JAKARTA —
Dalam paparannya mengenai Catatan Awal Tahun Kepemimpinan Ekonomi Baru 2014, di Jakarta, Senin (27/1), Ketua Umum Kadin Indonesia, Suryo Bambang Sulisto, mengatakan, jika ingin ekonomi Indonesia stabil pada tahun ini dan tahun-tahun berikutnya, Presiden RI mendatang harus mampu menciptakan iklim investasi kondusif agar arus modal terus masuk ke Indonesia. Untuk itu ditegaskannya presiden hasil Pemilu 2014 harus berpihak kepada dunia usaha.
“Indonesia ini negara besar, setiap tahunnya ada 2 juta pencari pekerjaan baru, jadi kita harus bisa tumbuh dengan pesat untuk bisa menciptakan lapangan kerja, dan kita bisa tumbuh apabila iklimnya kondusif, apabila arus investasi tetap masuk dengan lancar. Ini penting disadari oleh pemimpin-pemimpin yang akan datang, kebijakan ekonominya harus tepat, harus yang mendukung, jangan yang merugikan, yang APBNnya segitu besar bebannya padahal manfaatnya juga sulit kita ukur,” kata Suryo Bambang Sulisto.
Menurut Ketua Umum Kadin Indonesia, pemerintahan Presiden Yudhoyono sudah berusaha meningkatkan perkenomian dan hasilnya positif pada beberapa sektor, seperti peningkatan pajak, perdagangan saham dan beberapa sektor usaha lain. Namun menurutnya pemerintahan Presiden Yudhoyono tetap mempertahankan subsidi bahan bakar minyak atau BBM, merupakan langkah salah. Selain itu pemerintah melakukan pengetatan uang menurutnya juga tidak tepat karena justeru membuat dunia usaha tidak bergerak.
“Perekonomian Indonesia memprihatinkan, karena disisi suplai kita mengalami stagnasi pertumbuhan sehingga tidak dapat mengimbangi dinamika konsumsi domestik, kegiatan ekonomi dan sektor yang kredibel, industri dan pertanian kurang berkembang sehingga harus mengimpor dalam jumlah cukup besar, " jelas Suryo Bambang Sulisto.
"Keadaan ini memicu defisit perdagangan, defisit neraca transaski berjalan, meningkatkan pengeluaran cadangan devisa yang sangat besar, namun tidak perlu mengambil jalan pintas pengetatan dengan likuiditas , dapat mengorbankan dunia usaha sektor riil, pemerintah dapat mengendalikan inflasi dengan cara menigkatkan suplai dan kapasitas serta memperlancar arus barang, sehingga dunia usaha dapat lebih leluasa bergerak dibandingkan dengan cara pengetatan uang,” lanjutnya.
Hal senada juga disampaikan Ketua Lembaga Pengkajian, Penelitian dan Pengembangan Ekonomi (LP3E) Kadin Indonesia, Didik Rachbini. Menurutnya presiden mendatang harus berani mengurangi bahkan menghapus subsidi BBM dan mengalokasikannya untuk hal lain terutama untuk infrastruktur.
“Jadi tidak bisa capres itu hanya senyam senyum, disiarkan terus popularitasnya tinggi, di negara-negara manapun yang demokrasinya sudah semakin bagus ditanyakan policy pada subsidi BBM apa, pada kemiskinan apa, pada kelautan apa, pada pajak apa, tapi kalau posisi Kadin sudah jelas," kata Didik Rachbini.
"Subsidi BBM itu terbukti sudah menggerogoti APBN dan punya pengaruh pada impor yang luar biasa besar, cadangan devisanya berkurang habis, nilai tukarnya terdepresiasi langsung, kalau Kadin itu kan tidak memproyeksikan siapa capresnya, tetapi mengantisipasi nanti siapa presidennya sudah dilakukan, kita akan memberikan pikiran-pikiran dan ini merupakan kontribusi terbaik dari Kadin bahwa Kadin tidak hanya ngurus usaha tapi ngurus bangsa,” lanjutnya.
