Iran, dengan bantuan dari China, membuat versi tertutup dari Internet untuk menjaga agar warga negaranya tidak melihat materi-materi yang dianggap tidak sesuai. Para ahli sendiri mengatakan proyek itu sulit dilakukan dan sepertinya tidak akan berhasil.
Proyek tersebut, dimulai beberapa tahun yang lalu, didorong oleh keprihatinan atas keamanan nasional dan niat menyensor, menurut Mahmoud Enayat, direktur Small Media, organisasi di London yang bekerja untuk meningkatkan arus informasi di masyarakat-masyarakat yang tertutup.
Enayat mengatakan bahwa pemerintah Iran menyimpulkan bahwa negaranya menghadapi ancaman-ancaman keamanan kapan pun informasi pemerintah dan perbankan pindah ke Internet melalui server-server di luar negeri.
"Jadi yang mereka mulai lakukan adalah membangun infrastruktur di dalam Iran, yang memungkinkan untuk membuat lalu lintas hanya berjalan internal, jadi dapat dikelola," ujar Enayat.
Sekitar 90 persen laman-laman pemerintah telah dipindahkan ke server-server Iran, menurut analis riset dari Freedom House, Adrian Shahbaz.
“Tidak diragukan lagi bahwa pemerintah Iran telah melihat ke negara-negara represif lainnya, seperti China, sebagai model dan bahkan penjual untuk perangkat lunak dan perangkat keras pengontrol yang canggih dan diperlukan untuk mempertahankan pengendalian yang ketat untuk warga pengguna Internet." ujar Shahbaz.
Eva Galperin, analis dari Electronic Frontier Foundation di California, mengatakan bahwa Iran sepertinya ingin mengikuti model China dalam menciptakan alat-alat dan jaringan sosial sendiri yang mirip dengan Weibo, versi China untuk Twitter.
"Namun ternyata membangun layanan-layanan seperti ini sangat sulit," ujarnya.
Karena menghadapi sanksi-sanksi ekonomi dan politik internasional, Iran menghadapi kesulitan dalam membeli peralatan dan keahlian untuk memberlakukan sistem-sistem canggih yang dapat menyediakan keamanan dan kontrol untuk komunikasi daring.
Sebagai jalan keluarnya, Shahbaz mengatakan Iran mencoba membangun banyak sistem pengawas sendiri dari awal dan membajak versi demonstrasi perangkat lunak untuk menyesuaikan dengan kebutuhan mereka.
Pemasok China
Beberapa peralatan masih dibeli secara gelap, ujar Enayat. Namun lebih sering lagi, tambahnya, perangkat lunak datang dari perusahaan-perusahaan China atau perusahaan perantara di Malaysia dan Thailand.
"Tidak ada perusahaan-perusahaan Barat yang menjual peralatan ini ke Iran karena cukup banyak tekanan dari pemerintah Barat terhadap perusahaan Barat yang menjual barang-barang seperti ini," ujar Enayat.
"China adalah persoalannya di sini. Dan pemerintah China tidak peduli. Perusahaan-perusahaan itu, karena takut kehilangan bisnis dengan AS, telah mengurangi hubungan, namun belum memutuskannya sama sekali."
Galperin mengatakan bahwa meski ada bukti bahwa Iran menggunakan perangkat keras jaringan China untuk proyeknya, tidak jelas sampai sejauh mana bantuan dari China ini.
Salah satu contoh bantuan China terlihat tahun lalu, menurut Shahbaz, ketika diketahui bahwa perusahaan China ZTE telah menandatangani kontrak dengan Iran untuk menyediakan peralatan pengawas dan pencegatan senilai lebih dari US$130 juta. Ia mengatakan ada kesepakatan pada 2010 agar China menjual teknologi-teknologi "inspeksi mendalam" kepada Iran yang dapat mengawasi komunikasi-komunikasi Internet.
