Para pakar yang tergabung dalam satuan tugas virus corona Jepang, Kamis (14/5), menyepakati rencana pemerintah untuk mencabut kebijakan keadaan darurat di banyak wilayah, lebih awal dari yang direncanakan, kecuali untuk Tokyo dan beberapa kawasan berisiko tinggi.
Menteri Ekonomi Yasutoshi Nishimura, setelah pertemuan satgas tersebut mengatakan, para pakar setuju mencabut keadaan darurat di 39 dari 47 prefektur di negara itu. Keadaan darurat tetap berlaku bagi delapan lainnya, termasuk Tokyo, Osaka, Kyoto dan Hokkaido, di mana risiko perebakan wabah virus corona masih tergolong tinggi.
Perdana Menteri Shinzo Abe sebelumnya, pada 7 April, hanya memberlakukan keadaan darurat untuk Tokyo dan enam prefektur lain. Namun, kebijakan itu kemudian diperluas di seluruh negara itu hingga 31 Mei. Dengan laju penularan yang kini menyusut, Abe berusaha melonggarkan kebijakan itu untuk memulihkan ekonomi sementara tetap mencegah perebakan wabah virus corona.
Jepang kini memiliki lebih dari 16.000 kasus yang telah dikukuhkan dengan sekitar 680 kematian. Jumlah kasus baru telah menurun secara signifikan dalam skala nasional.
Nishimura mengatakan, pelonggaran keadaan darurat akan dilakukan dengan sangat hati-hati. Pemerintah di Ehime, sebuah prefektur di wilayah barat Jepang, di mana wabah di sebuah rumah sakit telah menularkan virus ke 20 perawat, pasien dan keluarga mereka, akan mencabut keadaan darurat dengan terus mengupayakan langkah-langkah pengendalian wabah dan pengawasan kasus-kasus penularan.
Para pakar dan pejabat Jepang mengingatkan warga negara itu untuk mengadopsi gaya hidup baru dan mempraktikkan social distancing, seperti bekerja dari rumah dan menghindari perjalanan ke luar kota, meski keadaan darurat telah dicabut. [ab/uh]
