YOGYAKARTA —
Empat jenazah korban penembakan gerombolan bersenjata di Lembaga Pemasyarakatan Sleman, Yogyakarta, dibawa Senin pagi (25/3) oleh keluarganya ke Nusa Tenggara Timur (NTT), setelah disemayamkan satu malam.
Sebelumnya pada Minggu malam, keluarga besar masyarakat Nusa Tenggara Timur di Yogyakarta, telah melakukan doa bersama di Rumah Sakit Sardjito.
Mewakili keluarga korban, sesepuh masyarakat NTT di Yogyakarta, John S Keban kepada VOA mengatakan, peristiwa ini adalah sebuah tragedi. Keluarga besar korban kini berharap, kepolisian dapat menyelesaikan kasus tersebut dengan sebaik-baiknya.
“Seluruh keluarga sedih, karena anak-anak yang terlibat ini kan bukan anak-anak yang dianggap sebagai preman. Jadi ini yang perlu kami luruskan, agar pandangan masyarakat Indonesia terhadap masyarakat NTT yang ada di Yogyakarta tidak sejelek informasi yang sudah disampaikan ke public,” ujarnya.
“Kami berharap, terkait kasus kematian keempat saudara kami ini, agar aparat penegak hukum betul-betul menjalankan tugasnya secara baik, secara terbuka dan transparan, agar pihak-pihak yang telah melakukan pelanggaran hukum dapat ditindak sesuai dengan undang-undang yang berlaku.”
Menyangkut langkah hukum lanjutan yang akan ditempuh, pengacara yang sebelumnya membela keempat korban memutuskan untuk berkonsultasi terlebih dahulu dengan keluarga korban. Wandi Marseli, salah satu anggota tim pengacara menyatakan, dalam beberapa hari terakhir, tim lebih banyak berkonsentrasi dalam upaya pemulangan jenazah.
“Kami sebagai kuasa hukum, untuk langkah-langkah ke depan dari keluarga, kami belum ada. Untuk ke depannya, kami masih menunggu konfirmasi dari keluarga. Kami juga masih harus melakukan koordinasi dengan pengacara yang ada di Kupang, Nusa Tenggara Timur.”
Kusno Setiyo Utomo dari lembaga swadaya masyarakat Yogyakarta Police Watch memaparkan, ada banyak pertanyaan yang harus dijawab secara terbuka oleh pihak kepolisian terkait kasus ini. Pertanyaan itu misalnya, soal keputusan untuk memindahkan tahanan dari Polda ke Lapas Sleman, pemilihan Lapas Sleman yang pengamanannya kurang padahal di Yogyakarta ada Lapas Wirogunan yang lebih aman, juga janji bantuan pengamanan yang tidak terealisasikan sehingga gerombolan bersenjata itu leluasa menguasai Lapas Sleman.
Kusno meyakini, kepolisian memiliki kemampuan untuk mengungkap kasus berdarah ini hingga tuntas. Pertanyaannya adalah, apakah polisi akan menggunakan kemampuannya tersebut secara maksimal atau tidak, ujarnya.
“Polisi mestinya lebih sensitif karena isu-isu sebelum terjadi peristiwa itu kan sudah beredar baik lewat SMS ataupun perbincangan masyarakat tentang adanya pergerakan dari pihak-pihak tertentu. Polisi harus profesional juga mengusut penembakan ini karena ini merupakan kejahatan kemanusiaan luar biasa, dan juga menyangkut institusi negara karena Lapas itu kan termasuk lambang negara, agar kejadian semacam ini tidak mengancam eksistensi negara dan menciptakan rasa takut di masyarakat. Saya yakin, polisi bisa,” ujarnya.
Seperti diberitakan, empat tahanan Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta yang dititipkan di Lapas Sleman menjadi korban pembunuhan oleh gerombolan bersenjata tidak dikenal, pada Sabtu (22/3) pukul 02.00. Gerombolan bersenjata itu berhasil menguasai Lapas, menganiaya para sipir, dan melakukan eksekusi di depan 31 tahanan lain yang berada dalam satu sel dengan para korban. Kapolda DIY menjelaskan, dari tubuh keempat korban, ditemukan 31 proyektil peluru.
