Tautan-tautan Akses

IOM: Para Perempuan Pengungsi Rohingya di Cox's Bazar Bentuk Komite Khusus


Para perempuan pengungsi Rohingya menunggu di sebuah pusat pelayanan medis di kamp Jamtoli, Cox's Bazar, Bangladesh (foto: ilustrasi).
Para perempuan pengungsi Rohingya menunggu di sebuah pusat pelayanan medis di kamp Jamtoli, Cox's Bazar, Bangladesh (foto: ilustrasi).

Organisasi Internasional untuk Migrasi atau IOM melaporkan sejumlah perempuan pengungsi Rohingya di Cox's Bazar telah membentuk komite untuk secara langsung menyampaikan keprihatinan dan kebutuhan mereka kepada pengelola kamp PBB, tanpa harus melalui para petugas laki-laki.

Lebih dari 100 perempuan Rohingya telah membentuk komite semacam itu untuk pertama kalinya. Para perempuan itu hanya merupakan sebagian kecil dari hampir satu juta pengungsi yang melarikan diri ke Cox's Bazar dari kekerasan dan penganiayaan di Myanmar.

Namun demikian, komite itu dipandang sebagai pencapaian yang luar biasa. Seperti di kebanyakan tempat pengungsian, kamp-kamp di Cox's Bazar dikuasai oleh laki-laki. Perempuan tidak punya hak, sementara anggota keluarga laki-laki memutuskan soal bantuan, pekerjaan, dan prioritas hidup.

Organisasi Internasional untuk Migrasi, IOM mengatakan, komite yang semuanya beranggota perempuan itu akan mengubah skenario ini. Juru bicara IOM, Joel Millman mengatakan, laki-laki tidak selalu sadar akan masalah yang dianggap penting oleh perempuan. Dia mengatakan, perempuan di komite akan dapat mengangkat dan mengutamakan masalah-masalah mereka dengan staf PBB yang bisa membantu mereka.

“Dua tujuan yang hendak dicapai dalam waktu dekat ini adalah menghadapi kekerasan gender, memasang lampu-lampu di sekitar jamban dan tempat-tempat yang sering menjadi tempat pelecehan seksual. Tetapi, juga untuk mencegah atau setidaknya memberi tahu orang-orang tentang apa yang dimaksud IOM dengan pernikahan paksa atau pernikahan dini,” kata Millman.

Millman mengatakan, isu-isu lain yang diupayakan perempuan meliputi kesehatan, air, sanitasi, kebersihan, perlindungan serta manajemen dan pengembangan kamp. Dia mengatakan perempuan juga merasa diperlakukan tidak adil kalau hanya laki-laki yang bisa diikutsertakan dalam program Cash for Work. Mereka mengatakan, mereka juga ingin bekerja.

Dia mengatakan IOM telah mendengar seruan dan rencana mereka untuk mengikuti program kerja untuk mendapat uang itu, yang akan diadakan secara merata di kamp-kamp antara laki-laki dan perempuan menjelang akhir tahun. Sementara itu dia mengatakan, perempuan juga mempunyai gagasan sendiri untuk menghasilkan uang dan meningkatkan mata pencaharian. Dia mengatakan mereka berencana membuat sabun dan kerajinan tangan di pusat komunitas untuk dijual. [ps]

Recommended

XS
SM
MD
LG