Menjelang peringatan satu tahu perang Israel-Hamas, puluhan ribu orang di berbagai kota di dunia turun ke jalan pada Sabtu (5/10) dan diperkirakan masih akan berlanjut selama akhir pekan ini hingga mencapai puncaknya pada Senin (7/10).
Di Roma, ribuan orang menggelar demontrasi dengan damai pada Sabtu sore dengan meneriakkan “Bebaskan Palestina, Bebaskan Lebanon,” sambil melambaikan bendera Palestina dan memegang spanduk yang menyerukan agar konflik segera dihentikan. Namun ada kelompok demonstran yang lebih kecil mencoba mendorong demonstrasi ke pusat kota, meskipun ada larangan dari pihak berwenang setempat yang menolak untuk mengizinkan demonstrasi, dengan alasan keamanan.
Sebagian pengunjuk rasa yang berpakaian hitam dan dengan wajah tertutup itu kemudian melemparkan batu, botol, dan bom kertas ke arah polisi, yang kemudian membalasnya dengan gas air mata dan meriam air, yang akhirnya membubarkan kerumunan massa. Media lokal melaporkan sedikitnya 30 petugas penegak hukum dan tiga demonstran luka-luka dalam bentrokan tersebut.
Di London, ribuan orang berbaris melalui ibu kota menuju Downing Street di tengah kehadiran banyak polisi. Suasana tegang ketika pengunjuk rasa pro-Palestina dan kontra-demonstran, yang sebagian diantaranya memegang bendera Israel, saling berpapasan. Perkelahian terjadi ketika petugas polisi mendorong mundur para aktivis yang mencoba melewati barisan penjagaan. Kepolisian Metropolitan London mengatakan setidaknya 17 orang ditangkap karena dicurigai melanggar ketertiban umum, mendukung organisasi terlarang, dan penyerangan.
Di Kota Hamburg, Jerman utara, sekitar 950 orang melakukan demonstrasi damai dan banyak di antaranya mengibarkan bendera Palestina dan Lebanon sambil meneriakkan “Hentikan Genosida,” lapor kantor berita DPA, mengutip penghitungan polisi. Dua demonstrasi kecil pro-Israel berlangsung di dekatnya tanpa insiden berarti.
Ribuan pengunjuk rasa juga berkumpul dengan damai di Republique Plaza Paris untuk menunjukkan solidaritas terhadap rakyat Palestina dan Lebanon. Banyak di antara mereka yang mengibarkan bendera Palestina sambil memegang poster bertuliskan “hentikan genosida”, “bebaskan Palestina”, dan “bebaskan Lebanon”.
Ribuan Demonstran Pro-Palestina Berkumpul di Times Square NY
Demonstran pro-Palestina juga berkumpul di Times Square New York untuk menyerukan gencatan senjata, sambil meneriakkan “Gaza!” dan menabuh genderang. Beberapa di antaranya mengenakan syal keffiyeh, mengibarkan bendera Palestina dan Lebanon, serta memegang gambar Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang terbuat dari karton besar dengan cat merah yang melambangkan darah di wajahnya.
Aksi unjuk rasa juga berlangsung di beberapa kota lain di Amerika serta di belahan dunia lain, termasuk Denmark, Swiss, Afrika Selatan, dan India.
Di Filipina, puluhan aktivis sayap kiri melakukan protes di dekat Kedutaan Besar AS di Manila, di mana polisi mencegah mereka mendekat ke kompleks pantai.
Di Jakarta, ribuan pengunjuk rasa pro-Palestina berbaris menuju Kedutaan Besar AS yang dijaga ketat pada hari Minggu (6/10). Pihak berwenang memblokir jalan menuju kedutaan dengan kawat berduri dan penghalang beton sementara lebih dari 1.000 polisi dikerahkan di sekitar kompleks tersebut.
Demonstrasi pro-Israel berlangsung pada hari Minggu saat orang-orang Yahudi di seluruh dunia masih merayakan Rosh Hashana, atau tahun baru Yahudi.
