Tautan-tautan Akses

Indonesia Minta India dan Pakistan Utamakan Dialog Dalam Isu Kashmir


Seorang pria Kashmir berjalan di tengah jalanan yang sepi, di Srinagar, kawasan Kashmir yang dikuasai oleh India, diawasi oleh para penjaga keamanan, 14 Agustus 2019.
Seorang pria Kashmir berjalan di tengah jalanan yang sepi, di Srinagar, kawasan Kashmir yang dikuasai oleh India, diawasi oleh para penjaga keamanan, 14 Agustus 2019.

Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi meminta India dan Pakistan mengutamakan dialog terkait konflik Kashmir.

Dalam jumpa pers mingguan di kantornya di Jakarta, Kamis (15/8), pelaksana tugas juru bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah mengungkapkan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi telah memanggil duta besar Pakistan dan duta besar India untuk menjelaskan perkembangan situasi di Kashmir. Namun karena duta besar India sedang tidak berada di Indonesia, yang menemui Menteri Retno adalah wakil duta besar.

Dalam pertemuan tersebut, Menteri Retno menyampaikan pesan perdamaian kepada kedua negara. Menteri Retno mengatakan Pakistan dan India adalah dua negara yang sangat penting bagi Indonesia dan kedua negara sama-sama merupakan sahabat Indonesia.

Menteri Retno, lanjut Faizasyah, juga menyatakan Pakistan dan India sama-sama dapat berkontribusi bagi perdamaian di kawasan dan pada tingkat global.

Pelaksana tugas juru bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah, dalam jumpa pers mingguan di kantornya di Jakarta, Kamis (15/8).
Pelaksana tugas juru bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah, dalam jumpa pers mingguan di kantornya di Jakarta, Kamis (15/8).

"Dalam konteks itu pulalah, kita menggarisbawahi apabila terjadi konflik terbuka, tidak ada satupun negara yang diuntungkan dan justeru merugikan, tidak saja kedua negara tapi kawasan yang lebih luas. Jadi, ada ancaman terhadap pertumbuhan kesejahteraan, tidak saja di Asia Selatan tetapi bisa meluas ke kawasan lainnya," kata Faizasyah.

Karena itulah, Menteri Retno mendorong Pakistan dan India untuk lebih mengedepankan dialog dan komunikasi.

Menanggapi permintaan Pakistan agar isu Kashmir dibahas di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Faizasyah menilai langkah Islambad tersebut sah-sah saja.

Wilayah Jammu dan Kashmir kembali menjadi sorotan masyarakat internasional setelah parlemen India pekan lalu menghapus Pasal 370 dalam konstitusi, yang menghapus status otonomi khusus bagi wilayah tersebut. Keputusan parlemen India itu mengubah wilayah Kashmir menjadi dua negara bagian, yakni Jammu dan Kashmir serta Ladakh. Keputusan parlemen ini berlaku mulai 31 Oktober 2019.

Dengan status otonomi sebelumnya, Kashmir memiliki konstitusi sendiri, bendera sendiri dan kebebasan menentukan kebijakan dalam semua aspek, kecuali urusan luar negeri, pertahanan, dan komunikasi.

Langkah itu disambut dengan permusuhan ekstrem oleh Pakistan. Seorang pejabat senior menyerukan Islamabad untuk memutus hubungan diplomatik dengan India. Pakistan pun mengusir duta besar India, memotong sebagian jalur kereta, dan menutup wilayah udara Pakistan bagi penerbangan India.

Perdana Menteri India Narendra Modi membenarkan soal penghapusan Pasal 370 itu. Dia menuduh status otonomi bagi Kashmir tidak menguntungkan rakyat, tetapi hanya mendorong separatisme, korupsi, terorisme, dan aturan keluarga.

Teuku Rezasyah, pengamat hubungan internasional dari Universitas Padjadjaran Bandung, menjelaskan persoalan Kashmir merupakan konflik yang akut. Sejauh ini, India sudah menguasai dua pertiga Kashmir dan sisanya menjadi milik Pakistan.

Rezasyah menegaskan dampak ketegangan di Kashmir bukan saja terhadap Asia Selatan tetapi kawasan Asia Tenggara. Alhasil, mau tidak mau Indonesia harus terlibat dalam meredakan ketegangan itu.

"Sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, maka yang bisa kita lakukan sementara adalah menjadi penengah dari kedua negara tersebut. Ini memang serba salah karena kita pernah punya masalah dengan mereka pada masa lalu. Pada saat Perang India-Pakistan, pemerintah Indonesia sedikit bersimpati kepada Pakistan. Hal ini tidak boleh dilakukan lagi, kita harus benar-benar bermain di tengah," ujar Rezasyah.

Rezasyah memastikan, hanya Indonesia yang dipercaya Pakistan dan India untuk menjadi penengah dalam persoalan Kashmir. Dia menegaskan mungkin terlalu ambisius kalau keterlibatan Indonesia dapat menyelesaikan masalah tapi peran Indonesia paling tidak dapat meredakan ketegangan dulu.

Indonesia Minta India dan Pakistan Utamakan Dialog dalam Isu Kashmir
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:02:59 0:00

Menurut Rezasyah, Indonesia harus sangat berhati-hati dalam menyikapi ketegangan antara India dan Pakistan menyangkut Kashmir. Sebab hal itu juga akan melibatkan emosi di dalam negeri karena di Indonesia juga terdapat masyarakat keturunan India dan mayoritas muslim pada sisi lain.

Biasanya dalam kondisi seperti ini, lanjutnya, kaum muslim akan mendesak pemerintah Indonesia untuk mendukung Pakistan namun pada saat yang sama Indonesia tidak boleh terjebak dalam rivalitas agama.

Rezasyah mengingatkan pula Indonesia berbatasan langsung dengan India di Nikobar-Andaman. Karena itu jangan sampai terjadi kesalahpahaman dari India. Dia menambahkan, Indonesia juga harus menerjunkan diplomat senior yang tidak memiliki catatan buruk di hadapan India maupun Pakistan untuk menjadi penengah.

Kashmir adalah wilayah perbatasan yang diklaim dua negara. India menguasai Jammu dan Kashmir serta Ladakh. Sedangkan Pakistan mengontrol Azad Kashmir.

Pada Kamis (15/8) terjadi baku tembak antara pasukan India dan Pakistan di perbatasan Kashmir. Akibatnya, tiga tentara Pakistan tewas dan lima serdadu India terbunuh. Karena isu Kashmir, wilayah yang dihuni mayoritas Muslim tersebut, India dan Pakistan pernah tiga kali terlibat perang, yakni pada 1947, 1965, dan 1999. [fw/ka]

Recommended

XS
SM
MD
LG