Bersebelahan dengan Bandung, Kota Cimahi tak kalah kreatif. Industri kuliner, fesyen, dan desain juga bermunculan di kota berpenduduk setengah juta orang ini. Namun, ketika Cimahi harus menentukan produk kreatif unggulan, pilihannya jatuh kepada industri animasi.
“Pemilihan animasi juga bukan yang gampang, karena di Cimahi aktivitas kuliner, fashion, atau aktivitas kreatif lainnya banyak,” ujar Rudy Suteja, yang pernah jadi Ketua Cimahi Creative Association (CCA) dua periode.
“Tapi waktu itu melihatnya ada sebuah persaingan antar kota. Nggak mungkin lah Cimahi berhadapan dengan kota Bandung yang fashion designer di Bandung jago. Nggak mungkin berhadapan dengan kulinernya. Kira-kira apa ya yang membedakan? Saat itulah dipilih digital, khususnya ke animasi,” kisahnya dalam Rabu Satu Talkshow di Cimahi, Rabu (3/4) malam.
Kota ini membentuk Cimahi Creative Association (CCA) pada 2009 sebagai wadah industri kreatif. Animasi menjadi denyut kegiatan utama asosiasi ini.
Dalam perkembangannya, banyak warga Cimahi yang menekuni animasi, ditambah pelaku animasi yang berdatangan ke kota ini. Pada 2018, kota ini diperkirakan memiliki 500-600 animator dan 10 persennya sudah tersertifikasi.
“Malah orang-orang Cimahi ini tidak hanya mendidik orang Cimahi tapi mendidik orang-orang lain. Lucunya ada sekelompok orang datang ke Cimahi nggak mau pulang ke daerahnya. Mereka membentuk perusahaannya di Cimahi. Karena ekosistem dan iklimnya sudah enak di Cimahi,” jelasnya dalam kesempatan yang sama.
Banyak karya yang telah lahir dari tangan animator kota ini. Sebut saja “Keluarga Somat” yang pernah tayang di TV dan ‘Riki the Rhino’.
Guna mendukung talenta warganya, Pemerintah Cimahi Sudah 6 kali menggelar Baros International Animation Festival (BIAF). Ajang ini berupaya mempertemukan pelaku animasi dengan investor sejumlah negara seperti Malaysia, Singapura, dan Perancis.
Indonesia Terus Akselerasi Ekonomi Kreatif
Industri kreatif di Indonesia telah melalui perjalanan panjang. Galih Sedayu dari Indonesia Creative City Networks (ICCN) mengatakan, wilayah Bandung adalah salah satu pelopornya.
“Bandung 1990-2000 dia mulai tumbuh kayak distro. Setelah itu baru kehadiran Bandung Creative City Forum (BCCF) pada 2008. Pemerintah itu pada waktu itu belum tahu (ekonomi kreatif), barulah pada 2012 di bawah Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Sejak itu, perhatian pemerintah terus meningkat. Ketika Joko Widodo menjabat presiden, dia membentuk Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf). Komitmen Jokowi juga, ujar Galih, tercermin dalam pidatonya pada 2017 bahwa masa depan Indonesia ada pada ekonomi kreatif.
Indonesia mencatat 17 juta orang bergantung pada industri kreatif. Pendapatan dari industri ini pun terus meningkat. Pada 2017, industri kreatif menyumbang 1.000 triliun, naik 7,44% dari tahun sebelumnya. Kuliner menyumbang nilai terbesar disusul fesyen.
Bekraf terus mendorong industri kreatif utamanya di kota-kota seperti Bandung, Pekalongan, Yogyakarta, Solo, dan Jakarta. Bandung dan Pekalongan bahkan sudah masuk daftar kota kreatif UNESCO.
Galih mengatakan, industri kreatif sangat menghargai ide dan kreativitas. Contohnya, ujar dia, novel Dilan karya Pidi Baiq yang diangkat jadi film. Film Dilan mendapatkan keuntungan besar karena ditonton 6 juta orang.
“Jadi 6 juta penonton. Bayangin kalau 6 juta penonton misalnya dia (Pidi Baiq) dapat 1.000 perak saja, dikalikan 6 juta, itu sudah 6 miliar. Itu hasil dari ide, hasil kreativitas dia,” ujarnya.
Tips Masuk Industri Kreatif ala Choky Sitohang
Meski begitu, masuk industri kreatif bukannya mudah. Presenter yang kini jadi politisi, Choky Sitohang, mengatakan masyarakat masih menganggap industri kreatif tidak menjanjikan dibanding bekerja kantoran. Padahal anggapan itu bisa keliru.
“Jadi orang yang rapi, pakai jas, naik di gedung bertingkat, belum tentu menghasilkan lebih banyak ketimbang entrepreneur. Jadi jangan cuma main aman, kalau saudara punya bakat untuk dikembangkan,” ujarnya yang jadi caleg DPR dari Partai Perindo dapil Cimahi dan Kota Bandung ini.
Choky mengawali karirnya dari radio, televisi, jadi pembicara publik, dan kini membuka bisnis kuliner. Semuanya bagian dari industri kreatif.
Dia mengatakan, penolakan bisa saja datang dari orang terdekat. Yang penting, ujarnya, adalah memohon restu dan membuktikan diri bisa berhasil.
“Kalau mau masuk industri kreatif, kita mesti berani menyatakan kepada keluarga kita ‘ saya sayang sama kalian tapi kalian nggak punya kuasa apapun atas kehidupan saya yang sudah dewasa’. Saya butuh didukung, minimal restu, lalu Anda buktikan,” pesannya. (rt/em)