Semua ini, menurut Shahbaz, dirancang untuk memungkinkan Iran membangun layanan-layanan Internet internal dan menghalangi akses terhadap servis-servis Internet umum.
Jaringan internal tersebut juga dirancang untuk mencegah penduduk Iran menjelajahi Internet, bahkan untuk sistem internal, secara anonim.
“Semua alamat protokol Internet (IP) akan harus terdaftar, dan hal itu akan mempermudah identifikasi siapa yang melihat laman-laman kapan pun," ujar Shahbaz.
Enayat mengatakan bahwa pemerintah di Tehran ingin memblokir akses terhadap alat-alat dan servis komersial yang digunaka oleh banyak warga Iran untuk melewati sistem penyaringan untuk laman-laman seperti Facebook dan YouTube.
Hal itulah yang terjadi sebelum pemilihan presiden Juni lalu, ujar Galperin, ketika pihak berwenang mematikan beberapa komunikasi bersandi Internet untuk menyulitkan penjelajahan yang lebih aman.
"Kontrol datang dan pergi dan pemerintah tidak bisa mempertahankan itu. Ini bukan hanya masalah teknis, tapi juga sosial," ujar Galperin.
"Jika warga dan beberapa jenis komunikasi yang aman dihalangi dalam waktu yang lama, akan timbul keresahan sosial."
Proyek Jaringan Informasi Nasional di Iran akan menciptakan dua jenis Internet: Satu yang berbasis server domestik, dan yang lainnya adalah Internet internasional yang sangat lambat dan disaring.
"Banyak warga Iran, suka atau tidak, akan menggunakan versi Internet yang bersih tersebut," ujar Shahbaz. "Isinya adalah laman-laman yang sudah disetujui dan produk-produk yang ditawarkan pemerintah iran."
Namun ia memperingatkan bahwa akan sulit mencapai hal ini "di negara di mana bahkan pemimpin utama (Ali Khamenei) memiliki akun Twitter sendiri."
Bahkan mantan presiden Mahmoud Ahmadinejad memiliki halaman Facebook, dan Presiden yang baru terpilih Hassan Rouhani baru-baru ini membela Facebook dan mengatakan bahwa upaya-upaya untuk menyarin akses Internet itu sia-sia, meski faktanya Facebook diblokir di negara itu dan penyaringan Internet terus berlanjut, ujar Galperin.
‘Perang Lunak' dengan Barat
Namun apapun yang dilakukan para pemimpin dalam penggunaan Internet pribadi mereka, Shahbaz mengatakan bahwa kebijakan nasional Iran didasarkan pada pandangan bahwa mereka sedang terlibat "perang lunak" dengan Barat dan Tehran "ingin menutup diri dan membangun Internet nasional karena merasa diserang dalam 'perang lunak' ini."
Jeffrey Carr, seorang analis dari Taia Global, perusahaan keamanan dunia maya dari negara bagian Washington, mengatakan ada alasan baik mengapa para pemimpin Iran merasa seperti itu.
“Ada periode waktu dimana sedikitnya enam alat spionase dunia maya yang besar ditemukan di jaringan-jaringan Iran," ujar Carr.
"Jadi saya pikir hal itu merupakan motivasi mereka untuk mencoba mencari jalan untuk mengisolasi jaringan mereka."
Namun di luar upaya-upaya mereka, Carr mengatakan proyek jaringan Iran merupakan solusi yang tidak dipikirkan masak-masak.
"Iran masih harus terhubungkan dengan dunia luar. Selama koneksi-koneksi itu ada, penduduk akan mencoba menggunakannya untuk akses Internet," ujarnya.
Carr memperkirakan bahwa Iran akan mundur dari proyek ini atau memodifikasinya secara ekstensif.
