Tautan-tautan Akses

Isu Iklim

70 Juta Lebih Warga AS Berada di Wilayah "Waspada Panas"

Seorang pria berolahraga di wilayah pegunungan di kota Phoenix, Arizona di saat cuaca panas ekstrem melanda AS (foto: ilustrasi).
Seorang pria berolahraga di wilayah pegunungan di kota Phoenix, Arizona di saat cuaca panas ekstrem melanda AS (foto: ilustrasi).

Lebih dari 70 juta orang di Amerika Serikat berada di wilayah waspada panas ekstrem pada hari Senin (17/6) ketika gelombang panas bergerak ke arah timur, dan wilayah Atlantik tengah dan New England (wilayah AS Timur Laut) kemungkinan akan mengalami suhu tertinggi pada lebih dari 32 derajat Celsius seiring berjalannya waktu. Kelembapan yang berlebihan akan membuatnya terasa semakin menyesakkan.

Tahun lalu AS mengalami paling banyak gelombang panas, berupa cuaca panas tidak normal yang berlangsung lebih dari dua hari, sejak tahun 1936. Para pejabat kembali memperingatkan warga agar mengambil tindakan pencegahan.

Sebagian besar wilayah Barat Tengah dan Timur Laut berada dalam peringatan atau kewaspadaan cuaca panas.

Panas sangat berbahaya dalam beberapa tahun terakhir di Phoenix, di mana 645 orang meninggal pada tahun 2023 karena berbagai penyebab yang terkait panas. Suhu di sana mencapai 44,4 Celsius pada hari Sabtu (15/6). Peramal layanan cuaca mengatakan suhu udara pada dua minggu pertama bulan Juni di Phoenix rata-rata lebih panas 5,6 derajat Fahrenheit dari biasanya – rekor awal terpanas pada bulan Juni di kota yang terletak di negara bagian Arizona itu.

Seorang ahli meteorologi dari Layanan Cuaca Nasional di Phoenix, Ted Whittock, menyarankan agar warga mengurangi waktu di luar ruangan antara pukul 10 pagi dan 6 sore, tetap terhidrasi dan mengenakan pakaian yang ringan dan longgar. Lebih dari 100 pusat berpendingin dibuka di kota itu dan sekitarnya, termasuk dua pusat berpendingin baru yang beroperasi pada malam hari.

Di negara tetangga New Mexico, suhu panas di dataran Chaves County termasuk Roswell diperkirakan mencapai 41,6 derajat Celcius pada hari Senin. Di Colorado selatan, suhu diperkirakan melebihi 37,7 derajat Celsius.

Di California Selatan, petugas pemadam kebakaran meningkatkan pengendalian kebakaran hutan besar di pegunungan di utara Los Angeles pada hari Senin setelah memburuk dengan cepat karena dipicu oleh angin di sepanjang jalan raya Interstate 5 pada akhir pekan.

Di California Utara, kebakaran hutan kecil yang terjadi pada hari Minggu memicu perintah evakuasi dan peringatan di daerah berpenduduk jarang di dekat Danau Sonoma.

Jason Clay, pejabat informasi publik Cal Fire (Dinas Kebakaran California) mengatakan: “Ya. Jadi kami mengalami insiden yang meluas di sini hari ini. Kebakaran Point Fire. Kita berada di sisi barat Danau Sonoma, dan kebakaran ini dipicu oleh angin panas dengan kelembapan relatif rendah.”

Kebakaran yang disebut Point Fire itu menimbulkan kepulan asap hitam dalam jumlah besar saat melintasi semak-semak dan kayu sekitar 130 kilometer arah utara dari San Francisco.

Kebakaran itu baru teratasi sekitar 15 persen.

