Presiden Joko Widodo mengakui Indonesia termasuk negara yang terlambat dalam membentuk Lembaga Pengelola Investasi (LPI) atau Indonesia Investment Authority (INA). Namun Jokowi menegaskan tidak ada kata terlambat untuk meraih kepercayaan investor.
Negara-negara lain, seperti Uni Emirat Arab (EUA), China, Norwegia, Arab Saudi, Singapura, Kuwait dan Qatar, ujarnya, telah memiliki Sovereign Wealth Fund (SWF) atau lembaga pengelola dana investasi negara sejak 40 tahun yang lalu.
“Walaupun lahir belakangan, dan tidak ada kata terlambat. Saya meyakini, INA mampu mengejar ketertinggalannya. Dan mampu memperoleh kepercayaan nasional dan internasional,” ungkapnya dalam telekonferensi pers dari Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (16/2).
INA, lanjut Jokowi, mempunyai posisi yang sangat strategis dalam mempercepat pembangunan yang berkelanjutan, serta meningkatkan dan mengoptimalkan nilai aset negara secara jangka panjang.
“Dan menyediakan alternatif pembiayaan bagi pembangunan nasional yang berkelanjutan,” tuturnya.
Presiden meyakini INA akan bisa mengurangi kesenjangan kemampuan pendanaan domestik dengan kebutuhan pembiayaan pembangunan. Selain itu, INA kata Jokowi, juga akan menjadi mitra strategis, baik bagi investor domestik maupun investor luar negeri. Menurutnya, hal ini akan menjadikan tersedianya pembiayaan yang cukup untuk program pembangunan, khususnya pembangunan infrastruktur nasional.
Mantan gubernur DKI Jakarta ini mengungkapkan berbagai keunggulan INA. Pertama, INA mempunyai dasar hukum yang kuat karena diperintah langsung oleh Undang-Undang (UU), yakni UU Cipta Kerja. Selain itu, kelembagaan dan cara kerjanya juga jelas sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2020. Kedua, INA dijamin menjadi institusi profesional yang dilindungi oleh UU dan menggunakan pertimbangan-pertimbangan profesional dalam menentukan langkah-langkah kerjanya.
“Ketiga, INA dikelola oleh putra putri terbaik bangsa yang berpengalaman di kancah profesional internasional yang dijaring oleh panitia seleksi, dibantu oleh para head hunter professional,” paparnya.
Jajaran Direksi dan Dewas INA
Dalam kesempatan ini, Jokowi pun langsung memperkenalkan kepada publik jajaran Direksi dan Dewan Pengawas (Dewas) di lembaga tersebut.
“Dan pada kesempatan pagi hari ini saya akan memperkenalkan putra putri terbaik bangsa yang duduk di jajaran Dewan Pengawas dan Dewan Direktur Indonesia Investment Authority ini,” ungkapnya.
Anggota Dewan Pengawas INA, yang terdiri atas lima orang, yaitu:
1.Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati sebagai ketua merangkap anggota.
2. Menteri Badan Usaha Milik Negara, Erick Thohir) sebagai anggota.
3. Haryanto Sahari, sebagai anggota.
4. Yozua Makes, sebagai anggota.
5. Darwin Cyril Noerhadi, sebagai anggota.
Adapun Dewan Direktur INA, juga terdiri atas lima orang yang semuanya berasal dari kalangan profesional, ialah sebagai berikut:
1. Ridha Wirakusumah, sebagai Ketua Dewan Direktur.
2. Arief Budiman, sebagai Wakil Ketua Dewan Direktur/Direktur Investasi.
3. Stefanus Ade Hadiwidjaja, sebagai Direktur Investasi.
4. Marita Alisjahbana, sebagai Direktur Risiko.
5. Eddy Porwanto, sebagai Direktur Keuangan.
Jokowi yakin, pondasi hukum dan dukungan politik yang kuat, serta didukung oleh jajaran direksi yang hebat dan jejaring internasional, INA akan memperoleh kepercayaan nasional dan internasional dan mampu menjadi SWF kelas dunia.
“Saya bersama jajaran pemerintah, dan juga mengharapkan DPR, BPK, serta Lembaga-lembaga negara lain juga mendukung penuh gerak INA ini. Harus inovatif, harus berani mengambil keputusan yang out of the box dengan tata kelola yang baik. Indonesia harus mempunyai alternatif pembiayaan yang memadai untuk akselerasi menuju Indonesia maju,” paparnya.
