JAKARTA —
Gubernur Jakarta Joko Widodo, atau Jokowi, kelihatannya tidak bisa dibendung lagi popularitasnya sebagai calon presiden Indonesia berikutnya, menurut sebuah jajak pendapat yang diterbitkan Rabu (8/1), yang menunjukkan ia empat kali lebih unggul dibandingkan dengan saingan terdekatnya.
Jajak pendapat dari harian Kompas, yang dilakukan Desember, menunjukkan Jokowi mendapat 43.5 persen suara, jauh di atas saingan terdekatnya yang sebelumnya menempati tempat teratas dalam jajak pendapat, Prabowo Subianto, dengan 11,1 persen, turun dari 15,1 persen. Angka Jokowi naik 11 poin dalam jajak pendapat kali ini.
Pemilihan umum mendatang ada di saat kritis di tengah krisis rupiah yang terjadi. Banyak ekonom mengatakan para investor sepertinya akan menunggu sampai jelas siapa yang akan menjadi pengganti Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Kandidat lain yang ada dalam jajak pendapat adalah Aburizal Bakrie dan Wiranto, yang mendapat 6,3 persen atau naik dua kali lipat. Tidak jelas mengapa popularitas Wiranto meningkat, namun diperkirakan karena ia memilih taipan media Harry Tanoesoedibjo sebagai kandidat calon wakil presiden.
Jajak pendapat Kompas tidak mencakup partai-partai yang akan bersaing dalam pemilihan legislatif April yang akan memainkan peran kunci dalam memutuskan siapa yang dapat maju sebagai calon presiden.
Sebuah partai, atau aliansi partai, harus mendapat sedikitnya 25 persen suara dalam pemilihan legislatif atau 20 persen kursi untuk dapat menominasikan kandidat presiden untuk pemilihan pada Juli. Namun aturan tersebut sedang diajukan untuk diamandemen di Pengadilan Konstitusional untuk menurunkan ambang batas.
Menurut beberapa jajak pendapat baru-baru ini, hanya PDI Perjuangan dan Golkar yang dapat memenuhi persyaratan tersebut.
PDI-P, partai asal Jokowi, sejauh ini menolak mengatakan siapa yang akan menjadi kandidatnya. Beberapa analis berspekulasi bahwa ketua partai Megawati Sukarnoputri belum menyerah untuk mencalonkan diri kembali meski kalah dalam tiga pemilu.
Meski demikian, banyak pihak mempertanyakan kurangnya pengalaman Jokowi dalam panggung politik nasional.
"Saat ini, kami ingin fokus pada pemilihan legislatif, bukan pemilihan presiden. Tentu saja, sebagai partai kami harus mempertimbangkan hasil-hasil survei. Namun di negara seperti Indonesia, kita juga perlu mempertimbangkan kapasitas setiap pemimpin untuk menyelesaikan masalah," ujar sekretaris jenderal PDI-P Hasto Kristianto. (Reuters)
Jajak pendapat dari harian Kompas, yang dilakukan Desember, menunjukkan Jokowi mendapat 43.5 persen suara, jauh di atas saingan terdekatnya yang sebelumnya menempati tempat teratas dalam jajak pendapat, Prabowo Subianto, dengan 11,1 persen, turun dari 15,1 persen. Angka Jokowi naik 11 poin dalam jajak pendapat kali ini.
Pemilihan umum mendatang ada di saat kritis di tengah krisis rupiah yang terjadi. Banyak ekonom mengatakan para investor sepertinya akan menunggu sampai jelas siapa yang akan menjadi pengganti Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Kandidat lain yang ada dalam jajak pendapat adalah Aburizal Bakrie dan Wiranto, yang mendapat 6,3 persen atau naik dua kali lipat. Tidak jelas mengapa popularitas Wiranto meningkat, namun diperkirakan karena ia memilih taipan media Harry Tanoesoedibjo sebagai kandidat calon wakil presiden.
Jajak pendapat Kompas tidak mencakup partai-partai yang akan bersaing dalam pemilihan legislatif April yang akan memainkan peran kunci dalam memutuskan siapa yang dapat maju sebagai calon presiden.
Sebuah partai, atau aliansi partai, harus mendapat sedikitnya 25 persen suara dalam pemilihan legislatif atau 20 persen kursi untuk dapat menominasikan kandidat presiden untuk pemilihan pada Juli. Namun aturan tersebut sedang diajukan untuk diamandemen di Pengadilan Konstitusional untuk menurunkan ambang batas.
Menurut beberapa jajak pendapat baru-baru ini, hanya PDI Perjuangan dan Golkar yang dapat memenuhi persyaratan tersebut.
PDI-P, partai asal Jokowi, sejauh ini menolak mengatakan siapa yang akan menjadi kandidatnya. Beberapa analis berspekulasi bahwa ketua partai Megawati Sukarnoputri belum menyerah untuk mencalonkan diri kembali meski kalah dalam tiga pemilu.
Meski demikian, banyak pihak mempertanyakan kurangnya pengalaman Jokowi dalam panggung politik nasional.
"Saat ini, kami ingin fokus pada pemilihan legislatif, bukan pemilihan presiden. Tentu saja, sebagai partai kami harus mempertimbangkan hasil-hasil survei. Namun di negara seperti Indonesia, kita juga perlu mempertimbangkan kapasitas setiap pemimpin untuk menyelesaikan masalah," ujar sekretaris jenderal PDI-P Hasto Kristianto. (Reuters)