Meskipun sebagian besar wilayah AS mengalami cuaca terik, salju pada akhir musim diperkirakan terjadi di Pegunungan Rocky utara pada hari Senin dan Selasa. Beberapa bagian Montana dan Idaho tengah-utara berada dalam peringatan badai musim dingin. Curah salju setinggi 51 sentimeter diperkirakan akan terjadi pada dataran yang lebih tinggi di sekitar Taman Nasional Gletser. [lt/ka]

See all News Updates of the Day

Badai Dahsyat Ancam California Utara dan Pasifik Barat Laut

Sebuah rumah di Gilroy, California, terkepung banjir usai badai, 9 Januari 2023. (Foto: Josh Edelson/AFP)
Sebuah rumah di Gilroy, California, terkepung banjir usai badai, 9 Januari 2023. (Foto: Josh Edelson/AFP)

Wilayah yang diproyeksikan mengalami curah hujan yang sangat deras akan membentang dari selatan Portland, Oregon, hingga utara wilayah San Francisco.

California Utara dan Pasifik Barat Laut bersiap menghadapi badai dahsyat yang diperkirakan akan datang bersamaan dengan hujan lebat dan angin kencang. Badai ini diproyeksikan akan memicu banjir bandang dan pemadaman listrik.

Pusat Ramalan Cuaca memperingatkan risiko curah hujan berlebihan yang dimulai Selasa (19/11) dan berlangsung hingga Jumat (22/11) kelembapan panjang yang membentang jauh di atas Samudera Pasifik.

Pakar meteorologi di Pusat Ramalan Cuaca Nasional, Richard Bann, mengatakan sistem badai yang meningkat dengan sangat cepat ini dikategorikan sebagai “siklon bom.”

Wilayah yang diproyeksikan mengalami curah hujan yang sangat deras akan membentang dari selatan Portland, Oregon, hingga utara wilayah San Francisco, jelas Bann.

“Waspadai juga risiko banjir bandang di dataran rendah dan badai musim dingin di dataran tinggi. Ini akan menjadi peristiwa yang berdampak,” tambahnya.

Di California utara, pengawasan banjir dan angin kencang mulai berlaku pada hari Selasa, di mana curah hujan diperkirakan mencapai 8 inci (20 sentimeter) di sebagian Wilayah Teluk San Francisco, Pantai Utara, dan Lembah Sacramento.

Peringatan pengawasan badai musim dingin juga telah dikeluarkan untuk Sierra Nevada utara di mana salju setinggi 28 sentimeter mungkin akan terjadi selama dua hari. Hembusan angin di daerah pegunungan bisa mencapai kecepatan 120 kilometer per jam. [em/jm]

G20 Didesak Ambil Tindakan untuk Tekan Pemanasan Global

Presiden Brazil Luiz Inacio Lula da Silva menghadiri sesi ketiga Pertemuan Pemimpin G20 di Rio de Janeiro, Selasa 19 November 2024.
Presiden Brazil Luiz Inacio Lula da Silva menghadiri sesi ketiga Pertemuan Pemimpin G20 di Rio de Janeiro, Selasa 19 November 2024.

Presiden Brazil membuka hari kedua pertemuan 20 negara ekonomi terbesar dunia pada Selasa (19/11), dengan mendesakkan tindakan lebih untuk memperlambat pemanasan global. Dia mengatakan, negara-negara maju harus mempercepat inisiatif mereka untuk mengurangi emisi yang merusak.

Brazil menjadi tuan rumah pertemuan G20 tahun ini, yang puncaknya diselenggarakan pada 19-20 November.

Seruan dari Presiden Luiz Inacio Lula da Silva itu disampaikan sehari setelah perwakilan dari negara-negara G20 mengeluarkan pernyataan bersama yang mendesakkan sebuah pakta untuk memberantas kelaparan, lebih banyak bantuanke Gaza, dan mengakhiri perang di Ukraina serta sejumlah tujuan lain, di tengah ketidakpastian global yang membayangi berkuasanya kembali presiden terpilih AS, Donald Trump.

