Iran pada Senin (20/1) menyatakan harapannya agar pemerintahan Amerika Serikat di bawah Donald Trump mengadopsi pendekatan yang lebih "realistis" dan menunjukkan "rasa hormat" terhadap kepentingan negara-negara di Timur Tengah.
Trump akan dilantik untuk masa jabatan kedua sebagai presiden Amerika pada Senin (20/1).
"Kami berharap pendekatan dan kebijakan pemerintah Amerika yang baru akan lebih realistis, mematuhi hukum internasional, dan menghormati kepentingan serta keinginan negara-negara di kawasan, termasuk Iran," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri Esmaeil Baqaei dalam konferensi pers mingguan.
Baqaei mengecam pemerintahan Joe Biden yang akan berakhir karena dukungannya terhadap Israel dalam perangnya dengan Hamas.
Ia juga menyatakan bahwa pemerintahan Biden gagal "menunjukkan keseriusan" dalam upaya menghidupkan kembali kesepakatan nuklir dengan Iran.
Selama masa jabatan pertamanya, Trump menerapkan kebijakan "tekanan maksimum" terhadap Iran, menarik Amerika Serikat dari kesepakatan nuklir penting 2015 yang membatasi program nuklir Iran dengan imbalan pelonggaran sanksi.
Teheran mematuhi kesepakatan tersebut hingga Washington menarik diri pada 2018, tetapi kemudian mulai mengurangi komitmennya. Upaya untuk menghidupkan kembali perjanjian itu sejak saat itu mengalami kebuntuan.
Kesepakatan tersebut, yang dikenal sebagai Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA), mencakup mekanisme snapback yang memungkinkan para penandatangan untuk memberlakukan kembali sanksi Perserikatan Bangsa-Bangsa terhadap Iran dalam kasus "ketidakpatuhan yang signifikan" terhadap komitmen.
Opsi untuk memicu mekanisme tersebut berakhir pada Oktober tahun ini.
Baqaei memperingatkan tentang respons yang "proporsional dan timbal balik" jika mekanisme tersebut diaktifkan.
"Penyalahgunaan mekanisme ini berarti bahwa tidak akan ada lagi pembenaran atau alasan bagi Iran untuk tetap berada dalam beberapa perjanjian yang relevan," katanya.
Diplomat Iran sebelumnya memperingatkan bahwa Teheran akan "menarik diri" dari Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir jika mekanisme tersebut diaktifkan.
Minggu lalu, Iran mengadakan perundingan nuklir rahasia dengan Inggris, Jerman, dan Prancis, yang dikenal sebagai E3, yang digambarkan oleh kedua belah pihak sebagai "blak-blakan dan konstruktif".
Menteri Luar Negeri Abbas Araghchi kemudian mengatakan negara-negara Eropa tampak serius dalam mencari cara untuk menghidupkan kembali perundingan nuklir, seraya menambahkan bahwa tidak jelas apakah pemerintahan Trump "berniat untuk kembali ke perundingan." [ah/rs]
Forum