Terjadinya kerusuhan di sejumlah lembaga pemasyarakatan (LP) membuat Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly berniat merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Menurut Yasonna, revisi ini penting untuk mencegah kembali terjadinya kerusuhan-kerusuhan di dalam lapas.
Dalam peraturan pemerintah itu misalnya, narapidana kasus narkotika, terorisme, dan korupsi tidak mendapat remisi kecuali mereka yang menjadi justice collaborator (saksi pelaku yang bekerjasama dengan aparat dalam mengungkap suatu kasus). Untuk kasus narkotika, pengetatan remisi dan pembebasan bersyarat dilakukan terhadap mereka yang mendapat vonis 5 tahun penjara atau lebih.
Hal ini menurut Yasonna, yang menjadi salah satu pemicu kerusuhan di lapas mengingat banyak sekali narapidana kasus narkotika dalam lapas.
Namun, Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Agus Sumaryanto kepada VOA, Selasa (26/4) mengatakan tidak ada hubungannya antara kerusuhan yang terjadi di dalam lapas dengan merevisi peraturan pemerintah tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan.
Menurutnya, kerusuhan yang terjadi lebih disebabkan karena jumlah tahanan yang melebihi kapasitas. ICW khawatir rencana menteri Hukum dan HAM merevisi peraturan pemerintah Nomor 99 tahun 2012 hanyalah kamuflase untuk memperingan hukuman koruptor khususnya melalui remisi dan pembebasan bersyarat.
Bukan baru kali ini saja, kata Agus, Menteri Yasonna berkeinginan merevisi peraturan pemerintah tersebut. Jika revisi ini jadi dilakukan, lanjut Agus, hal tersebut merupakan langkah mundur karena sekarang ini Indonesia sudah dalam kondisi darurat korupsi, narkoba dan terorisme.
Dengan kondisi itu, tambahnya, mestinya pemerintah memperketat agar narapidana kasus-kasus tersebut mendapatkan efek jera.
"Bahwa ada hak narapidana ya hak mereka untuk direhabilitasi di dalam lapas biar tidak mengulangi kejahatan serupa tetapi kalau kemudian rehabilitasinya dalam bentuk keringanan hukuman, menurut saya bermasalah kalau tidak memenuhi persyaratan-persyaratan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 99 tahun 2012 itu," papar Agus.
Lebih lanjut, Agus Sumaryanto mendesak Presiden Joko Widodo mengganti Yasonna Laoly sebagai Menteri Hukum dan HAM karena dinilai tidak memiliki komitmen dalam pemberantasan korupsi, narkotika dan terorisme.
"Menteri ini kan posisinya di bawah presiden, kalau presidennya sendiri tidak setuju dengan itu, saya pikir momentum reshuffle ini bisa dimanfaatkan oleh presiden mengganti menteri yang tidak memiliki komitmen dalam pemberantasan korupsi, narkoba dan terorisme," tambah Agus.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly mengatakan dalam aturan tersebut, narapidana kasus korupsi, narkotika dan terorisme sangat sulit mendapatkan remisi dan pembebasan bersyarat padahal hal tersebut merupakan hak setiap narapidana.
Dengan adanya perubahan PP 99 Tahun 2012, kata Yasonna, diharapkan dapat mengurangi tingkat kekerasan di lapas. Karena dengan merevisi PP itu, Yasonna menyatakan, lapas memberikan kesempatan kepada narapidana untuk memulai kehidupan yang baru dan lebih baik.
Bagi Yasonna, lapas sebaiknya tidak sekadar menjadi tempat penghukuman semata, tetapi juga bagian dari sistem pembinaan. Menurut Yasonna, revisi akan kembali kepada ketentuan PP nomor 32 tahun 1999 yang dinilai lebih ringan.
"Ada sistem yg salah disitu. Semua itu hak napi, tetapi permasalahannya pemberian remisi nomor 99 dia dikembalikan kepada instansi awal. Banyak mereka complain," kata Yasonna.
Baru-baru ini, kerusuhan di dalam lapas terjadi di Lapas Kelas IIA Banceuy, Bandung. Kerusuhan dipicu amarah napi yang mengira seorang rekan sesama napinya tewas karena disiksa. Aparat menduga napi tersebut meninggal karena bunuh diri. Sebelumnya, kerusuhan juga terjadi di Lapas Kerobokan (Bali), Lapas Tewaan Bitung (Sulawesi Utara), Lapas Mmalabero (Bengkulu) dan beberapa lapas lainnya. [fw/ds]