"Mereka mungkin akan berakhir dengan sesuatu seperti 'firewall' di China, namun sampai di situ saja. Saya tidak mengharapkan mereka sepenuhnya berhasil mengisolasi penduduk dari Internet. Adalah mustahil menarik diri dari Internet global," ujarnya. (VOA/Aida Aki)
Proyek tersebut, dimulai beberapa tahun yang lalu, didorong oleh keprihatinan atas keamanan nasional dan niat menyensor, menurut Mahmoud Enayat, direktur Small Media, organisasi di London yang bekerja untuk meningkatkan arus informasi di masyarakat-masyarakat yang tertutup.
Enayat mengatakan bahwa pemerintah Iran menyimpulkan bahwa negaranya menghadapi ancaman-ancaman keamanan kapan pun informasi pemerintah dan perbankan pindah ke Internet melalui server-server di luar negeri.
"Jadi yang mereka mulai lakukan adalah membangun infrastruktur di dalam Iran, yang memungkinkan untuk membuat lalu lintas hanya berjalan internal, jadi dapat dikelola," ujar Enayat.
Sekitar 90 persen laman-laman pemerintah telah dipindahkan ke server-server Iran, menurut analis riset dari Freedom House, Adrian Shahbaz.
“Tidak diragukan lagi bahwa pemerintah Iran telah melihat ke negara-negara represif lainnya, seperti China, sebagai model dan bahkan penjual untuk perangkat lunak dan perangkat keras pengontrol yang canggih dan diperlukan untuk mempertahankan pengendalian yang ketat untuk warga pengguna Internet." ujar Shahbaz.
Eva Galperin, analis dari Electronic Frontier Foundation di California, mengatakan bahwa Iran sepertinya ingin mengikuti model China dalam menciptakan alat-alat dan jaringan sosial sendiri yang mirip dengan Weibo, versi China untuk Twitter.
"Namun ternyata membangun layanan-layanan seperti ini sangat sulit," ujarnya.
Karena menghadapi sanksi-sanksi ekonomi dan politik internasional, Iran menghadapi kesulitan dalam membeli peralatan dan keahlian untuk memberlakukan sistem-sistem canggih yang dapat menyediakan keamanan dan kontrol untuk komunikasi daring.
Sebagai jalan keluarnya, Shahbaz mengatakan Iran mencoba membangun banyak sistem pengawas sendiri dari awal dan membajak versi demonstrasi perangkat lunak untuk menyesuaikan dengan kebutuhan mereka.
Pemasok China
Beberapa peralatan masih dibeli secara gelap, ujar Enayat. Namun lebih sering lagi, tambahnya, perangkat lunak datang dari perusahaan-perusahaan China atau perusahaan perantara di Malaysia dan Thailand.
"Tidak ada perusahaan-perusahaan Barat yang menjual peralatan ini ke Iran karena cukup banyak tekanan dari pemerintah Barat terhadap perusahaan Barat yang menjual barang-barang seperti ini," ujar Enayat.
"China adalah persoalannya di sini. Dan pemerintah China tidak peduli. Perusahaan-perusahaan itu, karena takut kehilangan bisnis dengan AS, telah mengurangi hubungan, namun belum memutuskannya sama sekali."
Galperin mengatakan bahwa meski ada bukti bahwa Iran menggunakan perangkat keras jaringan China untuk proyeknya, tidak jelas sampai sejauh mana bantuan dari China ini.
Salah satu contoh bantuan China terlihat tahun lalu, menurut Shahbaz, ketika diketahui bahwa perusahaan China ZTE telah menandatangani kontrak dengan Iran untuk menyediakan peralatan pengawas dan pencegatan senilai lebih dari US$130 juta. Ia mengatakan ada kesepakatan pada 2010 agar China menjual teknologi-teknologi "inspeksi mendalam" kepada Iran yang dapat mengawasi komunikasi-komunikasi Internet.
Semua ini, menurut Shahbaz, dirancang untuk memungkinkan Iran membangun layanan-layanan Internet internal dan menghalangi akses terhadap servis-servis Internet umum.
