Banyak dari imigran anak-anak tersebut yang kurang atau bahkan tidak mendapatkan bantuan hukum yang memadai di pengadilan imigrasi federal yang memutuskan apakah mereka akan dideportasi atau diijinkan tinggal.
Dalam sidang dengar pendapat di hadapan komisi khusus DPR negara bagian New York, para pengacara dan pendukung imigran anak menggambarkan peliknya situasi kemanusiaan dan birokrasi yang dihadapi imigran anak-anak, dan menawarkan strategi untuk mengatasinya.
Ketua satuan tugas itu, Narcos Crespo, mengatakan di ruangan yang penuh sesak itu mengenai kunjungan yang dilakukannya ke Children’s Village, lembaga yang memberikan penampungan dan layanan lainnya bagi sekitar 1,500 imigran anak-anak di New York.
Marcos mengatakan dia tahu bahwa imigrasi adalah isu politik yang panas. “Tetapi kalau kita melihat wajah anak-anak yang menyedihkan itu dan menyadari bahwa kita harus merawat mereka, barulah kita memahami sulitnya keadaan yang mereka hadapi," katanya.
Banyak dari anak-anak itu sedang menunggu sidang deportasi dimana hakim-hakim imigrasi federal akan memutuskan apakah mereka bisa diberi suaka karena dikhawatirkan mereka akan mengalami kekerasan atau menjadi korban pembunuhan di negara asalnya, atau diberi “status imigrasi khusus bagi anak-anak,” label pemerintah bagi anak-anak asing yang telah disiksa, dibuang atau diabaikan – atau dipulangkan kembali ke negara asal mereka.
Profesor New York Law School Lenni Benson adalah pendiri The Safe Passage Project yang bekerja sama dengan para pengacara relawan dan mahasiswa fakultas hukum untuk memberikan pembelaan cuma-cuma bagi para imigran itu. Dia mengatakan banyak anak-anak yang baru tiba itu tidak bisa menghubungi pengacara yang kompeten dan terjangkau ongkosnya untuk membantu mereka di pengadilan dan di Instansi Layanan Kewarganegaraan dan Imigrasi AS (USCIS).
Benson mengatakan, “Itu artinya mereka harus bolak-balik dari pengadilan imigrasi ke pengadilan keluarga, balik ke pengadilan imigrasi, ke USCIS, dan seterusnya.”
Ini juga merupakan tantangan bagi hakim-hakim pengadilan keluarga di negara bagian, yang harus memutuskan apa yang terbaik bagi kepentingan anak. Proses itu mungkin melibatkan saksi ahli, kunjungan ke rumah, tes psikologi dan prosedur lainnya yang memakan waktu dan yang bertentangan dengan agenda deportasi pengadilan imigrasi yang ingin serba cepat.
Pengacara Michael Cooper, pakar UU HAM dan pengungsi yang mewakili Asosiasi Pengacara New York dalam sidang dengar pendapat itu mengatakan, membiarkan anak mewakili dirinya sendiri mungkin melanggar klausul “proses persidangan” yang ditetapkan Konstitusi AS.
Cooper mengatakan, “Jika kita melihat seorang anak 8 tahun duduk sendirian di kursi, dan dia berhadapan dengan pengacara pemerintah yang terlatih, dan anak itu harus mempertaruhkan hidupnya, maka jelas hal itu tidak adil.”
Berbagai strategi diajukan pada sidang dengar pendapat itu untuk membantu anak-anak yang ketakutan dan menderita trauma ini termasuk pemberian dana tambahan untuk membantu melatih para petugas sosial mengenai peraturan imigrasi anak, bantuan federal untuk membantu pengungsi berintegrasi ke komunitas, dan mengusahakan lebih banyak dana bagi pengadilan keluarga.