Tautan-tautan Akses

Independensi, Kunci Utama Keberhasilan Lembaga Pengawasan Pemerintah


Auditor dan inspektur jenderal Indonesia bertemu dengan perwakilan inspektur jenderal Kantor Layanan Pos Amerika di Washington DC sebagai bagian dari program studi banding mereka di Amerika, 5/6/2014 (Foto: VOA/ Ika Inggas)
Auditor dan inspektur jenderal Indonesia bertemu dengan perwakilan inspektur jenderal Kantor Layanan Pos Amerika di Washington DC sebagai bagian dari program studi banding mereka di Amerika, 5/6/2014 (Foto: VOA/ Ika Inggas)

Independensi menjadi faktor utama yang membuat kinerja inspektorat jenderal di Amerika lebih efektif dibanding rekannya dari Indonesia, demikian temuan yang didapat para inspektur jenderal Indonesia dalam studi banding mereka di Amerika awal Juni ini.

Walaupun secara umum misi dan visi dari inspektorat jenderal (itjen) baik di Indonesia maupun Amerika sama, seperti menjalankan fungsi pemeriksaan dan pengawasan untuk terciptanya kinerja yang efektif, serta mencegah penyelewengan dan penyalahgunaan di institusi terkait, independensi dari itjen di Amerika lebih memungkinkan keberhasilan kinerja itjen.

Demikian diakui para peserta dari program Studi Banding Inspektorat Jenderal Indonesia di Amerika yang diadakan pada 2- 6 Juni 2014 yang merupakan bagian dari Program Penguatan Integritas dan Akuntabilitas 1 (Strengthening Integrity and Accountability Program 1/ SIAP 1).

Salah satu peserta, Muhammad Yusuf Ateh, Deputi Reformasi Birokrasi Akuntabilitas Aparatur dan Pengawasan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, mengatakan, “Di Amerika ini ada peran inspektur general yang agak berbeda dibandingkan dengan di tempat kita. Di sini masalah independensi itu menjadi landasan utama, critical point dalam efektivitas pengawasan kementerian di dalam lembaga. Konsep ini yang sedang kita pelajari untuk mengadakan perubahan-perubahan di dalam undang-undang baru dalam sistem pengawasan internal pemerintah di Indonesia.”

Peserta melihat independensi itjen di Amerika dikuatkan oleh beberapa faktor, seperti pengangkatannya yang dilakukan oleh Presiden dengan persetujuan Senat. Pelaporan pengawasan dilaporkan tidak hanya kepada kementerian atau lembaga terkait, tetapi juga kepada Kongres dan dipublikasikan melalui internet. Selain itu dalam melakukan tugas pengawasan dan audit ini inspektur jenderal bebas dari pengaruh pimpinan di lembaga terkait.

Hal ini ditegaskan oleh Adnan Pandu Praja, Komisioner KPK yang juga merupakan ketua dari tim studi banding ini, yang mengatakan bahwa selama itjen berada di bawah kementerian dan tidak independen, maka itjen tidak memiliki peran yang strategis.

“Tantangannya adalah bagaimana menjadikan itjen sebagai lembaga independen. Ada tiga hal untuk itu: (1) pengangkatannya bukan oleh menteri, tapi oleh presiden dengan persetujuan DPR, (2) anggarannya independen bukan anggaran dari kementerian, dan (3) tidak bertanggung jawab kepada menteri tetapi kepada publik dan parlemen,” papar Pandu Praja.

Sementara itu peserta lainnya, Sidik Wiyoto, kepala pusat Pembinaan Jabatan Fungsional Auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), melihat mendesaknya untuk segera dibuat undang-undang sistem pengawasan internal pemerintah.

“Kenapa selama itu tidak berjalan karena undang-undang yang mengatur belum ada bahkan undang-undang tentang sistem pengawasan internal pemerintah sampai sekarang belum ada. Jadi wajar saja pembinaan dan kelembagaan auditor dan tugas-tugas profesinya belum diatur secara baik,” kata Sidik Wiyoto.

Hasil dari studi banding inilah, tambahnya, bisa menjadi masukan yang bermanfaat untuk menyempurnakan rancangan undang-undang sistem pengawasan internal pemerintah yang tengah disusun saat ini.

Studi banding itjen ini merupakan bagian dari SIAP 1, program kerjasama antara pemerintah Amerika dan Indonesia yang didanai oleh USAID yang bertujuan untuk saling berbagi pengalaman dan menguatkan akuntabilitas di kedua negara.

Mengenai pentingnya studi banding ini, Juhani Grossmann, pimpinan Management Systems International (MSI) di Indonesia, lembaga penyelenggara kegiatan SIAP 1, mengatakan, “Amerika memiliki pengalaman panjang mengenai manajemen integritas internal seperti sistem inspektur jenderal, sementara Indonesia mempunyai pengalaman luas dalam pemberdayaan lembaga anti korupsi seperti KPK, jadi kedua pihak bisa saling belajar dari pengalaman satu sama lain.”

Sementara Zeric Smith, wakil direktur Unit Pemerintahan Demokratik USAID Indonesia, ketika ditemui mengatakan program SIAP 1 ini merupakan salah satu pencerminan kerjasama USAID dengan pemerintah Indonesia dan masyarakat madani di Indonesia dalam meningkatkan transparansi dan mengurangi tingkat korupsi di Indonesia. Ia menekankan komitmen USAID dalam upaya membantu Indonesia meraih tujuannya untuk terciptanya pemerintah Indonesia yang lebih akuntabel terhadap rakyatnya.

Dalam lima hari studi banding ini, 16 peserta yang terdiri dari komisioner KPK, auditor BPK, BPKP dan inspektur jenderal sejumlah kementerian di Indonesia bertemu dengan wakil-wakil inspektorat jenderal di berbagai lembaga Amerika seperti Departemen Perdagangan, Departemen Luar Negeri, Kantor Etika Pemerintah, Kantor Layanan Pos, Lembaga Akuntabilitas Pemerintah Amerika dan juga Kongres.
XS
SM
MD
LG