Indonesia menegaskan komitmen dan inisiatif kepemimpinan untuk menangani masalah kelautan dalam KTT “Our Ocean Conference” yang diselenggarakan Uni Eropa di Malta pada tanggal 5-6 Oktober.
“Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, kami juga mengalami masalah yang sama dengan negara-negara kepulauan lainnya akibat perubahan iklim,” ujar Arif Havas Oegroseno, Deputi Kedaulatan Maritim pada Kementerian Koordinator Kemaritiman, dalam diskusi panel tingkat tinggi bersama empat panelis lain, yang dipandu oleh mantan menteri luar negeri Amerika Serikat, John Kerry. Indonesia telah kehilangan hampir 30.000 hektar dataran pesisir karena naiknya permukaan laut, kata Havas.
Dalam forum itu, Havas menawarkan kerja sama pertukaran informasi dan pengalaman dengan negara pulau lain,baik besar maupun kecil, untuk mengatasi dampak perubahan iklim. “Pemerintah Indonesia ingin membentuk forum negara kepulauan dan negara pulau, yang bisa bertemu secara rutin untuk bekerja sama dalam praktek penanganan dampak perubahan iklim, deteksi dini tsunami dan penanganan pasca bencana,” tegas Havas.
Untuk mewujudkan gagasan itu, sebelum berbicara dalam diskusi panel hari kedua itu Havas telah bertemu dengan Presiden Palau Tommy Remengsau. “Beliau setuju dengan ide pembentukan forum itu, dan kita akan mengadakan pertemuan persiapan pada 21-22 November nanti,” tambah mantan Dubes RI untuk Belgia itu.
Isu Penangkapan Ikan Ilegal dan Sampah Laut Jadi Sorotan
Sementara itu Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang juga hadir dalam KTT itu menyampaikan upaya yang telah dilakukan pemerintah Indonesia dalam menangani penangkap ikan ilegal yang tidak dilaporkan atau IUUF (illegal, unreported, unregulated fishing), sampah laut, dan dampak pemanasan global terhadap laut.
Secara khusus Kemenko Kemaritiman juga menyoroti isu sampah atau polusi laut yang telah menjadi masalah global, dengan menerbitkan sebuah rencana aksi nasional penanganan sampah plastik laut.
“Kami telah menyusun sebuah rencana aksi nasional yang kokoh sebagai peta jalan untuk mengatasi sampah plastik laut supaya kami bisa mengurangi hingga tujuh puluh persen sampah plastik pada tahun 2025,” ujar Havas menyorot isu ini.
Rencana Aksi Nasional untuk Atasi Sampah Laut
Rencana aksi nasional itu tidak saja berupaya mengatasi sampah di hilir, tetapi juga mendorong pembersihan sungai dan pantai. “Indonesia mengembangkan plastik ramah lingkungan, mengenakan pajak pada plastik sekali pakai, mengembangkan pilot project aspal dengan campuran plastik untuk proyek jalan nasional, mengembangkan sampah untuk energi, memperkuat inisiatif bank sampah, serta pemberdayaan masyarakat dan pemuda,” kata Havas menambahkan.
Untuk mewujudkan rencana aksi itu, Indonesia telah mengalokasikan anggaran satu miliar dolar.
Selain menggalang kerjasama dengan sektor swasta dan masyarakat, pemerintah Indonesia membentuk “Aliansi untuk Solusi Sampah Plastik Laut” (Alliance for Marine Plastic Solutions/AMPS). Aliansi ini dinilai penting untuk mencegah kerugian ekologi dan ekonomi yang semakin besar akibat rusaknya keanekaragaman hayati dan sumber daya laut.
KTT “Our Ocean Conference” yang dilaksanakan sejak tahun 2014 itu dimaksudkan untuk mengundang para pemimpin dunia menanggapi dan memberikan komitmen kerjasama di bidang kelautan. [em]