Dua biro Departemen Luar Negeri AS tidak dapat membuktikan kepatuhannya pada kebijakan internal, untuk memeriksa latar belakang badan-badan bantuan di Afghanistan yang dikuasai Taliban, yang menerima dana $293 juta. Hal itu meningkatkan risiko bahwa kelompok ekstremis itu mungkin mendapat manfaatnya, kata badan pengawas AS, Rabu (17/7).
“Sangat penting bagi negara untuk mengetahui siapa yang sebenarnya mendapat manfaat dari bantuan itu, untuk mencegah bantuan tersebut dialihkan ke Taliban atau pihak lain yang terkena sanksi,” kata laporan Inspektur Jenderal Khusus untuk Rekonstruksi Afghanistan, atau SIGAR.
Taliban, kata laporan itu, mencoba memperoleh dana bantuan AS “melalui beberapa cara, termasuk membentuk organisasi kemanusiaan,” yang menggarisbawahi perlunya departemen itu untuk “ menilai secara penuh dan konsisten risiko yang ditimbulkan oleh mitra-mitra pelaksananya."
SIGAR mengatakan, tiga dari lima biro Departemen Luar Negeri didapati mematuhi peraturan departemen yang mewajibkan pemeriksaan penerima dana bantuan itu.
Namun Biro Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Perburuhan, serta Biro Urusan Narkotika Internasional dan Penegakan Hukum, tidak dapat memberikan dokumentasi yang cukup, untuk membuktikan kepatuhan mereka. “Negara tidak dapat menunjukkan kepatuhan terhadap persyaratan pemeriksaan latar belakang mitranya, untuk bantuan yang telah disalurkan sedikitnya $293 juta di Afghanistan,” lanjutnya.
Maka, “ada risiko bahwa teroris dan individu serta entitas yang berafiliasi dengan teroris, mungkin memperoleh keuntungan secara ilegal,” katanya.
AS tetap menjadi penyumbang terbesar bagi Afghanistan yang miskin, hampir tiga tahun setelah Taliban merebut Kabul, ketika AS melakukan penarikan pasukan yang kacau, setelah 20 tahun berperang melawan militan Islamis itu.
Sejak penarikan pasukan AS pada 30 Agustus 2021, Washington telah memberikan bantuan lebih dari $17,9 miliar ke Afghanistan. [ps/lt]
Forum