Tautan-tautan Akses

Jajak Pendapat Tunjukkan Polarisasi Tajam Warga AS Terkait  Pemakzulan Trump


Ketua DPR AS Nancy Pelosi bersiap mengetok palu untuk mengumumkan pasal pemakzulan terhadap Presiden Donald Trump, di Capitol Hill, Washington, Rabu, 18 Desember 2019.
Ketua DPR AS Nancy Pelosi bersiap mengetok palu untuk mengumumkan pasal pemakzulan terhadap Presiden Donald Trump, di Capitol Hill, Washington, Rabu, 18 Desember 2019.

Pemungutan suara pada Rabu (18/12) malam di DPR Amerika memutuskan untuk memakzulkan Presiden Donald Trump. Ada dua pasal yang menjadi dasar keputusan tersebut, yaitu penyalahgunakan wewenang demi kepentingan politik pribadi dan menghalang-halangi penyelidikan Kongres terhadap tindakannya. Pemungutan suara itu juga mencerminkan pandangan publik Amerika yang terpecah tajam.

Jajak pendapat nasional tentang pemakzulan menunjukkan opini publik terbagi sama rata antara mereka yang mendukung dan menolak pemakzulan.

Menurut survei NBC/Wall Steet Journal baru-baru ini, 48 persen warga Amerika yang disurvei menyetujui proses pemakzulan, tetapi prosentase yang sama juga menentang proses ini. Angka-angka ini juga mencerminkan tingkat popularitas presiden yang sedikit berfluktuasi sejak hari-hari pertama menjabat.

Bagi sebagian kritikus dan pendukung kuat Trump, pemakzulan ini merupakan kesempatan untuk menyampaikan pandangan mereka secara terbuka.

‘’Saya kira ini (pemakzulan.red) hoaks, ini parodi, ini merusak demokrasi dan mengganggu negara kita. Saya pikir pemakzulan ini palsu, tidak sah,’’ ujar Mark Kampf, seorang pendukung Trump dari negara bagian Nevada. Kampf mencela apa yang dianggapnya sebagai proses pemakzulan yang bermotif politik.

Sementara Paki Wieland, yang ikut dalam pawai politik untuk menyerukan pemakzulan Trump, mengatakan “presiden ini telah melanggar begitu banyak undang-undang dan kita perlu meminta pertanggungjawabannya. Ini penting untuk menunjukkan kepadanya dan kepada dunia bahwa tidak ada satu orang pun di atas hukum.’’

Wieland juga menyampaikan keprihatinan atas keberpihakan Partai Republik yang merusak sistem pemerintahan negara demokratis ini. “Saya mengikuti proses pemakzulan Nixon. Ketika itu anggota-anggota Partai Republik tidak separtisan saat ini,” ujar Wieland.

Analis Elaine Kamarck di Brookings Institution mengatakan selama bertahun-tahun warga Amerika sudah terpolarisasi dalam soal politik, tetapi Trump telah mengeksploitasi perpecahan itu demi keuntungan politiknya.

Namun Kamarck menilai opini publik pasca pemakzulan ini akan membakar semangat para pendukung di kedua partai. Ia memperkirakan jumlah pemilih dalam pemilu 2020 akan menjadi yang terbesar dalam sejarah Amerika. [em/pp]

XS
SM
MD
LG