Simon Marks, seorang jurnalis lepas yang sering melaporkan untuk VOA, disita paspor dan ponselnya di bandara Internasional Bole Ethiopia pada Senin (7/9) ketika melakukan perjalanan untuk meliput pemilu di wilayah Tigray.
Marks adalah salah seorang dari sedikitnya empat jurnalis yang dilarang menaiki pesawat di Addis Ababa.
“Saya melewati pemeriksaan keamanan, tapi saat tiba di gate keberangkatan, ada dua petugas berpakaian preman yang didampingi orang-orang berseragam dari Dinas Keamanan Intelijen Nasional Ethiopia. Mereka menanyai siapa saya, kenapa saya melakukan perjalanan kesana," kata Marks kepada VOA lewat WhatsApp.
Marks, bersama tiga jurnalis yang bekerja untuk situs berita Awlo Ethiopia, melakukan perjalanan ke Mekele untuk meliput pemilu di Tigray. Pemilu itu dianggap ilegal oleh pemerintah.
Pemilu nasional, yang dijadwalkan diadakan bulan lalu, ditunda pada Maret karena kekhawatiran akibat pandemi
COVID-19. Tapi wilayah Tigray menentang perintah itu, dan mengumumkan bahwa akan mengadakan pemilu parlemen regional pekan ini.
Marks mengatakan petugas keamanan menyita paspor, kartu tanda wartawan, kartu tanda penduduk, dan ponsel dan tak memberi petunjuk bagaimana Marks bisa mengambilnya lagi.
"Tak ada yang bisa dilakukan lagi selain meninggalkan bandara," kata Marks.
Dalam pernyataan yang dirilis tak lama setelah insiden itu, Asosiasi Koresponden Asing Ethiopia mengecam aksi itu.
"Kami desak otorita federal Ethiopia untuk tidak meremehkan langkah-langkah signifikan untuk meningkatkan kebebasan pers dalam dua tahun belakangan dengan berusaha mengatur apa yang boleh dan tidak boleh dilaporkan jurnalis," kata pernyataan itu.
Reuters melaporkan bahwa 12 orang, termasuk keempat jurnalis itu, dilarang menaiki pesawat menuju Mekele pada Senin (7/9).
Sekitar tiga juta orang mungkin akan memberi suara dalam pilkada Tigray pada 9 September. Pemerintah federal telah menyebut pilkada itu tidak konstitusional dan berjanji tidak akan mengakuinya. [vm/jm]