Tautan-tautan Akses

Jumlah Pemilik Senjata Api di AS Melonjak sejak Maret


Sebuah toko senjata api di Virginia. Jumlah pembelian senjata api di AS melonjak sejak Maret tahun ini.
Sebuah toko senjata api di Virginia. Jumlah pembelian senjata api di AS melonjak sejak Maret tahun ini.

Menurut sebuah laporan oleh The Brookings Institute, sebuah lembaga kajian terkemuka di Amerika, hampir tiga juta unit senjata api terjual sejak bulan Maret tahun ini, lebih banyak dari tahun-tahun sebelumnya pada periode yang sama. Ini juga membuktikan bahwa orang-orang yang sebelumnya belum pernah memiliki senjata api, kini antri untuk memperolehnya.

Sam Barbakoff adalah seorang instruktur menembak, setelah seharian penuh di lapangan tembak yang sibuk, ia membantu mengosongkan peluru dari senjata yang habis dipakai.

Namun ia selalu membawa senjata-apinya sendiri setiap saat, karena ia yakin bahwa sebuah senjata harus selalu berada di dekat pemiliknya

Jadi apabila ada orang yang memaksa masuk ke rumahnya, ia tak perlu mencari-cari lagi senjatanya, dan selalu siap di dekatnya.

Sam Barbakoff yang aslinya berasal dari Rusia, selalu menyukai senjata-api. Ia juga berada di lokasi yang tepat, karena Florida, negara bagian tempat tinggalnya sekarang, mengizinkan para warga sipil memiliki senjata. Saat ini ada 450 ribu senjata api yang terdaftar dan dimiliki oleh warga Florida, ini merupakan angka kepemilikan senjata nomer dua terbesar di Amerika setelah Texas.

Belum lama ini, terjadi lonjakan angka pembelian yang cukup besar di negara bagian pecinta senjata ini sejak bulan Maret, terdiri dari para pemilik baru, dan ini terjadi di seluruh penjuru negara. Warga Amerika kini berlomba-lomba senjata sehingga angka penjualan memecahkan rekor.

Sistiem pemeriksaan latar belakang kriminal nasional yang dikelola kantor FBI, melakukan lebih dari 19 juta cek latar belakang warga, pada tengah tahun pertama 2020. Ini 6 juta lebih dibandingkan setengah tahun pertama 2019.

Menurut lembaga kajian The Brookings Institute, yang mendorong meningkatnya permintaan masyarakat terhadap senjata adalah kekhawatiran atas keamanan pribadi mereka. Pada bulan Maret dikatakan bahwa para pembeli mengutarakan kekhawatiran atas Covid dan menurunnya perekonomian. Belum lama ini, penjualan senjata didorong oleh kekhawatiran tersebut ditambah dengan meluasnya protes atas ketidak-adilan rasial yang dipicu oleh kematian George Floyd.

Barbakoff mengatakan, kelas yang dia ajarkan disebut Force to Force, dan sangat populer akhir-akhir ini walau harga senjata dan peluru kini semakin mahal. Harga senjata merek Glock yang tadinya sekitar $400-500 per unit, kini naik menjadi sekitar $700-750.

Di Florida, warga dapat membeli senjata secara legal tiga tahun sebelum batas umur untuk minum alkohol, tanpa memerlukan surat izin.

“Perkiraan saya sekitar 95% dari orang yang kini datang untuk membeli senjata adalah para pemula yang baru pertama kali memiliki senjata. Mereka melihat berita dan menyadari apa yang sedang terjadi di negara ini. Mereka khawatir dan mereka ingin agar bisa membeli diri, keluarga dan kepemilikan mereka lainnya,” kata Caruso.

Para pakar mengatakan melonjaknya pejualan senjata-api pada umumnya terjadi pada masa dimana keadaan dan situasi lingkungan serba tidak jelas. Para pendukung regulasi senjata mengatakan bahwa melonjaknya penjualan kemungkinan besar akan menyebabkan penembakan tanpa disengaja.

“Pada kenyataannya, sangat kecil kemungkinan seseorang akan menggunakan senjata untuk membela diri atau keluarganya, angka statistiknya mungkin sekitar 0,2%. Sementara kemungkinan kita menggunakan senjata tersebut terhadap diri atau keluarga kita setelah senjata tersebut dibawa pulang ke rumah meningkat sebanyak 300-500%.

Namun di luar meningkatnya resiko, angka penjualan senjata dan peluru terus meningkat dan memecahkan rekor. [aa/jm]

XS
SM
MD
LG