Sekelompok ahli geologi berkumpul di kaki sebuah bukit berpasir, di dekat patahan San Andreas, California, Amerika Serikat. Mereka adalah para ilmuwan penyandang disabilitas yang ikut serta dalam kegiatan studi lapangan aksesibilitas yang diselenggarakan setiap tahun oleh Asosiasi Internasional untuk Keragaman Geosains. Disabilitas mereka beragam, dari gangguan penglihatan dan pendengaran, hingga keterbatasan kemampuan fisik.
Jennifer Piatek beraktivitas dengan kursi roda, tetapi hal itu tidak menghambatnya, “Hari ini adalah kesempatan untuk keluar dan melakukan kerja-kerja geologi di lapangan. Inilah tempat di mana kami seharusnya melakukannya,” ungkapnya.
Piatek menjelaskan, “Anda bisa belajar banyak dari foto-foto. Anda bisa belajar banyak dari peta, akan tetapi Anda benar-benat perlu pergi ke tempat ini untuk mengerjakannya. Kita sekarang ada di patahan San Andreas. Luar biasa, bukan?.”
Panitia studi lapangan Kate Scharer mengakui ilmu geologi kerap dikaitkan dengan orang-orang yang memiliki citra tangguh di lapangan, “Memang benar, sudah menjadi tradisi bahwa geologi itu ditekuni oleh orang yang tangguh di pegunungan,” ujarnya.
Namun, ia menambahkan: “Ketika Anda ke lapangan, Anda bisa melihat suatu lapisan baru yang tidak bisa Anda dapatkan saat bekerja dari rumah.”
Anita Marshall, panitia lainnya, meyakini bahwa apabila studi lapangan tidak dibuat lebih mudah diakses, maka akan ada banyak orang berbakat yang memilih karir lain.
“Ini adalah sekelompok orang yang meskipun mencakup orang-orang penyandang disabilitas yang sukses di semua jenjang karir ilmu geologi, seringkali dilupakan,” ungkapnya.
Studi lapangan menjadi contoh bagaimana ilmuwan disabilitas berusaha memperbaiki akses ke lapangan dan laboratorium.
Taormina Lepore, salah satu ahli geologi yang ikut serta, mengatakan bahwa studi lapangan itu menjadi contoh bagaimana orang-orang dengan disabilitas dapat dilibatkan.
Ia menuturkan, “Ada banyak sekali alternatif dan cara yang bisa kami lakukan, sebagai ilmuwan geologi, untuk membuat segalanya benar-benar terbuka dan menarik dan mengundang lebih banyak orang ke bidang geosains, terutama berkat teknologi.”
Mereka bertekad membuat area penelitian ini mungkin digeluti oleh para ilmuwan penyandang disabilitas, sehingga mereka tidak meninggalkan lapangan sepenuhnya.
Undang-undang Warga Amerika dengan Disabilitas menetapkan peraturan minimum untuk bangunan, sementara regulasi untuk ruang laboratorium baru akan disusun.
Akan tetapi, undang-undang tersebut tidak mewajibkan ruang-ruang laboratorium lama untuk diubah, padahal pengajuan akomodasi khusus bagi penyandang disabilitas biasanya dapat memakan waktu berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan, ketika pada saat yang sama waktu tunggu itu bisa dimanfaatkan untuk melanjutkan penelitian.
Selain itu, ilmuwan disabilitas juga kerap harus menghadapi narasi keliru yang menyatakan bahwa mereka tidak dapat melakukan pekerjaan secara aman atau sukses di laboratorium.
Meski tidak ada solusi tunggal untuk mengatasi masalah aksesibilitas laboratorium, para ilmuwan disabilitas memimpin upaya untuk mengubah ruang-ruang penelitian. [rd/jm]
Forum