Presiden Brazil, yang menjadi tuan rumah pertemuan dua hari itu, membuka sesi pada Selasa dengan fokus pada tantangan-tantangan lingkungan. Dia mengatakan bahwa negara-negara maju harus mempertimbangkan memajukan target emisi mereka, yang sebelumnya pada 2050 menjadi 2040 atau 2045.

“Negara-negara G20 bertanggung jawab atas 80 persen dampak emisi gas rumah kaca. Meskipun kita tidak melangkah dalam kecepatan yang sama, kita semua bisa mengambil satu langkah ke depan bersama,” kata Lula.

Sebagai tambahan dari sumbangan sebesar $325 juta untuk dana teknologi bersih Bank Dunia, Presiden AS Joe Biden telah mengumumkan serangkaian inisiatif yang berkaitan dengan iklim dan

pembangunan. Namun banyak dari inisiatif itu yang membutuhkan dukungan dari Trump, yang menentang proyek-proyek semacam itu dan menyebut krisis iklim sebagai sebuah “berita bohong”.

Biden juga mendesak masing-masing negara anggota G20 berkomitmen sebesar $2 miliar untuk membiayai Dana Pandemi yang didirikan pada 2022. Biden telah berjanji bahwa AS akan menyediakan dana hingga $667 juta hingga 2026, tetapi itu akan membutuhkan persetujuan Kongres.

Sementara dari Baku, Azeebaijan, para pegiat lingkungan menanggapi pernyataan kelompok 20 negara ekonomi utama, saat negosiasi COP29 memasuki tahap akhir.

Ani Dasgupta, Presiden dan CEO, World Resources Institute mengatakan,

“KTT Pemimpin G20 telah menegaskan kembali bahwa aksi iklim yang adil dan setara harus tetap menjadi pusat agenda global. Para negosiator di Baku harus membangun itu berdasar KTT Pemimpin G20, dan bersatu di belakang tujuan pendanaan iklim baru yang kuat.”

Dasgupta juga mengatakan, terpilihnya kembali Donald Trump baru-baru ini di Amerika Serikat diperkirakan akan membayangi KTT G20. Namun dia mendesak, para pemimpin G20 tetap teguh pada dedikasi mereka, untuk bekerja sama dalam beberapa isu paling mendesak di dunia, termasuk reformasi keuangan, kemiskinan, kelaparan, dan energi bersih.

“Meskipun mengirimkan sinyal positif tentang transisi energi dan kebutuhan untuk meningkatkan energi terbarukan dan meningkatkan efisiensi energi, sangat disayangkan bahwa G20 gagal menegaskan kembali komitmen untuk beralih dari bahan bakar fosil, yang disetujui semua negara di COP28 di Dubai,” ujar dia.

Dasgupta menambahkan, pada intinya, pendanaan adalah persoalan keadilan. Para pemimpin mengakui, bahwa ketidaksetaraan di dalam dan di antara negara-negara, merupakan akar dari sebagian besar tantangan global dan harus ditangani.

Dia menambahkan, para negara-negara G20 menyadari perlunya meningkatkan pendanaan iklim dengan cepat dan mencapai tujuan baru di Baku, dan mereka menekankan bahwa kolaborasi internasional adalah kunci untuk melakukannya.

“Para pemimpin menyerukan agar bank pembangunan multilateral menjadi lebih besar, lebih baik, dan lebih efektif. Langkah maju penting lainnya adalah dukungan untuk pajak kekayaan, yang dapat meningkatkan sumber daya secara signifikan untuk membantu negara-negara berkembang mengekang emisi dan mengurangi dampak perubahan iklim,” paparnya lagi.

WRI menyambut gembira, G20 mendukung platform negara, yang bertujuan mengatasi penyaluran pembiayaan iklim yang terfragmentasi dan mengalokasikan sumber daya dengan lebih baik untuk proyek-proyek berdampak tinggi.

