Jutaan warga Afghanistan mengamati pembicaraan damai awal antara pemerintah Afghanistan dan Taliban di Doha, Qatar. Banyak yang menunggu apakah kebebasan politik dan hak yang diperoleh selama 19 tahun terakhir akan dilindungi dalam kesepakatan damai -yang akan datang.
Juru bicara kantor politik Taliban di Qatar, Mohammad Naim menjelaskan tentang hak-hak perempuan dan kebebasan pers, serta serangan-serangan Taliban.
Topik penting pada pembicaraan damai di Doha adalah status hak-hak kaum perempuan Afganistan. Dalam wawancaranya dengan VOA, juru bicara kantor politik Taliban di Qatar, Mohammad Naim menjelaskan sudut pandang kelompok itu.
“Saya mesti mengatakan bahwa kami memiliki negara, bangsa dan nilai-nilai sendiri. Kami tidak dapat membawa nilai-nilai dari masyarakat lain dan menerapkannya ke masyarakat kami. Contohnya, kami tidak bisa membenarkan hak-hak perempuan atas dasar nilai-nilai yang ada di Amerika, Eropa, atau di negara lain. Bangsa kami sama sekali tidak menginginkan ini. Bangsa kami adalah Muslim,” ungkapnya.
Pihak lain mengatakan, lebih dari 20 tahun perempuan Afganistan melestarikan nilai-nilai keislaman mereka sementara memperoleh hak dan peluang-peluang baru.
Sharifa Zurmati anggota delegasi pemerintah Afghanistan mengatakan, “Tidak ada perempuan Afganistan yang kehilangan nilai-nilai Islami. Setiap wanita Afghanistan ingin menjalani kehidupan sehari-hari, melakukan pekerjaan pemerintah dan sosial, budaya, serta politik berdasarkan nilai-nilai budaya Islam dan Afghanistan."
Posisi Amerika dalam masalah ini tetap tegas, kata Utusan Khusus AS untuk Rekonsiliasi Afghanistan, Zalmay Khalilzad yang memberikan keterangann kepada anggota kongres Amerika bulan ini.
“Saya ingin meyakinkan Anda bahwa HAM, hak-hak perempuan, minoritas, anak-anak dan semua warga negara Afganistan khususnya perempuan adalah yang terpenting bagi Amerika,” ujarnya.
Ketika mereka terakhir berkuasa, Taliban melarang televisi dan dengan ketat mengendalikan sebagian besar radio.
Setelah Taliban tidak berkuasa pada tahun 2001, media Afganistan berkembang pesat ketika puluhan stasiun televisi dan ratusan stasiun radio diluncurkan. Kini banyak wartawan khawatir hak berbicara mereka mungkin terancam. [ps/jm]