Presiden Joko Widodo menyerahkan langsung dana kompensasi sebesar Rp39,20 miliar kepada 215 korban terorisme dan ahli waris dari korban yang telah meninggal dunia. Korban-korban tersebut terkait dengan 40 peristiwa tindak pidana terorisme masa lalu.
“Hari ini, tadi sudah disampaikan Bapak ketua LPSK, bahwa pembayaran kompensasi sebesar Rp39,20 miliar secara langsung pada 215 korban terorisme dan ahli waris dari korban yang telah meninggal dunia dan yang telah teridentifikasi dari 40 peristiwa masa lalu,” ungkap Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Rabu (16/12).
Jokowi menjelaskan dana kompensasi tersebut merupakan bentuk kepedulian dan tanggung jawab negara kepada para korban yang telah menunggu selama puluhan tahun lamanya.
Selain dalam bentuk dana, ujar Jokowi, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sejak tahun 2018 juga telah memberikan berbagai bantuan seperti bantuan medis, layanan psikologis, serta rehabilitasi sosial.
Demi mewujudkan komitmen negara untuk pemulihan korban tindak pidana terorisme, melalui Peraturan Presiden (PP) Nomor 35 tahun 2020 ditegaskan bahwa korban tindak pidana terorisme masa lalu berhak memperoleh kompensasi yang bisa diajukan selain oleh korban tindak pidana terorisme, juga oleh keluarga, atau ahli waris atau kuasanya kepada LPSK.
“Sebelumnya negara juga telah membayarkan kompensasi pada para korban terorisme yang pelaksanaannya dilekatkan pada putusan pengadilan seperti tadi juga disampaikan ketua LPSK, bom gereja oikumene di Kota Samarinda ini 2016, kemudian bom Thamrin di tahun 2016 juga, kemudian penyerangan Polda Sumatera Utara di 2017, kemudian bom Kampung Melayu di 2017 hingga peristiwa terorisme Sibolga tahun 2019 dan lainnya,” jelasnya.
Lebih jauh, Jokowi menyadari bahwa kompensasi yang diberikan oleh negara tentu tidak sebanding dengan penderitaan para korban yang selama puluhan tahun mengalami penurunan kondisi ekonomi akibat tidak mampu untuk mencari nafkah lagi. Belum lagi trauma psikologis yang tentunya susah untuk dihilangkan.
“Kehadiran negara di tengah-tengah para korban semoga mampu memberikan semangat, memberikan dukungan moril untuk melewati situasi yang sangat berat akibat dampak dari terorisme, agar para korban dapat melanjutkan kehidupan dan menatap masa depan lebih optimis lagi,” paparnya.
Pertama Kali Korban Tindak Pidana Terorisme Dapat Kompensasi
Dalam kesempatan yang sama Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo menjelaskan peristiwa penyerahan dana kompensasi ini adalah sebagai tonggak sejarah terutama bagi korban atau penyintas tindak pidana terorisme masa lalu yang telah menunggu selama kurang lebih 20 tahun untuk mendapatkan kompensasi dari negara.I.
“Ini adalah peristiwa yang sangat bersejarah bagi bangsa ini karena inilah kali pertama negara memberikan kompensasi kepada para korban terutama tindak pidana korban terorisme masa lalu,” ungkap Hasto.
Adapun dana kompensasi yang diberikan untuk korban meninggal dunia adalah sebesar Rp250 juta, korban dengan kategori luka berat Rp210 juta, korban dengan kategori luka sedang Rp115 juta dan korban dengan kategori luka ringan sebesar Rp75 juta.
Lanjutnya, penyerahan dana kompensasi ini akan terus diberikan hingga Juni 2021. Sampai saat ini masih terdapat ratusan korban tindak pidana terorisme yang masih dalam inventaris dan dalam proses penyelesaian untuk kemudian diberikan dana kompensasi dari negara.
“Mengapa bulan Juni 2021 karena di dalam undang-undang nomor 5 tahun 2018 disebutkan penyelesaian kompensasi untuk korban tindak pidana masa lalu diberi batas waktu 3 tahun setelah undang-undang nomor 5 tahun 2018 di undangkan,” tuturnya.
Dengan waktu yang terbatas ini, pihak LPSK berharap bisa bekerja sama dengan berbagai instansi seperti Kepolisian RI, Densus 88, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung dan Kementerian Keuangan agar proses penyerahan dana kompensasi ini bisa berjalan dengan lancar.
Selain korban tindak pidana terorisme, jelasnya, LPSK selama ini juga telah melayani para korban dan saksi untuk tindak pidana perdagangan manusia, kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak, penyiksaan dan penganiayaan berat, korupsi, termasuk korban pelanggaran HAM yang berat di masa lalu yang perlahan dipulihkan penderitaannya melalui layanan bantuan medis dan psikologis serta rehabilitasi psikososial yang dilaksanakan oleh LPSK.
“Kompensasi yang didapatkan oleh para korban terorisme tentu patut disyukuri mengingat tidak semua korban seberuntung Bapak dan Ibu para korban tindak pidana terorisme ini. Untuk korban pelanggaran HAM yang berat misalnya kompensasi belum bisa diwujudkan karena terhambat aturan bahwa harus ada proses hukum di pengadilan,” jelasnya.
Ia berharap akan ada solusi terbaik bagi para korban-korban lainnya agar keadilan bisa terwujud melalui proses hukum maupun proses non yudisial. [gi/ab]