Tautan-tautan Akses

Kamboja Setujui RUU yang Hukum Penyangkal Genosida Khmer Merah


Mantan sipir Khmer Merah, Kaing Guek Eav alias Duch (tengah) dalam pengadilan di Phnom Penh, Kamboja (3/2).
Mantan sipir Khmer Merah, Kaing Guek Eav alias Duch (tengah) dalam pengadilan di Phnom Penh, Kamboja (3/2).

RUU tersebut menetapkan "penuntutan terhadap setiap individu" yang membantah atau membenarkan kekejaman yang dilakukan oleh Khmer Merah, menurut pernyataan pemerintah.

Pemerintah Kamboja menyetujui rancangan undang-undang (RUU) yang akan menjatuhi hukuman penjara lima tahun bagi siapa saja yang menyangkal kekejaman – termasuk genosida –yang dilakukan rezim Khmer Merah.

Persetujuan itu diumumkan seorang juru bicara pada Sabtu (24/1).

Gerakan ultra-Maois yang dipimpin oleh Pol Pot, yang dikenal sebagai "Saudara Nomor Satu", bertanggung jawab atas kematian sekitar dua juta orang akibat kelaparan, penyiksaan, kerja paksa, dan eksekusi massal selama masa pemerintahannya dari 1975 hingga 1979.

RUU yang bertujuan mencegah terulangnya kejahatan Khmer Merah dan memberikan keadilan bagi para korban tersebut disetujui dalam rapat kabinet yang dipimpin oleh Perdana Menteri Hun Manet pada Jumat, ujar juru bicara pemerintah, Pen Bona, kepada AFP.

RUU tersebut menetapkan "penuntutan terhadap setiap individu" yang membantah atau membenarkan kekejaman yang dilakukan oleh Khmer Merah, menurut pernyataan pemerintah.

Pasal-pasal tersebut sebelumnya menjadi landasan pengadilan, yang didukung Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dalam mengadili para pemimpin Khmer Merah pada sembilan tahun lalu.

Menurut RUU yang terdiri dari tujuh pasal itu, individu yang "mengingkari kebenaran tentang masa lalu yang pahit" dapat dijatuhi hukuman penjara antara satu hingga lima tahun dan dikenakan denda sebesar $2.500 (Rp40,4 juta) hingga $125.000 (Rp2 miliar).

RUU ini, yang diajukan beberapa bulan menjelang peringatan 50 tahun pengambilalihan Kamboja oleh Khmer Merah pada pertengahan April, akan segera dikirim ke parlemen untuk mendapatkan persetujuan, kata Pen Bona.

Mantan Perdana Menteri Kamboja Hun Sen, ketua Senat, berbicara tentang rencana pembangunan segitiga antara Kamboja, Laos, dan Vietnam, di Phnom Penh, pada 23 Juli 2024. (Facebook/Samdech Hun Sen dari Kamboja)
Mantan Perdana Menteri Kamboja Hun Sen, ketua Senat, berbicara tentang rencana pembangunan segitiga antara Kamboja, Laos, dan Vietnam, di Phnom Penh, pada 23 Juli 2024. (Facebook/Samdech Hun Sen dari Kamboja)

RUU tersebut dibuat atas permintaan mantan pemimpin Kamboja yang cukup berpengaruh, Hun Sen, yang pada Mei mengklaim bahwa beberapa politisi masih menolak mengakui genosida Khmer Merah, dan meminta pemerintah untuk menjatuhkan sanksi hukum.

RUU tersebut akan menggantikan undang-undang serupa yang juga diprakarsai oleh Hun Sen dan disahkan pada 2013, yang melarang penyangkalan terhadap kejahatan yang dilakukan oleh rezim komunis Khmer Merah, dengan hukuman hingga dua tahun penjara.

Kelompok hak asasi manusia menuduh Hun Sen, yang memerintah Kamboja selama hampir empat dekade, menggunakan sistem hukum untuk melemahkan oposisi.

Hun Sen, yang sebelumnya juga merupakan anggota Khmer Merah, mengundurkan diri pada 2023 dan menyerahkan jabatan perdana menteri kepada putra sulungnya, Hun Manet.

Sebuah pengadilan di Kamboja, yang didukung PBB, menjatuhkan vonis bersalah terhadap dua pemimpin Khmer Merah atas kejahatan genosida dalam sebuah putusan pada 2018. [ah/gg]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG