Tautan-tautan Akses

IAEA: Iran Halangi Penyelidikan Terhadap Kegiatan Nuklir di Masa Lalu


Logo dari Badan Energi Atom Internasional (IAEA) terlihat di kantor organisasi tersebut yang terletak di Wina, Austria. (Foto: AFP/Alex Halada)
Logo dari Badan Energi Atom Internasional (IAEA) terlihat di kantor organisasi tersebut yang terletak di Wina, Austria. (Foto: AFP/Alex Halada)

Badan Energi Atom Internasional (IAEA) pada hari Selasa (7/9) mengecam Iran karena menghalang-halangi penyelidikan terhadap kegiatannya di masa lalu dan membahayakan pemantauan yang penting, yang mungkin memperumit kelanjutan dari upaya pembicaraan tentang perjanjian nuklir Iran.

Dalam dua laporan IAEA kepada negara-negara anggota, yang dikaji oleh Reuters, badan itu mengatakan tidak ada kemajuan dalam dua masalah utama, yaitu mengenai penjelasan jejak uranium yang ditemukan di sebagian lokasi lama yang tidak pernah diberitahukan sebelumnya dan akses ke beberapa piranti pemantauan sehingga IAEA dapat terus melanjutkan pelacakan bagian dari program nuklir Iran.

Meskipun penyelidikan tentang jejak uranium itu sudah berlangsung selama lebih dari satu tahun, para diplomat mengatakan IAEA sangat membutuhkan akses pada piranti untuk menukar kartu memori sehingga tidak ada celah dalam pengamatan terhadap kegiatan seperti produksi suku cadang untuk sentrifugal, suatu piranti yang digunakan untuk memperkaya uranium.

Tanpa pemantauan semacam itu dan informasi yang berkelanjutan, maka Iran dapat memproduksi dan menyembunyikan sejumlah piranti yang tidak diketahui, yang dapat digunakan untuk membuat senjata nuklir atau bahan bakar reaktor nuklir.

Mantan Presiden Donald Trump menarik Amerika keluar dari perjanjian nuklir tahun 2015, di mana Iran telah menyetujui pembatasan kegiatan nuklirnya dengan imbalan pencabutan sanksi-sanksi.

Iran menanggapi mundurnya Amerika dari perjanjian itu dan pemberlakuan sanksi-sanksi ekonomi dengan melanggar banyak dari pembatasan yang ada dalam perjanjian sebelumnya.

Pembicaraan tidak langsung antara Amerika dan Iran tentang potensi kembalinya kedua negara untuk mematuhi perjanjian itu terhenti ketika Ebrahim Raisi, tokoh garis keras Iran, menjadi presiden.

Jerman dan Perancis telah menyerukan Iran untuk segera kembali ke meja perundingan. Sementara Raisi mengatakan Iran siap melakukan itu, tetapi tanpa “tekanan” Barat. [em/lt]

XS
SM
MD
LG