Korea Selatan menutup sekolah-sekolah di daerah metropolitan Seoul sementara negara itu menghadapi lonjakan kasus virus corona selama hampir dua minggu ini.
Menteri Pendidikan Yoo Eun-hae Selasa (25/8) mengatakan, sebagian besar siswa akan mengikuti kelas daring setidaknya hingga 11 September, tetapi siswa kelas 12 akan terus datang ke kelas untuk mempersiapkan diri menghadapi ujian masuk perguruan tinggi nasional.
Wabah di kawasan tenggara Korea Selatan menunda tahun ajaran baru selama berpekan-pekan sebelum pembukaan bertahap dimulai pada Mei lalu.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea Selatan melaporkan 280 kasus baru Covid-19, meningkatkan jumlahnya selama 12 hari ini menjadi 3.175 kasus, dan total mendekati 18 ribu kasus.
Sementara jutaan anak-anak kembali ke sekolah, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan rekomendasi mengenai apakah mereka perlu mengenakan masker.
WHO dan Dana Anak-Anak PBB (UNICEF) telah membagi pedoman baru mereka menjadi beberapa kelompok usia, dan mereka menyatakan anak-anak berusia kurang dari 6 tahun tidak perlu mengenakannya.
“Menurut bukti yang tersedia secara terbatas, anak-anak kecil mungkin memiliki kerentanan yang lebih rendah terhadap penularan dibandingkan dengan orang-orang dewasa. Namun data yang tersedia menunjukkan di kalangan anak-anak, ini mungkin bervariasi berdasarkan usia,” sebut WHO dan UNICEF.
Anak-anak berusia 6 hingga 11 tahun harus mengenakan masker, tetapi apa yang disebut para pakar sebagai “pengendalian berdasarkan risiko” harus dipertimbangkan. Ini mencakup lingkungan sosial dan budaya, kemampuan anak-anak untuk patuh, serta dampak mengenakan masker pada difabel dan orang-orang yang mengalami penyakit lainnya.
Anak-anak berusia 12 tahun ke atas perlu diperlakukan sebagai orang dewasa sewaktu mengenakan masker.
Tetapi WHO dan UNICEF mengatakan tidak boleh ada anak-anak yang tidak mendapatkan akses ke pendidikan apabila tidak tersedia masker untuk dikenakan.
Meskipun anak-anak yang terinfeksi Covid-19 secara umum memiliki gejala ringan atau tanpa gejala, mereka masih dapat menularkan virus itu ke orang dewasa.
Di AS, yang terus memimpin di dunia dalam jumlah kasus dan kematian akibat Covid-19, kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (FDA) menepis tuduhan Presiden Donald Trump akhir pekan lalu bahwa lembaga tersebut memiliki pegawai yang bekerja untuk memperumit upaya-upaya mengetes vaksin Covid-19 sebelum pemilihan presiden November mendatang.
“Saya tidak melihat sesuatu pun yang akan saya anggap sebagai deep state di FDA,” kata Dr. Stephen Hahn kepada Reuters, Senin (24/8). Deep state adalah istilah yang sering digunakan untuk mengacu pada jaringan rahasia di dalam pemerintahan yang memiliki agenda dan tujuan sendiri. Hahn mengatakan ia sepenuhnya yakin para pegawai FDA berkomitmen untuk bertindak sesuai kepentingan seluruh warga semasa pandemi ini.
Hingga Selasa (25/8), di AS tercatat 5,7 juta kasus dan lebih dari 177 ribu kematian akibat virus corona, sebut Johns Hopkins University. Jumlah itu kurang lebih seperempat dari 23,6 juta kasus dan lebih dari 813.800 kematian di seluruh dunia.
Pemerintah Hong Kong, Selasa (25/8) menyatakan akan mengizinkan beberapa bioskop, salon kecantikan dan fasilitas olahraga di luar ruangan untuk dibuka kembali pekan ini, menyusul menurunnya kasus baru virus corona.
Sebelumnya terjadi lonjakan kasus virus corona di Hong Kong pada bulan Juli, mendorong pemerintah untuk memberlakukan langkah social distancing paling ketat selama ini, yang menyebabkan penurunan bertahap jumlah kasus baru.
Sementara itu, para ilmuwan di University of Hong Kong menyatakan mereka telah menemukan kasus pertama yang pernah diketahui di mana seseorang dua kali tertular Covid-19.
Menurut apa yang diyakini banyak orang, sekali terjangkit virus corona dapat membuat orang kebal dari penularan berikutnya.
Tetapi para dokter menyatakan tes genetika terhadap seorang lelaki berusia 33 tahun yang juga pasien Covid-19 mendapati bahwa jenis virus yang menjangkitinya setelah ia kembali dari perjalanan ke Spanyol beberapa pekan silam berbeda dengan jenis virus corona yang ia idap pada Maret lalu.
“Ini menunjukkan bahwa sebagian orang tidak memiliki kekebalan seumur hidup” terhadap virus jika mereka pernah terjangkit, kata pakar mikrobiologi Dr. Kevin Kai-Wang To. “Kami tidak tahu berapa banyak orang yang dapat terjangkit kembali. Mungkin ada lebih banyak di luar sana,” lanjutnya. [uh/ab]