Penguasa militer Myanmar telah menyetujui seruan ASEAN untuk gencatan senjata hingga akhir tahun untuk memastikan berlangsungnya distribusi bantuan kemanusiaan. Perkembangan terbaru ini diungkap kantor berita Jepang Kyodo, Minggu (5/9), yang mengutip pernyataan utusan blok Asia Tenggara untuk negara yang dilanda krisis itu.
Menyusul kudeta pada bulan Februari, Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) telah berusaha untuk mengakhiri kekerasan di Myanmar di mana ratusan orang tewas, dan membuka dialog antara penguasa militer dan lawan-lawan mereka.
Kyodo mengungkapkan, utusan itu, Erywan Yusof, mengusulkan gencatan senjata dalam konferensi video dengan Menteri Luar Negeri Wunna Maung Lwin, dan militer telah menerimanya.
"Ini bukan gencatan senjata politik. Ini adalah gencatan senjata untuk memastikan keselamatan, dan keamanan pekerja kemanusiaan dalam upaya mereka mendistribusikan bantuan dengan aman,” kata Yusof, menurut laporan yang diungkapkan hari Minggu.
"Militer Myanmar sependapat dengan apa yang saya katakan, sehubungan dengan gencatan senjata," kata utusan itu.
Yusof juga telah menyampaikan proposalnya secara tidak langsung kepada partai-partai yang menentang kekuasaan militer, tambahnya.
Seorang juru bicara militer Myanmar tidak menjawab panggilan telepon dari Reuters untuk dimintai komentar.
Aktivis prodemokrasi Myanmar Thinzar ShunLei Yi mengatakan kepada Reuters, junta tidak dapat dipercaya akan menghormati kesepakatan itu, dan gencatan senjata memberi lebih banyak waktu bagi militer untuk mempersiapkan serangan.
Maw Htun Aung, seorang wakil menteri di Pemerintah Persatuan Nasional yang dibentuk para penentang kekuasaan militer, mengatakan ASEAN perlu memberitahu junta untuk berhenti membunuh dan meneror rakyatnya sendiri.
Dalam sebuah wawancara dengan Reuters, Sabtu lalu, Erywan mengatakan ia masih bernegosiasi dengan militer mengenai persyaratan kunjungan yang ia harapkan berlangsung sebelum akhir Oktober, dan sedang mengusahakan akses ke pemimpin terguling Aung San Suu Kyi.
"Yang kami serukan saat ini adalah agar semua pihak menghentikan kekerasan, terutama yang berkaitan dengan distribusi bantuan kemanusiaan," katanya.
Negara-negara ASEAN dan mitra-mitra dialognya telah menjanjikan bantuan sebesar $8 juta untuk Myanmar, tambahnya.
Militer merebut kekuasaan setelah menuduh terjadi penyimpangan dalam pemilihan yang dimenangkan secara meyakinkan oleh partai Liga Nasional untuk Demokrasi pimpinan Suu Kyi. Badan-badan pemantau internasional dan komisi pemilihan pada saat itu mengatakan tuduhan militer itu tidak benar. [ab/uh]