Dewan Perwakilan Rakyat berencana akan merevisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam waktu dekat.
Peneliti Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW), Donal Fariz, memandang revisi yang akan dilakukan DPR itu sebagai upaya melemahkan pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK.
Dalam iklim politik yang dipenuhi transaksi, kata Donal Fariz, sangat rawan dan tidak ada urgensinya mengutak-atik UU KPK. Menurutnya, revisi Undang-undang KPK saat ini dinilai bukan sebagai upaya memperkuat pemberantasan korupsi melainkan sebagai respon dari pihak yang terganggu dengan lembaga KPK.
Proses revisi ini, ujarnya lebih lanjut, digunakan sebagai serangan balik terhadap pemberantasan korupsi, terlebih banyak politikus di Senayan yang terjaring KPK. Dari Data ICW, sejak 2007 setidaknya 42 anggota DPR yang diproses KPK.
Menurut informasi yang diterima ICW, ada 10 poin yang akan dimasukkan dalam RUU KPK. Poin tersebut antara lain soal rebutan perkara antar institusi penegak hukum dan prosedur penyadapan KPK.
Donal Fariz mengatakan, ”Kita melihat ini justru menjadi momentum untuk melemahkan kewenangan-kewenangan yang dimiliki oleh KPK didalam upaya pemberantasan korupsi. Pasalnya kewenangan-kewenangan yang ada yang dimiliki selama ini cenderung untuk diamputasi melalui proses revisi. Sulit kita kemudian tidak menghubungkan proses revisi ini dengan gencarnya kerja-kerja KPK untuk memproses para anggota DPR di Senayan yang diduga terjerat kasus korupsi.”
Kepala Divisi Monitoring Advokasi dan Investigasi Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Hendra Setiawan, menyatakan DPR seharusnya tidak perlu merevisi UU KPK karena masih baik.
Hendra Setiawan mengatakan jika revisi ini tetap dilakukan oleh DPR, pemberantasan korupsi di Indonesia akan mundur. Ia mengatakan, ”Dari prolegnas (Program Legislasi Nasional) saja, seharusnya RUU KPK itu terdaftar di nomor 79 dan sekarang langsung loncar ke nomor empat. Ada tanda tanda tanya besar di situ, ada permainan politik. Kalau jadi direvisi UU KPK-nya, kita melihat untuk saat ini saja masih banyak tidak pidana korupsi yang masih belum terproses oleh KPK. Apalagi nanti, kalau KPK lemah.”
Sementara itu, Anggota Komisi Hukum DPR, Nudirman Munir, membantah jika revisi UU KPK yang akan dilakukan oleh DPR merupakan upaya untuk melemahkan KPK., “Kita tetap menginginkan penambahan kewenangan terhadap KPK, kewenangan untuk mengangkat penyidik sendiri yang selama ini kanminjem dari polisi, Kejaksaan. Trus juga imunitas, kekebalan sehingga dia tidak jadi permainan politik dikalangan elit-elit politik di negeri ini,” ujarnya.
Dari catatan ICW, selama ini upaya mematikan KPK telah dilakukan 15 kali, baik melalui legislasi maupun kriminalisasi. Dalam legislasi, ada 13 kali uji materi terhadap Undang-undang KPK dan 11 diantaranya mengancam keberadaan KPK.