Jaksa di Mahkamah Kejahatan Internasional (ICC) di Den Haag, pada Senin (27/9) meminta izin pengadilan tersebut untuk melanjutkan penyelidikan kejahatan perang atas tindakan Taliban dan kelompok ISIS-Khorasan di Afghanistan.
ICC selama 15 tahun telah menyelidiki dugaan kejahatan perang di Afghanistan, tetapi penyelidikan itu ditunda setahun yang lalu oleh pemerintah Afghanistan yang didukung Amerika Serikat (AS). Pemerintah Afghanistan ketika itu mengatakan sedang melakukan penyelidikannya sendiri sebelum akhirnya kekuasaan jatuh ke tangan Taliban bulan lalu.
ICC adalah upaya terakhir untuk penyelidikan kejahatan perang, ketika masing-masing negara anggota tidak mampu atau tidak mau melakukan penyelidikan sendiri. Jaksa ICC yang baru Karim Khan mengatakan terjadi “perubahan situasi yang signifikan” sejak pemerintah Kabul yang diakui secara internasional ditumbangkan.
"Setelah meninjau masalah secara hati-hati, saya menyimpulkan bahwa saat ini, tidak ada lagi prospek penyelidikan domestik yang jujur dan efektif ... di Afghanistan," kata Khan.
Para hakim ICC sekarang akan mempertimbangkan permintaan Khan. Penyelidik telah memeriksa dugaan kejahatan oleh semua pihak dalam konflik, termasuk pasukan AS, pasukan pemerintah Afghanistan dan Taliban.
Khan mengatakan ingin memfokuskan penyelidikannya pada tindakan Taliban dan ISIS-Khorasan, cabang kelompok teroris ISIS yang beroperasi di Afghanistan, dan "mengurangi prioritas" dugaan kejahatan perang oleh pasukan AS.
Dugaan kejahatan perang sebelumnya yang menyertakan pasukan AS telah membuat marah pemerintahan mantan Presiden AS Donald Trump, yang menjatuhkan sanksi kepada pendahulu Khan, Fatou Bensouda, atas masalah tersebut. Melalui pemerintahan Presiden Joe Biden, AS mencabut sanksi terhadap Bensouda awal tahun ini.
Departemen Luar Negeri AS, pada Senin mengatakan telah mendengar pengumuman jaksa tersebut. (jm/my)