Kelompok biarawati yang menyelamatkan korban perdagangan manusia dengan menyamar sebagai pekerja seks untuk menembus rumah-rumah bordil dan menebus anak-anak yang dijual untuk perbudakan, telah berkembang ke 140 negara, menurut ketuanya, Rabu (18/11).
John Studzinski, bankir investasi dan filantropis yang mengepalai Talitha Kum, mengatakan jaringan 1.100 biarawati saat ini beroperasi di sekitar 80 negara, namun permintaan akan upaya untuk memberantas perdagangan manusia dan perbudakan meningkat secara global.
Kelompok itu, yang dibentuk tahun 2004, memperkirakan 1 persen dari populasi dunia atau sekitar 73 juta orang diperdagangkan dalam beberapa bentuk. Dari jumlah itu, 70 persennya adalah perempuan dan setengahnya berusia 16 tahun atau lebih muda.
"Saya tidak sedang mencari sensasi tapi saya mencoba menggarisbawahi fakta bahwa ini dunia yang telah kehilangan kepolosannya... dengan kekuatan gelap yang aktif," ujar Studzinski, wakil ketua bank investasi Amerika, The Blackstone Group.
"Masalah-masalah ini disebabkan oleh kemiskinan dan ketidaksetaraan tapi juga di luar itu," ujarnya pada Konferensi Perempuan Trust mengenai hak-hak perempuan dan perdagangan yang diadakan oleh Thomson Reuters Foundation.
Mengungkap beberapa kasus yang melibatkan perdagangan dan perbudakan, Studzinski mengatakan perlakuan terhadap beberapa korban sangat mengerikan.
Ia mengatakan ada seorang perempuan yang diperbudak sebagai pekerja seks yang dikurung selama seminggu tanpa makanan, dipaksa makan kotorannya sendiri, ketika ia menolak berhubungan seks dengan target 12 pelanggan setiap hari.
Dalam sebuah kasus ekstrem lain, seorang perempuan dipaksa berhubungan seks dengan 10 pria dalam satu waktu.
Studzinski mengatakan para biarawati yang bekerja memberantas perdagangan manusia akan menempuh segala cara untuk menyelamatkan perempuan-perempuan tersebut, seringkali menyamar sebagai pekerja seks dan berada di jalanan untuk bisa masuk ke rumah-rumah bordil.
"Para suster ini tidak percaya siapa pun. Mereka tidak mempercayai pemerintah, mereka tidak percaya korporasi dan mereka tidak percaya polisi stempat. Dalam beberapa kasus mereka tidak dapat mempercayai para rohaniwan," ujarnya, menambahkan bahwa kelompok itu lebih suka fokus pada kerja penyelamatan daripada promosi.
"Mereka bekerja di rumah-rumah bordil. Tidak ada yang tahu mereka di sana."
Para biarawati itu juga proaktif dalam mencoba menyelamatkan anak-anak yang dijual ke perbudakan oleh orang-orangtua mereka, membentuk jaringan rumah di Afrika dan di Filipina, Brazil serta India untuk menampung anak-anak itu.
Ia mengatakan para biarawati Talitha Kum menggalang dana untuk menebus anak-anak tersebut.
"Ini jaringan baru rumah-rumah untuk anak-anak di seluruh dunia yang bisa dijual ke perbudakan. Ini mengejutkan tapi nyata," ujarnya.
Studzinski mengatakan jaringan para biarawati, yang sedang dalam proses untuk berekspansi, juga menyasar perbudakan dalam jaringan pasokan dan bekerja bersama warga lokal dengan bayaran 2 sen per jam untuk mengungkap kekerasan.
Ia mengatakan Talitha Kum, yang dalam Bahasa Aram berarti anak yang bangkit, sekarang direkrut oleh perusahaan-perusahaan untuk melihat apa yang terjadi dalam rantai pasokan dan ekspansi secara global akan membantu mengatasi isu tersebut.
"Kita tidak dapat menggeneralisir perdagangan dan perbudakan manusia karena tidak ada dua negara yang sama," ujar Studzinksi. [hd]