Pemerintah Israel, Rabu (25/3), memberlakukan pembatasan menyeluruh baru terkait wabah virus corona, termasuk penutupan semua sinagoga, menyusul meningkatnya kasus penularan virus tersebut di tempat-tempat ibadah. Sementara itu, Libya melaporkan kasus pertama COVID-19.
Perintah penutupan sinagoga, yang mulai berlaku Rabu, itu dilaporkan sempat mendapat tanggapan keberatan dari Menteri Kesehatan Israel, yang kebetulan seorang Yahudi yang ultra-Ortodoks.
Pembatasan-pembatasan baru di Israel ini melarang orang-orang, kecuali mereka yang pekerjaannya dianggap penting bagi masyarakat, berkeliaran lebih dari 100 meter dari rumah mereka.
Israel sejauh ini telah mengukuhkan adanya lebih dari 2.000 kasus virus corona, dengan 37 diantaranya dalam kondisi serius. Lima orang lanjut usia, yang juga diketahui menderita penyakit lain, meninggal akibat virus corona di negara itu.
Banyak anggota komunitas-komunitas ultra-Ortodoks mengabaikan peraturan pemerintah. Mereka tetap mendatangi sinagoga-sinagoga untuk melakukan sembahyang bersama. Pada satu kasus, pihak berwenang sempat bentrok dengan sebuah komunitas yang bersikeras masuk ke sinagoga.
Di Libya, seorang pria berusia 73 tahun yang datang dari Tunisia pada 5 Maret lalu menjadi kasus pertama virus corona di Libya. Pria tersebut baru-baru ini pergi Arab Saudi, dan mendapat perawatan medis karena demam dan batuknya di sebuah ruang isolasi di sebuah rumah sakit di Tripoli.
Pengukuhan kasus pertama di Libya, tiga pekan setelah kedatangan pasien itu di negara tersebut, merupakan ujian besar bagi sistem layanan medis yang sangat lemah di negara itu. [ab/uh]