Proyek Ratusan Triliun
CEO LPI Ridha Wirakusumah mengatakan jajaran Direksi dan Dewan Pengawas LPI siap bekerja. Ia menegaskan visi dan misi dari LPI adalah ingin menciptakan sebuah iklim investasi yang baik sehingga para investor bisa menanamkan modalnya di Tanah air dengan rasa nyaman dan yakin.
“Yang ingin saya tekankan, yang kami cari adalah dana modal, bukan dana pinjaman. Dana yang kalau bisa value adding, dana yang tentunya dari sumber-sumber governance yang baik dan clean. Lalu tentunya kedua, misinya adalah kalau bisa sebagai namanya SWF, semua dana yang dipercayakan kepada kami kalau bisa nanti bertumbuh terus sehingga merupakan dana abadi untuk terus menjadi dana yang makin lama bisa memakmurkan anak cucu kita semua,” ungkap Ridha.
Ia mengaku, pihaknya sudah mempunyai banyak daftar proyek yang siap dipromosikan kepada para investor dengan nilai ratusan triliun rupiah.
“Kalau saya boleh mengutip sedikit Pak Erick, kira-kira ada $9,5 miliar di pipeline yang mungkin kita bisa lihat. Tapi tentunya kita akan melihat secara seksama untuk make sure bahwa proyek-proyek itu betul-betul bisa membawa good returns for us and also for our co-investors,” jelasnya.
Meski begitu, Ridha belum bisa menjabarkan dengan pasti proyek-proyek mana saja yang telah ditawarkan. Ia memastikan proyek infrastruktur, seperti pembangunan jalan tol, adalah proyek yang akan ditawarkan pertama kali kepada para calon investor.
“Kenapa toll road? Karena toll road ini multiple effect-nya besar sekali. Pertama itu. Kedua, nilai investasinya tinggi sekali. Tapi toll road itu pun, ini sekarang saya ngomong detail sebagai CEO ya, kita harus melihat dan kerja sama dengan pemilik tol apakah Waskita, Hutama, Wika, Jasa Marga,” paparnya.
Penyertaan Modal Negara
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang juga merangkap sebagai Ketua Dewas LPI mengatakan berdasarkan PP No 74 tahun 2020 negara sudah memasukkan Penyertaan Modal Negara (PMN) senilai Rp75 triliun.
Ia merinci Rp15 triliun diambil dari APBN 2020, lalu jumlah yang sama juga sudah diambil dari APBN tahun 2021.
“Rp75 triliun yang akan dimasukkan, terdiri dari Rp 15 triliun cash tahun lalu dan Rp 15 triliun cash PMN tahun ini, plus Rp45 triliun dan dalam bentuk saham inbreng, itu adalah modal awal yang akan digunakan oleh LPI atau INA SWF ini untuk memulai bisa berbicara secara technical detail dengan para calon partner,” ungkap Ani.
Investor Tertarik
Dalam kesempatan ini, Ani juga mengaku bahwa sudah banyak calon investor yang tertarik untuk menanamkan modalnya di Tanah air, bahkan sudah sejak proses pembuatan LPI ini. Namun mantan direktur pelaksana Bank Dunia tidak merinci nama-nama calon investor tersebut.
“Jadi pada saat ini kita sudah ada beberapa fund yang bahkan melakukan expression of interest dengan menulis surat langsung kepada saya dan Pak Erick. Waktu itu bahkan sebelum Dewas selesai pun sudah menyampaikan keinginannya dan bahkan menyampaikan indicative angka yang mereka ingin masukkan di dalam SWF ini,” jelas Ani.
Ia juga yakin keberadaan LPI ini akan mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terpuruk akibat dihantam pandemi COVID-19. Ia menjelaskan kontraksi pertumbuhan ekonomi tahun lalu yang mencapai minus dua persen tidak terlalu buruk dibandingkan dengan negara-negara lain.
“Namun kita tidak terlena. Masih ada PR kita harus memulihkan ekonomi masuk dalam zona positif dan kita berharap tahun ini, 2021 PE bisa kembali pada kisaran 4,3-5,5 persen,” tukasnya. [gi/ah]