Pemerintah Indonesia dipastikan akan mengalami kesulitan dalam upaya mewujudkan swasembada pangan, mengingat target pemerintah untuk meningkatkan produksi pangan cenderung mengalami kegagalan.
Hal tersebut disampaikan Direktur Yayasan Abdi Bumi Iwan Dewantama ketika ditemui VOA di Denpasar Bali pada Minggu pagi. Iwan Dewantama mengungkapkan target pemerintah untuk mewujudkan swasembada pangan akan sangat sulit diwujudkan.
Target tersebut menjadi sangat tidak realistis karena pada kenyataanya pemerintah telah gagal dalam menangani alih fungsi lahan pertanian terutama persawahan menjadi pemukiman. Kondisi ini menunjukkan gagalnya pemerintah dalam melakukan penataan ruang terutama dalam melindungi lahan pertanian.
Iwan Dewantama mengatakan, “Buruknya tata ruang di Indonesia yang merembet pada tata ruang di tingkat daerah baik provinsi maupun kabupaten, sehingga perlindungan terhadap kawasan pertanian itu tidak optimal dilakukan oleh pemerintah dan buktinya adalah undang-undang perlindungan untuk sawah berkelanjutan hanya baru keluar kemarin, artinya ini pemerintah sudah sangat terlambat mengantisipasi.”
Menurut Iwan Dewantama, program swasembada pangan kini hanya menjadi wacana di tengah semakin derasnya impor pangan. Apalagi impor pangan tersebut dikendalikan oleh kelompok-kelompok mafia tertentu
“Indonesia tetap saja mengimpor beberapa komoditi penting tetapi di sisi lain justru produktivitas tidak ditingkatkan dengan optimal, jadi ini lebih saya lihat sebuah mafia komoditi, pelaku-pelaku yang dulu sempat berjaya di zaman Orde Baru, kemudian dengan peran Bulog yang tidak efektif , maka upaya mempermainkan komoditi masih terjadi hingga sekarang,” kata Iwan Dewantama.
Sementara, pemerintah provinsi Bali mulai tahun depan berencana mengimplementasikan peraturan daerah (perda) perlindungan lahan pertanian. Perda ini sebagai tindaklanjut undang-undang nomor 41 tahun 2009 tentang perlindungan lahan pertanian berkelanjutan dan untuk melindungi sekitar 81.900 hektar lahan persawahan di Bali.
Namun, menurut Gubernur Bali Made Mangku Pastika, tantangan lainnya saat ini adalah keengganan pemuda untuk bertani
“Karena mereka alergi jadi petani, anak-anak muda kenapa? Karena dianggap kotor panas, berkeringat dan hasilnya sedikit, itu persoalannya. (Jadi) bagaimana sekarang membuat hasilnya banyak? Saya juga prihatin, yang mau jadi petani tua-tua semua,” ujar Mangku Pastika.
Sementara sebelumnya Kementerian Pertanian merevisi target produksi beras tahun 2012 sebanyak 72 juta ton gabah kering giling (GKG). Target ini dianggap tidak rasional sehingga direvisi turun menjadi 66,7 juta ton GKG.