Jaringan internal tersebut juga dirancang untuk mencegah penduduk Iran menjelajahi Internet, bahkan untuk sistem internal, secara anonim.
“Semua alamat protokol Internet (IP) akan harus terdaftar, dan hal itu akan mempermudah identifikasi siapa yang melihat laman-laman kapan pun," ujar Shahbaz.
Enayat mengatakan bahwa pemerintah di Tehran ingin memblokir akses terhadap alat-alat dan servis komersial yang digunaka oleh banyak warga Iran untuk melewati sistem penyaringan untuk laman-laman seperti Facebook dan YouTube.
Hal itulah yang terjadi sebelum pemilihan presiden Juni lalu, ujar Galperin, ketika pihak berwenang mematikan beberapa komunikasi bersandi Internet untuk menyulitkan penjelajahan yang lebih aman.
"Kontrol datang dan pergi dan pemerintah tidak bisa mempertahankan itu. Ini bukan hanya masalah teknis, tapi juga sosial," ujar Galperin.
"Jika warga dan beberapa jenis komunikasi yang aman dihalangi dalam waktu yang lama, akan timbul keresahan sosial."
Proyek Jaringan Informasi Nasional di Iran akan menciptakan dua jenis Internet: Satu yang berbasis server domestik, dan yang lainnya adalah Internet internasional yang sangat lambat dan disaring.
"Banyak warga Iran, suka atau tidak, akan menggunakan versi Internet yang bersih tersebut," ujar Shahbaz. "Isinya adalah laman-laman yang sudah disetujui dan produk-produk yang ditawarkan pemerintah iran."
Namun ia memperingatkan bahwa akan sulit mencapai hal ini "di negara di mana bahkan pemimpin utama (Ali Khamenei) memiliki akun Twitter sendiri."
Bahkan mantan presiden Mahmoud Ahmadinejad memiliki halaman Facebook, dan Presiden yang baru terpilih Hassan Rouhani baru-baru ini membela Facebook dan mengatakan bahwa upaya-upaya untuk menyarin akses Internet itu sia-sia, meski faktanya Facebook diblokir di negara itu dan penyaringan Internet terus berlanjut, ujar Galperin.
‘Perang Lunak' dengan Barat
Namun apapun yang dilakukan para pemimpin dalam penggunaan Internet pribadi mereka, Shahbaz mengatakan bahwa kebijakan nasional Iran didasarkan pada pandangan bahwa mereka sedang terlibat "perang lunak" dengan Barat dan Tehran "ingin menutup diri dan membangun Internet nasional karena merasa diserang dalam 'perang lunak' ini."
Jeffrey Carr, seorang analis dari Taia Global, perusahaan keamanan dunia maya dari negara bagian Washington, mengatakan ada alasan baik mengapa para pemimpin Iran merasa seperti itu.
“Ada periode waktu dimana sedikitnya enam alat spionase dunia maya yang besar ditemukan di jaringan-jaringan Iran," ujar Carr.
"Jadi saya pikir hal itu merupakan motivasi mereka untuk mencoba mencari jalan untuk mengisolasi jaringan mereka."
Namun di luar upaya-upaya mereka, Carr mengatakan proyek jaringan Iran merupakan solusi yang tidak dipikirkan masak-masak.
"Iran masih harus terhubungkan dengan dunia luar. Selama koneksi-koneksi itu ada, penduduk akan mencoba menggunakannya untuk akses Internet," ujarnya.
Carr memperkirakan bahwa Iran akan mundur dari proyek ini atau memodifikasinya secara ekstensif.
"Mereka mungkin akan berakhir dengan sesuatu seperti 'firewall' di China, namun sampai di situ saja. Saya tidak mengharapkan mereka sepenuhnya berhasil mengisolasi penduduk dari Internet. Adalah mustahil menarik diri dari Internet global," ujarnya. (VOA/Aida Aki)