Komitmen baru G20 untuk meningkatkan produktivitas pertanian secara berkelanjutan dan adil serta mengurangi keterbuangan dan pemborosan pangan menunjukkan bahwa negara-negara memprioritaskan isu-isu ini sebagai bagian integral dari aksi iklim, mengingat keterkaitan sistem pangan yang luas dengan iklim. [ns/ab]

Minim Kemajuan, Rasa Frustrasi Muncul dalam KTT Iklim COP29

Aktivis iklim menggelar aksi protes selama berlangsungnya COP29 di Baku, Azerbaijan. 19 November 2024.
Aktivis iklim menggelar aksi protes selama berlangsungnya COP29 di Baku, Azerbaijan. 19 November 2024.

Seiring KTT iklim COP29 di Baku, Azerbaijan, memasuki hari-hari terakhir, terdapat peningkatan rasa frustrasi karena minimnya kemajuan dalam mencapai kesepakatan pendanaan iklim, yang dianggap penting untuk mengurangi emisi dan membatasi pemanasan global.

Mukhtar Babayev, presiden COP29 Azerbaijan, mendesak para delegasi untuk lebih memperhatikan kegentingannya.

"Orang-orang mengatakan kepada saya bahwa mereka khawatir tentang status negosiasi," kata Babayev kepada para delegasi hari Senin (18/11). "Sudah saatnya mereka bergerak lebih cepat. Minggu ini kita akan menyambut para menteri dari seluruh dunia saat negosiasi mencapai tahap akhir.”

"Para politisi memiliki kekuatan untuk mencapai kesepakatan yang adil dan ambisius. Mereka harus memenuhi tanggung jawab ini. Mereka harus terlibat segera dan secara konstruktif," tambahnya.

Pendanaan Iklim

Uang menjadi pusat negosiasi COP29—atau dalam istilah COP, pendanaan iklim. Siapa yang akan membayar negara-negara miskin untuk beradaptasi dengan perubahan iklim dan beralih dari bahan bakar fosil—dan berapa biayanya?

Para perempuan memegang plakat saat menghadiri protes pro-Ukraina, pada konferensi perubahan iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa COP29, di Baku, Azerbaijan 19 November 2024. (Murad Sezer/REUTERS)
Para perempuan memegang plakat saat menghadiri protes pro-Ukraina, pada konferensi perubahan iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa COP29, di Baku, Azerbaijan 19 November 2024. (Murad Sezer/REUTERS)

Diharapkan pertemuan COP29 akan menetapkan target pendanaan baru yang ambisius. Sebagian besar perkiraan menempatkan biaya pendanaan iklim lebih dari $1 triliun setiap tahun. Dilaporkan bahwa banyak negara kaya enggan menyetujui jumlah tersebut.

Target yang ada saat ini sebesar $100 miliar per tahun, yang disepakati pada 2009, baru tercapai pada 2022.

Gagal Tepati Janji

Perwakilan Bolivia di COP29, Diego Balanza—yang memimpin blok negosiasi negara berkembang—menuduh negara-negara kaya gagal menepati janjinya selama satu dekade.

"Negara kami menderita dampak perubahan iklim yang sebagian besar disebabkan oleh emisi historis negara maju. Bagi kami sebagai negara berkembang, kehidupan rakyat kami, kelangsungan hidup mereka, dan mata pencaharian mereka, dipertaruhkan," kata Balanza kepada delegasi di Baku.

Direktur kebijakan luar negeri Bolivia dan ketua Like-Minded Group, Diego Balanza, di KTT Iklim PBB COP29 di Baku, Azerbaijan, Selasa, 19 November 2024. (Peter Dejong/AP)
Direktur kebijakan luar negeri Bolivia dan ketua Like-Minded Group, Diego Balanza, di KTT Iklim PBB COP29 di Baku, Azerbaijan, Selasa, 19 November 2024. (Peter Dejong/AP)

Ia menambahkan bahwa sebagian besar pendanaan iklim sejauh ini diberikan melalui pinjaman, bukan hibah, yang "memiliki implikasi buruk bagi stabilitas makroekonomi negara berkembang."

