Satu dari empat siswa SMA, dan satu dari 10 siswa SMP di Amerika, telah menggunakan e-cigarette atau rokok elektrik dalam 30 hari terakhir, dengan aroma favorit mint atau mentol.
Temuan mencengangkan dari dua kajian terpisah itu diterbitkan pada Selasa (5/11) di Journal of American Medical Association. Survei Penggunaan Tembakau oleh Remaja Amerika pada 2019 yang dilakukan oleh Badan Pangan dan Obat-Obatan (FDA) mendapati bahwa kini 5,3 juta remaja Amerika menggunakan ‘’vape’’ atau rokok elektrik secara teratur, dibanding sekitar 3,6 juta remaja pada 2018 lalu.
Studi itu mendapati bahwa upaya pejabat-pejabat pemerintah negara bagian dan pemerintah federal untuk mencegah ‘’vaping’’ oleh anak di bawah umur telah gagal, meskipun ada larangan penjualan e-cigarettes kepada siapa pun yang berusia di bawah 18 tahun. Larangan itu berlaku juga untuk enjualan seluruh produk ‘’vaping’’ beraroma atau mengandung rasa apapun, kecuali rasa mint dan mentol.
Kajian ini juga mendapati bahwa Juul adalah merk yang disukai oleh hampir 60 persen siswa SMP.
Sementara itu studi lainnya yang dilakukan oleh peneliti di Universitas Southern California mendapati bahwa sebagian besar remaja lebih menyukai rokok elektrik beraroma mint dibanding mentol.
Kedua kajian itu dilakukan ketika pemerintah federal mempertimbangkan larangan terhadap seluruh rokok elektrik beraroma apapun selain rasa tembakau.
Temuan itu ‘’menyerukan diambilnya tindakan drastis. Kita sedang berada di tengah krisis rokok elektrik, dampaknya bisa puluhan tahun," ujar Erika Sward, juru bicara Asosiasi Paru-Paru Amerika.
Juul, merk ‘’vaping’’ terlaris di Amerika, bulan lalu menghentikan secara sukarela penjualan semua produk ‘’vaping’’ rasa buah-buahan dan makanan penutup. Tetapi langkah itu tidak mencakup aroma mint dan mentol. Juul juga berjanji untuk tidak melakukan lobby terhadap upaya pemerintah federal melarang semua rasa rokok elektriknya. [em/pp]