akan merinci kerusakan akibat penyakit keturunan yang buruk.
Lima puluh tahun setelah studi sifilis Tuskegee yang terkenal itu terungkap pada publik dan dihentikan, organisasi yang melakukan pembayaran untuk pemakaman tersebut, Milbank Memorial Fund, secara terbuka Sabtu lalu (11/6) minta maaf kepada keturunan korban studi tersebut.
Langkah ini berakar dari tanggapan atas protes massa terhadap ketidaksetaraan ras setelah pembunuhan George Flyod oleh polisi pada pertengahan tahun 2020.
Milbank Memorial Fund : “Kami Malu, Kami Menyesal”
Presiden Milbank Memorial Fund, Christopher F. Koller mengatakan “hal itu salah. Kami malu dengan peran kami. Kami sangat menyesal.”
Permintaan maaf dan sumbangan uang yang menyertai hal itu kepada kelompok keturunan para korban “The Voices for Our Fathers Legacy Foundation” disampaikan dalam suatu upacara di Tuskegee yang dihadiri anak-anak dan kerabat lain yang menjadi bagian dari studi itu.
Milbank Memorial Fund didirikan tahun 1905 oleh Elizabeth Milbank Anderson, yang merupakan bagian dari keluarga kaya raya dan memiliki koneksi yang baik, yang merupakan salah satu yayasan swasta pertama di Amerika. Menurut dokumen pajak, pada tahun 2019 lalu filantropi nirlaba itu memiliki aset bernilai 90 juta dolar dan sebuah kantor di Madison Avenue di Manhattan. Fokus awal yayasan itu adalah pada kesejahteraan anak-anak dan kesehatan masyarakat. Namun kini fokus dialihkan pada kebijakan kesehatan di tingkat negara bagian.
Presiden Milbank Memorial Fund, Christopher F. Koller mengatakan tidak ada cara yang mudah untuk menjelaskan bagaimana para pemimpin yayasan itu pada tahun 1930an memutuskan untuk membuat pembayaran tersebut, atau menjustifikasi apa yang terjadi.
“Tuskegee Effect” Masih Terasa
Sebagian warga kulit hitam Amerika pada generasi-generasi berikutnya masih khawatir mendapat perawatan kesehatan dari pemerintah karena apa yang disebut sebagai “dampak Tuskegee.”
“Dampak kajian itu benar-benar berbahaya,” ujar Koller pada Associated Press dalam wawancara sebelum upacara permintaan maaf itu. “Hal ini merupakan satu lagi contoh bagaimana laki-laki dalam penelitian ini ditipu. Kita berurusan dengan dampak penipuan itu dalam kapasitas sebagai individu, sebagai wilayah, sebagai negara,” ujarnya.
Permintaan Maaf Milbank Jadi Contoh Keadilan Restoratif
Almarhum ayah Lillie Tyson Head, Freddie Lee Tyson, adalah bagian dari penelitian itu. Ia kini menjadi presiden kelompok “The Voices for Our Fathers Legacy Foundation.” Ia menyebut permintaan maaf itu sebagai “gerakan luar biasa dan hal yang luar biasa,” meskipun terjadi 25 tahun setelah pemerintah Amerika menyampaikan permintaan maaf kepada para penyintas yang masih bertahan, atas penyelenggaraan penelitian itu. Semua penyintas penelitian itu kini sudah meninggal dunia.
“Ini benar-benar sesuatu yang bisa digunakan sebagai contoh bagaimana permintaan maaf dapat menjadi kekuatan untuk memulihkan situasi, dan bagaimana keadilan restoratif merupakan hal yang nyata,” ujar Head.
Terlepas dari kepemimpinannya dalam kelompok itu, Head mengatakan ia sendiri bahkan tidak tahu dengan peran Milbank dalam penelitian itu hingga ketika Koller meneleponnya pada musim gugur lalu. Pembayaran itu telah dibahas dalam studi akademis dan beberapa buku, tetapi keturunan korban tidak menyadari hal itu, tambahnya.
Ayah Head meninggalkan penelitian itu beberapa tahun sebelum penelitian itu berakhir karena curiga. Ia tidak pernah menerima pembayaran dari Milbank, tetapi ratusan lainnya yang menjadi subyek penelitian menerima pembayaran itu.
Beberapa organisasi dan universitas terkemuka lainnya, termasuk Harvard dan Georgetown dan negara bagian California, telah mengakui hubungan mereka dengan rasisme dan perbudakan.
Sejarawan Susan M. Reverby, yang menulis buku tentang penelitian ini, mengkaji partisipasi Milbank Fund atas permintaan dana itu. Ia mengatakan permintaan maafnya dapat menjadi contoh bagi kelompok lain yang terkait rasisme sistemik.
“Ini sangat penting karena pada saat bangsa begitu terpecah, bagaimana kita menghadapi rasisme akan menjadi sangat rumit,” ujarnya. “Menghadapi hal ini sulit, dan mereka sebenarnya tidak harus melakukan hal ini. Saya pikir ini adalah contoh yang sangat baik dari sejarah sebagai apa yang disebut keadilan restoratif.”
Ratusan Laki-Laki Kulit Hitam Jadi Subyek Penelitian Tanpa Sepengetahuan Mereka
Mulai tahun 1932 pekerja medis pemerintah di beberapa lokasi di pinggir Alabama tidak memberikan pengobatan pada laki-laki kulit hitam yang tidak curiga bahwa mereka telah tertular sifilis, sehingga dokter dapat melacak penyakit ini dan membedah tubuh mereka setelah mereka meninggal.
Dari sekitar 620 laki-laki yang diteliti, 430 di antaranya mengidap sifilis. Studi Reverby mengatakan Milbank mencatat memberikan sekitar 20.150 dolar untuk sekitar 234 otopsi yang dilakukan.
Penelitian ini diungkap oleh Associated Press pada tahun 1972. Penelitian itu berakhir dan orang-orang yang menjadi subyek penelitian mengajukan gugatan hukum, menghasilkan penyelesaian pembayaran hingga sembilan juta dolar. Keturunan mereka masih mencari sisa dana, yang dalam dokumen pengadilan disebut sebagai jumlah yang “relatif kecil.”
The Milbank Memorial Fund terlibat dalam hal ini pada tahun 1935 ketika surgeon general ketika itu, Hugh Cumming, mengupayakan anggaran yang sangat penting pada saat itu untuk membujuk keluarga subyek penelitian itu untuk menyetujui proses otopsi.
Keputusan untuk menyetujui pendanaan itu dibuat oleh sekelompok laki-laki kulit putih yang memiliki hubungan dekat dengan pejabat kesehatan federal tetapi tidak terlalu memahami kondisi di Alabama atau norma budaya Black Southerners yang melihat proses penguburan secara bermartabat sebagai suatu hal yang sangat penting, demikian papar Koller.
“Salah satu pelajaran berharga bagi kami adalah jika perspektif Anda tidak terlalu beragam dan tidak memperhatikan konflik kepentingan, maka kita akan menghasilkan keputusan buruk,” tambah Koller.
Sejarawan Susan M. Reverby mengatakan pembayaran oleh Milbank Memorial Fund menjadi kurang penting seiring berakhirnya Depresi Besar dan semakin banyak keluarga kulit hitam yang mampu membayar asuransi untuk pemakaman. Gugatan hukum terhadap Milbank, yang awalnya disebut sebagai terdakwa kasus ini, akhirnya dicabut.
Kematian George Flyod Dorong Perbaikan
Beberapa tahun kemudian diterbitkan sejumlah buku, termasuk buku karya Susan M. Reverby “Examining Tuskegee, The Infamous Syphilis Study and Its Legacy.” Buku yang diterbitkan tahun 2009 ini merinci keterlibatan dana yang dibayarkan Milbank Memorial Fund.
Tetapi baru setelah kematian George Flyod di tangan polisi Minneapolis, dimulai kembali dialog di antara staf Milbank yang sekarang jauh lebih beragam dan mendorong para pemimpin yayasan itu untuk mengkaji ulang peran mereka dalam penelitian tersebut. “Baik staf dan dewan merasa harus menghadapi hal ini dengan cara yang belum pernah dilakukan sebelumnya,” ujarnya.
Selain menyampaikan permintaan maaf publik dalam pertemuan keluarga keturunan korban, Milbank Memorial Fund memutuskan untuk menyumbangkan sejumlah dana yang tidak diungkapkan jumlahnya, kepada “The Voices for Our Fathers Legacy Foundation.” Dana itu akan digunakan untuk memberikan beasiswa kepada keturunan subyek penelitian tersebut.
Kelompok ini juga berencana membuat tugu peringatan di Universitas Tuskegee yang berfungsi sebagai saluran pembayaran dan merupakan lokasi rumah sakit tempat para pekerja medis yang mengawasi laki-laki kulit hitam yang ketika itu menjadi subyek penelitian.
Meskipun telah banyak yang berubah sejak pembayaran penguburan pertama kali disetujui hampir 100 tahun lalu, Reverby mengatakan tidak ada hal apapun yang dapat menjustifikasi apa yang terjadi. “Dokumen-dokumen menunjukkan dengan sangat jelas, sifilis tidak diobati,” ujarnya lirih. “Tidak diperlukan gelar doktor untuk mengetahui hal itu, dan mereka tetap melakukannya dari tahun ke tahun.” [em/lt]