Lambatnya Proses

Banyak pengamat mengkritik lambatnya negosiasi di Baku. Mohamed Adow, direktur grup kampanye Power Shift Africa, menuduh tuan rumah Azerbaijan tidak bisa memimpin.

"Ini adalah salah satu COP terburuk—setidaknya, salah satu minggu pertama COP terburuk—yang saya hadiri dalam 15 tahun terakhir," kata Adow kepada VOA. "Ada kemajuan yang sangat terbatas pada pendanaan iklim dan bahkan pada aturan seputar pasar karbon dan bagaimana dunia akan mengurangi emisi."

Teatrikal

Simon Stiell, sekretaris eksekutif Perubahan Iklim PBB, pada hari Senin mendesak pihak-pihak untuk "menghentikan teatrikal."

Aktivis iklim menggelar aksi protes saat berlangsungnya COP29 di Baku, Azerbaijan, 18 November 2024.
Aktivis iklim menggelar aksi protes saat berlangsungnya COP29 di Baku, Azerbaijan, 18 November 2024.

"Masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk memastikan COP29 berhasil. Semua pihak perlu bergerak lebih cepat menuju titik temu... Saya sudah sangat tegas: pendanaan iklim bukan amal. Ini 100 persen untuk kepentingan setiap negara melindungi ekonomi dan rakyat mereka dari dampak iklim yang merajalela. Semuanya harus menyelesaikan isu yang kurang penting di awal minggu, sehingga ada cukup waktu untuk keputusan politik utama," kata Stiell.

Pengurangan Emisi

Kesepakatan COP29 yang ambisius tentang pendanaan iklim dimaksudkan untuk membuka tahap negosiasi penting berikutnya. Menjelang COP30 tahun depan di Brasil, semua negara harus menyampaikan rencana aksi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, atau disebut sebagai 'kontribusi yang ditentukan secara nasional', dengan tujuan membatasi pemanasan global hingga 1,5°C di atas level pra-industri, target kunci dari Perjanjian Paris 2016 tentang perubahan iklim.

Dalam trajektori saat ini, para ilmuwan memperkirakan dunia menuju pemanasan 2,7°C yang berpotensi katastrofik pada akhir abad ini; diprediksi akan menyebabkan cuaca ekstrem dan kenaikan permukaan laut yang meluas.

Bayang-Bayang Trump

Adow, direktur Power Shift Africa, khawatir negosiasi COP29 dibayangi oleh kemenangan pemilihan presiden AS baru-baru ini oleh Donald Trump.

Wakil Menteri Energi Ukraina Svitlana Grynchuk memberikan pidato di acara peringatan 1.000 hari perang di Ukraina selama KTT Iklim PBB COP29, Selasa, 19 November 2024, di Baku, Azerbaijan. (Joshua A. Bickel/AP)
Wakil Menteri Energi Ukraina Svitlana Grynchuk memberikan pidato di acara peringatan 1.000 hari perang di Ukraina selama KTT Iklim PBB COP29, Selasa, 19 November 2024, di Baku, Azerbaijan. (Joshua A. Bickel/AP)

Trump menarik Amerika Serikat keluar dari Perjanjian Paris tentang perubahan iklim selama masa jabatan pertamanya. Penggantinya, Joe Biden, kembali masuk ke perjanjian itu pada hari pertama menjabat.

"Saya pikir yang membayang-bayangi pembicaraan ini adalah hal yang diketahui tapi tidak pasti, seputar terpilihnya Donald Trump, dan apa yang akan dilakukan pemerintahan Trump. Jadi, negara-negara kaya sebenarnya bersembunyi di belakang Trump—dan tidak ingin menanggapi seruan yang kami terima dari negara berkembang tentang $1,3 triliun yang mereka butuhkan untuk pendanaan iklim," kata Adow kepada VOA.

Pembicaraan COP29 dijadwalkan berakhir pada hari Jumat (22/11). Batas waktu bisa diperpanjang jika kesepakatan sudah di depan mata. [th/ab]

Biden Tinggalkan ‘Warisan’ Iklim di Jantung Amazon

Presiden Amerika Serikat Joe Biden menandatangani proklamasi yang menetapkan tanggal 17 November sebagai Hari Konservasi Internasional selama tur di Museu da Amazonia saat ia mengunjungi Hutan Hujan Amazon di Manaus, Brazil, 17 November 2024. (SAUL LOEB / AFP)
Presiden Amerika Serikat Joe Biden menandatangani proklamasi yang menetapkan tanggal 17 November sebagai Hari Konservasi Internasional selama tur di Museu da Amazonia saat ia mengunjungi Hutan Hujan Amazon di Manaus, Brazil, 17 November 2024. (SAUL LOEB / AFP)

Presiden Amerika Serikat Joe Biden memulai perjalanan bersejarahnya ke Brazil hari Minggu (17/11). Ia menjadi presiden Amerika pertama yang sedang menjabat yang mengunjungi hutan hujan Amazon untuk menandai upayanya memerangi perubahan iklim. Ia juga menghadiri KTT 20 ekonomi terbesar, G20, di Rio de Janeiro, Senin (18/11), di mana iklim, pengurangan kemiskinan dan berbagai isu global lainnya dibahas. Berikut laporan kepala biro VOA di Gedung Putih Patsy Widakuswara yang mengikuti perjalanan presiden Biden.

VOA - Deforestasi, erosi pantai dan kerusakan akibat kebakaran terhadap kawasan hutan hujan terbesar di dunia merupakan beberapa pemandangan yang disaksikan Presiden Amerika Serikat Joe Biden hari Minggu lalu.

Ia adalah presiden Amerika pertama yang sedang menjabat yang mengunjungi Amazon.

Di Manaus, ibu kota negara bagian Amazonas, Biden mengumumkan bahwa di bawah pemerintahannya, Amerika Serikat melampaui target menyediakan $11 miliar per tahun dalam pendanaan iklim internasional pada tahun 2024. Itu adalah komponen penting dalam perang melawan perubahan iklim yang dilobi oleh negara-negara Global South, istilah yang mengacu pada negara dengan ekonomi dan pembangunan industri yang belum berkembang baik.

Biden mengatakan, “Perjuangan untuk melindungi planet kita secara harfiah merupakan perjuangan bagi umat manusia, bagi generasi-generasi mendatang. Ini mungkin merupakan satu-satunya ancaman eksistensial bagi seluruh negara kita dan seluruh umat manusia.”

Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengunjungi Museu da Amazonia bersama putrinya, Ashley Biden (kanan) dan cucunya Natalie Biden (kedua dari kanan), saat mereka mengunjungi Hutan Hujan Amazon di Manaus, Brazil, 17 November 2024. (SAUL LOEB/AFP)
Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengunjungi Museu da Amazonia bersama putrinya, Ashley Biden (kanan) dan cucunya Natalie Biden (kedua dari kanan), saat mereka mengunjungi Hutan Hujan Amazon di Manaus, Brazil, 17 November 2024. (SAUL LOEB/AFP)

Biden bertemu dengan para pemimpin masyarakat adat dan mengumumkan investasi Amerika Serikat di beberapa prakarsa iklim, termasuk $50 juta untuk Dana Amazon.

Dari Manaus, Biden bertolak menuju KTT 20 ekonomi terbesar, G20, di Rio de Janeiro, di mana sumber-sumber diplomatik mengatakan kepada VOA bahwa mereka khawatir upaya perubahan iklim Amerika Serikat akan dikurangi secara drastis di bawah pemerintahan Donald Trump.

Pada masa jabatannya yang pertama, Trump menarik Amerika Serikat keluar dari Perjanjian Iklim Paris, forum multilateral utama dunia untuk mengurangi dampak perubahan iklim.