Sebelumnya pada Minggu malam, keluarga besar masyarakat Nusa Tenggara Timur di Yogyakarta, telah melakukan doa bersama di Rumah Sakit Sardjito.
Mewakili keluarga korban, sesepuh masyarakat NTT di Yogyakarta, John S Keban kepada VOA mengatakan, peristiwa ini adalah sebuah tragedi. Keluarga besar korban kini berharap, kepolisian dapat menyelesaikan kasus tersebut dengan sebaik-baiknya.
“Seluruh keluarga sedih, karena anak-anak yang terlibat ini kan bukan anak-anak yang dianggap sebagai preman. Jadi ini yang perlu kami luruskan, agar pandangan masyarakat Indonesia terhadap masyarakat NTT yang ada di Yogyakarta tidak sejelek informasi yang sudah disampaikan ke public,” ujarnya.
“Kami berharap, terkait kasus kematian keempat saudara kami ini, agar aparat penegak hukum betul-betul menjalankan tugasnya secara baik, secara terbuka dan transparan, agar pihak-pihak yang telah melakukan pelanggaran hukum dapat ditindak sesuai dengan undang-undang yang berlaku.”
Menyangkut langkah hukum lanjutan yang akan ditempuh, pengacara yang sebelumnya membela keempat korban memutuskan untuk berkonsultasi terlebih dahulu dengan keluarga korban. Wandi Marseli, salah satu anggota tim pengacara menyatakan, dalam beberapa hari terakhir, tim lebih banyak berkonsentrasi dalam upaya pemulangan jenazah.
“Kami sebagai kuasa hukum, untuk langkah-langkah ke depan dari keluarga, kami belum ada. Untuk ke depannya, kami masih menunggu konfirmasi dari keluarga. Kami juga masih harus melakukan koordinasi dengan pengacara yang ada di Kupang, Nusa Tenggara Timur.”
Kusno Setiyo Utomo dari lembaga swadaya masyarakat Yogyakarta Police Watch memaparkan, ada banyak pertanyaan yang harus dijawab secara terbuka oleh pihak kepolisian terkait kasus ini. Pertanyaan itu misalnya, soal keputusan untuk memindahkan tahanan dari Polda ke Lapas Sleman, pemilihan Lapas Sleman yang pengamanannya kurang padahal di Yogyakarta ada Lapas Wirogunan yang lebih aman, juga janji bantuan pengamanan yang tidak terealisasikan sehingga gerombolan bersenjata itu leluasa menguasai Lapas Sleman.
Kusno meyakini, kepolisian memiliki kemampuan untuk mengungkap kasus berdarah ini hingga tuntas. Pertanyaannya adalah, apakah polisi akan menggunakan kemampuannya tersebut secara maksimal atau tidak, ujarnya.
“Polisi mestinya lebih sensitif karena isu-isu sebelum terjadi peristiwa itu kan sudah beredar baik lewat SMS ataupun perbincangan masyarakat tentang adanya pergerakan dari pihak-pihak tertentu. Polisi harus profesional juga mengusut penembakan ini karena ini merupakan kejahatan kemanusiaan luar biasa, dan juga menyangkut institusi negara karena Lapas itu kan termasuk lambang negara, agar kejadian semacam ini tidak mengancam eksistensi negara dan menciptakan rasa takut di masyarakat. Saya yakin, polisi bisa,” ujarnya.
Seperti diberitakan, empat tahanan Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta yang dititipkan di Lapas Sleman menjadi korban pembunuhan oleh gerombolan bersenjata tidak dikenal, pada Sabtu (22/3) pukul 02.00. Gerombolan bersenjata itu berhasil menguasai Lapas, menganiaya para sipir, dan melakukan eksekusi di depan 31 tahanan lain yang berada dalam satu sel dengan para korban. Kapolda DIY menjelaskan, dari tubuh keempat korban, ditemukan 31 proyektil peluru.