Para pejabat keamanan barat semakin khawatir akan kegiatan teror ISIS yang mungkin akan memanfaatkan pengungsi yang masuk ke negara mereka.
Semula kekhawatiran itu dipusatkan pada kemungkinan ISIS menggunakan arus pengungsi untuk menyelundupkan agen-agen terlatih mereka untuk melakukan berbagai serangan. Tapi kini kemungkinan itu diperluas, sampai mencakup kemungkinan yang tidak kurang berbahaya-nya.
Kini semakin banyak pejabat keamanan yang memperingatkan bahwa kelompok teror itu mungkin akan menggunakan pengungsi sebagai senjata, setelah mereka berhasil masuk ke negara barat.
“Kita harus siap,” kata Fabrice Leggeri, direktur eksekutif Frontex, sebuah badan perbatasan dan penjaga pantai Eropa, sebelum terjadinya serangan yang mematikan di Berlin minggu ini.
“Mungkin ada orang yang menjadi radikal atau diakali atau digunakan oleh kelompok-kelompok teroris setelah mereka masuk ke negara-negara Uni Eropa,” kata Leggeri.
Sebuah laporan polisi Eropa, Europol, yang diterbitkan bulan November mengatakan, “Bahaya yang nyata dan segera adalah kemungkinan adanya orang-orang Muslim Sunni diantara pengungsi Syria, yang menjadi radikal setelah masuk ke Eropa dan direkrut oleh ISIS,” kata laporan itu. “Diperkirakan ada sejumlah jihadis yang bepergian ke Eropa untuk maksud-maksud ini,” tambah laporan itu.
Europol mengutip laporan-laporan dari Jerman yang mengatakan, sejak bulan April 2016, ada kira-kira 300 kasus dimana kelompok jihadis berusaha merekrut pengungsi yang sedang berusaha masuk ke Eropa.
Keprihatinan ini semakin kuat setelah diketahui bahwa penyerang yang menggunakan truk di Berlin adalah warga Tunisia bernama Anis Amri berumur 24 tahun.
Menurut laporan, ada tanda-tanda bahwa Amri punya kecenderungan menjadi radikal ketika ia pertama kali tiba di Eropa pada usia 19 tahun. Amri masuk ke Eropa lewat pulau Lampedusa di lepas pantai Italia. (isa/sp)