Biden mengatakan ia memberi Trump dan negara peninggalan berupa “fondasi yang kuat untuk dibangun, jika mereka memilih untuk melakukannya.”

Biden menyampaikan warisan iklimnya dalam istilah ekonomi – perlombaan antara negara-negara dalam “memanfaatkan revolusi energi bersih.”

“Benar, sebagian orang mungkin ingin menolak atau menunda revolusi energi bersih yang sedang berlangsung di Amerika, tetapi tak seorang pun – tak seorang pun yang dapat membalikkannya,” jelasnya.

Trump kabarnya berencana akan mengurangi keringanan pajak yang berlaku sekarang ini untuk pembelian kendaraan listrik, yang merupakan bagian dari legislasi penting yang diajukan Biden terkait energi bersih dan perubahan iklim.

Marine One, yang membawa Presiden Amerika Serikat Joe Biden, terbang di atas Sungai Amazon selama tur udara selama kunjungannya ke Manaus, Brazil, 17 November 2024, sebelum menuju Rio de Janeiro untuk menghadiri KTT G20. (SAUL LOEB / AFP)
Marine One, yang membawa Presiden Amerika Serikat Joe Biden, terbang di atas Sungai Amazon selama tur udara selama kunjungannya ke Manaus, Brazil, 17 November 2024, sebelum menuju Rio de Janeiro untuk menghadiri KTT G20. (SAUL LOEB / AFP)

Trump telah berulang kali menyebut perubahan iklim sebagai “cerita bohong.” Namun, Celso Amorim, penasihat utama presiden Brazil, mengatakan ia tidak akan menghakimi pemerintahan Trump.

“Saya menilai tindakan. Jadi, kita akan lihat nantinya bagaimana tindakan itu berkembang, dan kemudian kami akan berbicara. Untuk sekarang ini, Biden telah menjadi mitra yang baik bagi Brazil, bagi Presiden [Luis Inacio] Lula [da Silva],” sebutnya.

Saat KTT G20 dimulai di Rio pada hari Senin, Biden dijadwalkan untuk berfokus pada hak-hak pekerja dan pertumbuhan ekonomi bersih, dan menghadiri peluncuran Aliansi Global Melawan Kelaparan dan Kemiskinan.

Ini juga merupakan prakarsa yang oleh banyak diplomat di sana dikhawatirkan tidak akan mendapat dukungan Amerika Serikat di bawah Trump, yang memangkas dana bantuan asing saat ia menjabat. [uh/ab]

Sekjen PBB: “Kegagalan Bukan Pilihan” dalam Mengatasi Perubahan Iklim 

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres berbicara dalam konferensi pers di Rio de Janeiro, Brazil, menjelang KTT G20. (Foto: AFP/Luis Robayo)
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres berbicara dalam konferensi pers di Rio de Janeiro, Brazil, menjelang KTT G20. (Foto: AFP/Luis Robayo)

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) António Guterres pada hari Minggu (17/11) menyerukan “kepemimpinan melalui pemberian contoh” dari negara-negara G20, dengan menyatakan bahwa “kegagalan bukanlah sebuah pilihan” dalam mengatasi perubahan iklim.

Guterres berbicara dalam konferensi pers di Rio de Janeiro, pada malam menjelang KTT G20 yang akan berlangsung pada hari Senin (18/11) dan Selasa (19/11).

Guterres juga menegaskan kembali perlunya mengupayakan perdamaian untuk krisis-krisis seperti di Gaza, Lebanon, Sudan, dan Ukraina.

Brazil menjadi tuan rumah pertemuan puncak Kelompok 20 di Rio de Janeiro, di tengah-tengah dua perang besar dan kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden AS.

Meningkatnya ketegangan global dan ketidakpastian mengenai pemerintahan Trump yang akan datang telah meredam ekspektasi akan adanya pernyataan yang tegas mengenai konflik di Timur Tengah, dan konflik Rusia-Ukraina. [em/jm]

Tunjukkan lebih banyak

XS
SM
MD
LG