Kedutaan Besar Iran di Sana'a, ibu kota Yaman yang dikuasai kelompok Houthi-Syiah, hari Minggu (3/1) melangsungkan konferensi untuk memperingati satu tahun insiden pembunuhan seorang Jenderal Iran dan pemimpin utama milisi Irak dalam serangan pesawat tak berawak Amerika.
Dalam konferensi itu Duta Besar Iran di Yaman Hasan Eyrlou mengatakan penguatan hubungan antara Iran dan Yaman menjadi agenda utama kedua negara. “Konferensi hari ini mencerminkan hubungan baik antara pemerintah dan rakyat Yaman dan Iran. Hal ini menjadi keprihatinan negara-negara kuat karena mereka ingin menghancurkan seluruh negara Muslim, jadi kita akan berupaya memperdalam hubungan antar kedua negara di seluruh tingkat dan aspek,” ujarnya.
Pembunuhan Jenderal Qassem Soleimani dan Abu Mahdi Al-Muhandis hampir mendorong Iran dan Amerika terlibat konflik habis-habisan dan memicu kemarahan di Irak, memicu parlemen negara itu untuk meloloskan resolusi tidak mengikat yang menyerukan pengusiran seluruh pasukan asing dari Irak. Resolusi itu diloloskan hanya beberapa hari setelah pembunuhan itu.
Soleimani, yang mengepalai pasukan elit Quds, Garda Revolusioner Iran, bertanggungjawab terhadap operasi Iran di luar negeri dan kerap bolak-balik antara Irak, Lebanon dan Suriah.
Sementara Al Muhandis adalah pemimpin milisi Irak yang paling disegani, yang sekaligus menjadi wakil panglima Popular Mobilization Committee PMF, suatu organisasi yang disponsori pemerintah Irak yang terdiri dari 40 kelompok milisi yang pada tahun 2014 berada di garis depan untuk melawan ISIS.
Pembunuhan keduanya memicu ketegangan di kawasan, serta membuat Amerika dan Iran berada di jurang peperangan. Iran membalas dengan menembakkan sejumlah rudal balistik ke dua pangkalan Irak yang menjadi tempat bermukim pasukan Amerika, sebagian diantara mereka menderita gegar otak. Pejabat-pejabat Iran mengatakan akan melakukan pembalasan lebih luas.
Yaman terjerumus dalam perang saudara sejak tahun 2014 setelah pemberontak Houthi-Syiah yang didukung Iran menguasai bagian utara negara itu dan ibu kota Sana'a. Setahun kemudian koalisi militer pimpinan Arab Saudi yang didukung Amerika melakukan intervensi dan mengembalikan Presiden Abe
Rabbo Mansour Hadi ke puncak pemerintahan. [em/jm]