JAKARTA —
Kebutuhan Indonesia akan bandar udara yang lebih banyak dan lebih baik telah menarik perhatian kuat dari perusahaan-perusahaan transport dan konstruksi, yang mengincar bagian di salah satu pasar dengan pertumbuhan perjalanan udara tercepat di dunia.
Bulan depan, pemerintah Indonesia diharapkan mempermudah aturan untuk mengizinkan perusahaan-perusahaan asing, seperti GVK Power & Infrastructure dari India dan Incheon International Airport Corp dari Korea Selatan, untuk mengelola dan mengoperasikan bandar-bandar udara di Indonesia, yang merupakan pasar perjalanan udara domestik terbesar kelima di dunia.
"Setelah perubahan dalam aturan ini, semua operator bandar udara akan menunjukkan ketertarikan,” ujar operator bandar udara Turki TAV Havalimanlari Holding dalam pernyataan surat elektronik.
Bandar-bandar udara Indonesia, banyak diantaranya beroperasi dua sampai tiga kali di atas kapasitas yang ditentukan, mendambakan investasi setelah tahunan pendanaan pemerintah yang minim, birokrasi yang tidak efisien dan sengketa lahan.
Hampir 200 bandara publik tidak dapat mengejar ketinggalan dari ledakan jumlah perjalanan dan dapat kehilangan pangsa pasar dari Singapura, Malaysia dan pusat-pusat penerbangan regional lainnya jika tidak segera berekspansi, menurut para pejabat industri.
Bandara Internasional Soekarno-Hatta di Jakarta diperkirakan akan mengakomodasi 64,4 juta penumpang tahun ini, hampir tiga kali dari kapasitasnya yang hanya 22 juta, menurut pengelola Angkasa Pura II.
Maskapai Lion Air, yang telah memesan lebih dari 500 pesawat untuk dekade mendatang, memperingatkan bahwa pesawat barunya dapat dialihkan ke afiliasi-afiliasi mereka di Thailand atau Malaysia jika Indonesia tidak dapat mengakomodasi rencana mereka untuk berekspansi ke pasar internasional, menurut Edward Sirait, direktur urusan umum perusahaan tersebut.
Garuda Airlinies juga telah memesan 350-400 pesawat sampai 2025, dan terpaksa memindahkan pesawat-pesawat barunya ke Batam dan Medan karena kurangnya kapasitas di Jakarta.
Pemerintah berencana membangun 24 bandara baru dan mengembangkan yang sudah ada pada 2017. Sebanyak 21 bandara lagi akan dibangun dalam waktu 10 tahun.
Vinci dari Perancis, Fraport AG dari Jerman, Incheon dari Korea Selatan dan Mitsubishi Corp dan Sojitz Corp dari Jepang baru-baru ini mendekati perusahaan-perusahaan Indonesia mengenai kemungkinan-kemungkinan investasi, menurut pihak Angkasa Pura I.
Namun mereka tidak dapat memiliki saham mayoritas karena aturan pemerintah. Bandara-bandara Indonesia saat ini ada dalam “daftar investasi negatif” yang membatasi keterlibatan pihak asing dalam wilayah-wilayah yang dianggap sensitif. Di bawah regulasi ini, perusahaan asing hanya dapat memiliki lebih dari 49 persen bandara-bandara domestik.
Para pejabat Indonesia telah meminta menghapus bandara, pelabuhan dan jasa bandara dari daftar tersebut untuk mendorong peningkatan perlambatan ekonomi. Hal ini menuntut persetujuan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Mahendra Siregar mengatakan persetujuan diperkirakan akan didapatkan Desember. (Reuters/Randy Fabi dan Andjarsari Paramaditha)
Bulan depan, pemerintah Indonesia diharapkan mempermudah aturan untuk mengizinkan perusahaan-perusahaan asing, seperti GVK Power & Infrastructure dari India dan Incheon International Airport Corp dari Korea Selatan, untuk mengelola dan mengoperasikan bandar-bandar udara di Indonesia, yang merupakan pasar perjalanan udara domestik terbesar kelima di dunia.
"Setelah perubahan dalam aturan ini, semua operator bandar udara akan menunjukkan ketertarikan,” ujar operator bandar udara Turki TAV Havalimanlari Holding dalam pernyataan surat elektronik.
Bandar-bandar udara Indonesia, banyak diantaranya beroperasi dua sampai tiga kali di atas kapasitas yang ditentukan, mendambakan investasi setelah tahunan pendanaan pemerintah yang minim, birokrasi yang tidak efisien dan sengketa lahan.
Hampir 200 bandara publik tidak dapat mengejar ketinggalan dari ledakan jumlah perjalanan dan dapat kehilangan pangsa pasar dari Singapura, Malaysia dan pusat-pusat penerbangan regional lainnya jika tidak segera berekspansi, menurut para pejabat industri.
Bandara Internasional Soekarno-Hatta di Jakarta diperkirakan akan mengakomodasi 64,4 juta penumpang tahun ini, hampir tiga kali dari kapasitasnya yang hanya 22 juta, menurut pengelola Angkasa Pura II.
Maskapai Lion Air, yang telah memesan lebih dari 500 pesawat untuk dekade mendatang, memperingatkan bahwa pesawat barunya dapat dialihkan ke afiliasi-afiliasi mereka di Thailand atau Malaysia jika Indonesia tidak dapat mengakomodasi rencana mereka untuk berekspansi ke pasar internasional, menurut Edward Sirait, direktur urusan umum perusahaan tersebut.
Garuda Airlinies juga telah memesan 350-400 pesawat sampai 2025, dan terpaksa memindahkan pesawat-pesawat barunya ke Batam dan Medan karena kurangnya kapasitas di Jakarta.
Pemerintah berencana membangun 24 bandara baru dan mengembangkan yang sudah ada pada 2017. Sebanyak 21 bandara lagi akan dibangun dalam waktu 10 tahun.
Vinci dari Perancis, Fraport AG dari Jerman, Incheon dari Korea Selatan dan Mitsubishi Corp dan Sojitz Corp dari Jepang baru-baru ini mendekati perusahaan-perusahaan Indonesia mengenai kemungkinan-kemungkinan investasi, menurut pihak Angkasa Pura I.
Namun mereka tidak dapat memiliki saham mayoritas karena aturan pemerintah. Bandara-bandara Indonesia saat ini ada dalam “daftar investasi negatif” yang membatasi keterlibatan pihak asing dalam wilayah-wilayah yang dianggap sensitif. Di bawah regulasi ini, perusahaan asing hanya dapat memiliki lebih dari 49 persen bandara-bandara domestik.
Para pejabat Indonesia telah meminta menghapus bandara, pelabuhan dan jasa bandara dari daftar tersebut untuk mendorong peningkatan perlambatan ekonomi. Hal ini menuntut persetujuan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Mahendra Siregar mengatakan persetujuan diperkirakan akan didapatkan Desember. (Reuters/Randy Fabi dan Andjarsari Paramaditha)