Kewaspadaan Tinggi
Pasukan keamanan di beberapa negara memperingatkan peningkatan tingkat kewaspadaan di kota-kota besar, di tengah kekhawatiran bahwa meningkatnya konflik di Timur Tengah dapat memicu serangan teror baru di Eropa, atau demonstrasi-demonstrai yang terjadi dapat bergulir menjadi aksi kekerasan.
Protes pro-Palestina yang menyerukan segera gencatan senjata telah berulang kali terjadi di seluruh Eropa dan seluruh dunia dalam satu tahun terakhir dan seringkali berubah menjadi kekerasan, dengan konfrontasi antara demonstran dan petugas penegak hukum.
Pihak berwenang Italia percaya pemilihan waktu unjuk rasa pada hari Sabtu di Roma berisiko membuat serangan 7 Oktober “dibesar-besarkan,” lapor media lokal. Menteri Dalam Negeri Matteo Piantedosi juga menekankan bahwa, menjelang ulang tahun penting tersebut, Eropa sangat waspada terhadap potensi serangan teror. “Ini bukan situasi normal. …Kita sudah dalam kondisi pencegahan yang maksimal,” ujarnya.
Direktur Kampanye Solidaritas Palestina di Inggris Ben Jamal, mengatakan dia dan pihak lain akan terus mengorganisir unjuk rasa sampai tindakan terhadap Israel diambil. “Kita perlu turun ke jalan dalam jumlah yang lebih besar untuk menghentikan pembantaian ini dan menghentikan keterlibatan Inggris di dalamnya,” kata Jamal.
Di Berlin, demonstrasi pada Minggu (6/10) berlangsung di Gerbang Brandenburg hingga ke Bebelplatz. Media lokal melaporkan pasukan keamanan telah memperingatkan potensi kelebihan beban untuk mengatasi demonstrasi yang terjadi karena besarnya skala protes. Pihak berwenang Jerman menunjukkan meningkatnya insiden antisemit dan kekerasan dalam beberapa hari terakhir.
Awal pekan Menteri Dalam Negeri Prancis Bruno Retailleau memperingatkan para prefek regional di negara tersebut, menyatakan keprihatinan tentang kemungkinan ketegangan dan mengatakan bahwa ancaman teroris tinggi.
Tiga Ribu Demonstran Unjuk Rasa di Depan Gedung Putih
Sekitar 3.000 orang berdemonstrasi di depan Gedung Putih, sementara polisi dalam jumlah besar berjaga-jaga. Para demonstran berkumpul di Lafayette Park, tempat yang sama dengan protes tahun 2020 terhadap kebrutalan polisi dan pembunuhan George Floyd. “Perlawanan dibenarkan ketika orang-orang diduduki!” demikian teriakan sejumlah demonstran.
Salah seorang pembicara di panggung menyebut 7 Oktober 2023 sebagai “hari ketika warga Gaza akhirnya keluar dari penjara mereka.”
Kerumunan kemudian berbaris melalui pusat kota DC, dan polisi menutup jalan di depan mereka. Para pengunjuk rasa membawa poster yang mengkritisi cara pemerintahan Biden-Harris menangani masalah ini. Salah satunya berbunyi: “Abaikan Harris '24.”
Associated Press mengutip seorang mahasiswa Fakultas Hukum Annette Tunstall yang mengatakan dia mempertimbangkan untuk memilih Partai Demokrat setelah Biden mengundurkan diri dan Harris menjadi kandidatnya. Namun dia kehilangan kepercayaan setelah suara-suara pro-Palestina diberangus di Konvensi Nasional Partai Demokrat, katanya.
“Saya benar-benar ingin merasa bisa memilih dia dengan hati nurani yang baik,” kata Tunstall. “Saya rasa tidak perlu banyak waktu bagi ribuan orang pro-Palestina untuk menahan diri dan memilih Harris.” [em/ab]
Forum