Indonesia dan India pada Jumat (17/6) menggelar pertemuan komisi bersama kedua negara di Ibu Kota New Delhi, India. Pertemuan Komisi Bersama Indonesia tersebut dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan Menteri Luar Negeri S. Jaishankar.
Dalam jumpa pers secara virtual usai pertemuan itu, Retno Marsudi menyampaikan secara langsung sikap pemerintah Indonesia tentang pernyataan dua politisi India yang menghina Islam dan Nabi Muhammad SAW.
Menanggapi keprihatinan dan kecaman dari Indonesia, lanjut Retno, Jaishankar menegaskan pernyataan kedua politisi itu sama sekali tidak mencerminkan posisi BJP (Partai Bharatiya Janata) dan posisi pemerintah India. Ditegaskannya, kedua politisi itu telah diberhentikan dari jabatannya dan keanggotaannya di BJP telah dibekukan.
Jaishankar mengatakan BJP menghormati semua agama dan menolak dengan keras penghinaan atas agama, juga ideologi yang menghina atau merendahkan agama tertentu.
Pada pertemuan Komisi Bersama Indonesia-India itu, Retno menyampaikan kembali pentingnya budaya toleransi dan saling menghormati.
"Hanya dengan saling menghormati perbedaan, termasuk perbedaan agama, maka persahabatan dan kerjasama akan dapat diperkuat. Dalam rangka ini, kedua negara sepakat untuk kembali melanjutkan program Dialog Antaragama Indonesia-India yang pernah diselenggarakan pada tahun 2018," kata Retno.
Dalam pembicaraan tersebut, Indonesia dan India sepakat untuk menggelar dialog antaragama paling cepat sebelum akhir tahun ini atau pada 2023.
Penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW itu dilakukan oleh juru bicara BJP Nupur Sharma dan kepala operasional BJP Delhi Naveen Kumar Jindal. Partai tersebut mengatakan telah mengeluarkan keduanya dari keanggotaan partai nasionalis garis keras yang telah memerintah India sejak 2014.
Anggota Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat Maman Imanulhaq menyambut baik rencana pemerintah Indonesia dan India yang akan menggelar dialog antaragama.
Menurutnya agama tidak boleh menjadi alasan orang untuk melakukan terror dan diskriminasi pada orang lain yang berbeda keyakinan. Dia menegaskan Indonesia harus memiliki peran yang signifikan pada upaya penguatan dialog antaragama dan keyakinan.
Maman menyayangkan siapa saja dan di manapun yang melakukan penghinaan terhadap keyakinan orang lain yang berbeda, termasuk kepada tokoh yang diagungkan oleh satu kelompok.
"Orang yang menghina nabi manapun atau tokoh manapun, itu sesuatu yang menunjukkan ketidakdewasaan, ketidakmzampuan untuk memahami realita tentang pentingnya toleransi, dan menunjukkan rendahnya tingkat wawasan dia terhadap kepercayaan dan keyakinan orang lain," ujar Maman.
Menurut Maman, Indonesia bisa belajar dari India bahwa politisi yang melakukan penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW sarat politik identitas yang berbahaya. Dia mengingatkan politisi yang menggunakan politik identitas tidak akan bertahan lama dan akan mengganggu eksistensi negara yang bersangkutan. [fw/em]