Dalam catatannya Kadin Indonesia juga berharap pemerintahan baru mampu mengantisipasi faktor eksternal agar dampak negatif terhadap perekonomian Indonesia tidak berkepanjangan. Pemerintah diharapkanya juga tidak hanya berwacana bahwa Indonesia pegang pernanan penting dalam perekonomian global, namun mampu membuktikannya sehingga Indonesia tidak hanya menjadi pasar bagi produk-produk negara lain.
“Indonesia ini negara besar, setiap tahunnya ada 2 juta pencari pekerjaan baru, jadi kita harus bisa tumbuh dengan pesat untuk bisa menciptakan lapangan kerja, dan kita bisa tumbuh apabila iklimnya kondusif, apabila arus investasi tetap masuk dengan lancar. Ini penting disadari oleh pemimpin-pemimpin yang akan datang, kebijakan ekonominya harus tepat, harus yang mendukung, jangan yang merugikan, yang APBNnya segitu besar bebannya padahal manfaatnya juga sulit kita ukur,” kata Suryo Bambang Sulisto.
Menurut Ketua Umum Kadin Indonesia, pemerintahan Presiden Yudhoyono sudah berusaha meningkatkan perkenomian dan hasilnya positif pada beberapa sektor, seperti peningkatan pajak, perdagangan saham dan beberapa sektor usaha lain. Namun menurutnya pemerintahan Presiden Yudhoyono tetap mempertahankan subsidi bahan bakar minyak atau BBM, merupakan langkah salah. Selain itu pemerintah melakukan pengetatan uang menurutnya juga tidak tepat karena justeru membuat dunia usaha tidak bergerak.
“Perekonomian Indonesia memprihatinkan, karena disisi suplai kita mengalami stagnasi pertumbuhan sehingga tidak dapat mengimbangi dinamika konsumsi domestik, kegiatan ekonomi dan sektor yang kredibel, industri dan pertanian kurang berkembang sehingga harus mengimpor dalam jumlah cukup besar, " jelas Suryo Bambang Sulisto.
"Keadaan ini memicu defisit perdagangan, defisit neraca transaski berjalan, meningkatkan pengeluaran cadangan devisa yang sangat besar, namun tidak perlu mengambil jalan pintas pengetatan dengan likuiditas , dapat mengorbankan dunia usaha sektor riil, pemerintah dapat mengendalikan inflasi dengan cara menigkatkan suplai dan kapasitas serta memperlancar arus barang, sehingga dunia usaha dapat lebih leluasa bergerak dibandingkan dengan cara pengetatan uang,” lanjutnya.
Hal senada juga disampaikan Ketua Lembaga Pengkajian, Penelitian dan Pengembangan Ekonomi (LP3E) Kadin Indonesia, Didik Rachbini. Menurutnya presiden mendatang harus berani mengurangi bahkan menghapus subsidi BBM dan mengalokasikannya untuk hal lain terutama untuk infrastruktur.
“Jadi tidak bisa capres itu hanya senyam senyum, disiarkan terus popularitasnya tinggi, di negara-negara manapun yang demokrasinya sudah semakin bagus ditanyakan policy pada subsidi BBM apa, pada kemiskinan apa, pada kelautan apa, pada pajak apa, tapi kalau posisi Kadin sudah jelas," kata Didik Rachbini.
"Subsidi BBM itu terbukti sudah menggerogoti APBN dan punya pengaruh pada impor yang luar biasa besar, cadangan devisanya berkurang habis, nilai tukarnya terdepresiasi langsung, kalau Kadin itu kan tidak memproyeksikan siapa capresnya, tetapi mengantisipasi nanti siapa presidennya sudah dilakukan, kita akan memberikan pikiran-pikiran dan ini merupakan kontribusi terbaik dari Kadin bahwa Kadin tidak hanya ngurus usaha tapi ngurus bangsa,” lanjutnya.
Dalam catatannya Kadin Indonesia juga berharap pemerintahan baru mampu mengantisipasi faktor eksternal agar dampak negatif terhadap perekonomian Indonesia tidak berkepanjangan. Pemerintah diharapkanya juga tidak hanya berwacana bahwa Indonesia pegang pernanan penting dalam perekonomian global, namun mampu membuktikannya sehingga Indonesia tidak hanya menjadi pasar bagi produk-produk negara lain.